Langkahnya diburu waktu, matahari begitu cepat beranjak. Seorang gadis berusia 23 tahun menembus hijaunya persawahan di sepanjang pandang. Ia memotong jalan untuk mempersingkat perjalanan.“Aduh, hari sudah semakin siang, bapak pasti sudah sangat menahan diri karena lebih lama
menunggu.” Ocehnya sembari mempercepat diri.Iya, tujuan gadis itu adalah Pak
Wicaksono atau lebih akrab dipanggil Pak Wi yang sedari subuh sudah bergegas ke kebun untuk menjalankan rutinitasnya.“Sudah hampir jam 10 aku rasa, lewat jalan mana to anak ini?” Gumam Pak Wi yang baru rehat. Keringat wajahnya ia usap dengan bagian bawah baju yang ia kenakan.
“Hehehe.. tapi aku lebih penasaran dengan alasan apa lagi yang akan dia beri.” Kekeh Pak Wi seraya mengipasi tubuh dengan capingnya.
Sinar matahari pagi menerobos celah-celah dedaunan. Burung-burung berkicau dan berterbangan meninggalkan dahan, seolah memberi jalan untuk seorang gadis yang melintas. Rambut panjangnya dihempas tipis angin, terurai indah seirama dengan langkah kakinya. Anak gadis Pak Wi akhirnya tiba.
“Lapor pak, sarapan sudah datang”.
“Kalau datangnya sekarang, sudah bukan sarapan lagi to ya. Sudah mau makan siang.”
“Maaf pak, tadi jembatannya ambruk, jadi harus muter lewat jembatan yang lain.” Jawab Rahayu yang diakhiri dengan kekehan.
Ia mengeles, matanya mengedar ke sekitar, memikirkan alasan yang ia buat sudah pas atau belum.
“Loh loh loh.. lah dari rumah ke arah sini kan tidak melewati sungai to.” Tanya Pak Wi.
“Oh iya yah.. hehe.” Gadis itu menggaruk kepala. Di balik kekeh kecil, ia merasa bahwa dirinya adalah makhluk paling bodoh di muka bumi.
“Hmm.. ada-ada saja kamu ini.” Sembari mengambil bekal yang ditenteng anak gadisnya itu.
Setelahnya, Pak Wi menaikkan kelapa-kelapa yang telah ia petik ke ranjang belakang sepeda.
“Nah.. bawa ini ke pasar. Barangkali persediaan kelapa Ibumu hampir habis nduk. Pakai saja sepeda bapak, nanti pulangnya bapak bisa jalan kaki.”
Segera, sepeda usang itu ia kayuh menyusuri jalan aspal yang belum lama jadi. Seperti deras aliran irigasi saat musim penghujan, secepat itulah si gadis melaju. Udara yang meraba kulit masih terasa begitu segar meski hari semakin siang di Desa Kahiyangan.
Setelah melewati jalan di tengah persawahan, pasar sudah terlihat semakin dekat. Riuh tawar menawar harga meyambut, setibanya ia di sudut pasar untuk memarkirkan sepeda. Kembang desa itu telah sampai di tempat tujuan. Semerbaknya melumpuhkan gerak mata. Tak seorangpun luput memandang kilaunya.
“Yu (mbak).. Nimas Rahayu sudah datang” Teriak seorang tukang becak memecah waktu yang seolah terhenti beberapa saat.
“Bawa berapa nduk?” Tanya Bu Wati.
“Dua karung bu, itu di keranjang masih ada satu lagi” jawab Ayu sembari menyeret karung
kelapanya yang berat.“Mas Harto, boleh minta tolong bawakan karung kelapa itu kemari?” pinta Bu Wati ke salah seorang tukang becak.
“Iya yu..” sahut tukang becak tersebut.
Rahayu memang selalu membantu Ibunya berjualan di pasar setiap hari. Hal itu ia lakukan semenjak tamat SMP. Keinginannya untuk melanjutkan sekolah harus ia pendam lantaran kondisi ekonomi orang tua yang tak begitu mampu.
Berbeda nasib dari dirinya, Sagita sang adik saat ini tengah mengemban ilmu di bangku SMA. Sagita memang tergolong anak yang cerdas, sehingga ia mendapatkan beasiswa penuh untuk pendidikannya saat ini. Hal itu
sulit didapat oleh orang lain, terutama Rahayu. Meski demikian, bukan rasa iri yang tertanam, melainkan rasa bangga atas pencapaian sang adik.Matahari sudah di atas kepala, tak lama terdengar sayup-sayup adzan berkumandang. Ayu dan Ibunya segera beberes lapak lalu bergegas pulang. Sesampainya di rumah, Sagita dan si bungsu Bening sudah pulang sekolah. Mereka menunggu semuanya datang untuk makan siang bersama.
Sedayu sendiri selalu menyiapkan makanan sebelum mengantar sarapan untuk Pak Wi. Jadi ketika semuanya sudah pulang, makanan sudah tersajikan. Tak lama Pak Wi menyusul di saat Bening membantu Ibunya menyiapkan piring dan gelas.
Dalam makan siang, tawa dan canda memenuhi obrolan ringan keluarga kecil itu. Begitu hangat.
Meski sangat sederhana, tak ada sesuatu yang dirasa kurang bagi mereka. Masih dalam perbincangan usai makan siang, semua perhatian beralih seketika saat terdengar suara ketuk pintu diiringi dengan salam
dari seorang pemuda.“Assalamualaikum..” Laki-laki itu mengucap salam dan mengetuk pintu kembali.
“Waalaikumsalam..” Jawab Pak Wi sembari menuju pintu depan.
“Ada yang bisa dibantu mas?Masnya mau cari siapa yah?” Pak Wi merasa asing dengan orang di hadapannya.
Pemuda itu bertubuh tinggi gagah. Bahunya bidang, lengannya kekar. Rambut lurus sedikit bergelombang. Kulitnya akan membuat setiap perempuan rendah diri karena putih, halus, dan lembut terawat. Alis tebal tertata rapi, matanya memancar kesejukan. Mancung hidung pemuda itu. Bibir merah alami, menambah tampannya saat tersenyum. Ditambah dengan satu tahi lalat kecil yang mempermanis menjadi pelengkapnya
“Maaf pak, saya kesini untuk bertemu Pak Wi.” Jawab lelaki itu setengah canggung.
“Mas kenal dengan saya?” sambil keheranan, Pak Wi mencoba mengingat siapa laki-laki
itu. Namun sekeras apapun ia mengingat, tak ditemukannya jawaban.“Iya pak, kita memang tidak pernah bertemu langsung. Jadi wajar saja jika bapak tidak mengenal saya. Tapi, saya pribadi cukup mengetahui tentang bapak.”
"Kalau boleh tahu, masnya ini siapa yah?" Tanya Pak Wi penasaran.
“Saya Bima, pak. Anak Pak Surya, yang tanahnya bapak sewa untuk dikelola.”
Pak Wi terkejut, angin apa yang membawa anak Pak Surya singgah ke rumahnya. Pikirannya berkecamuk. Namun ia hanya bisa menerka-nerka.
Apakah karena biaya sewa yang menunggak masih belum dibayar?atau masa sewa tanah akan dihentikan? Atau, ada hal lain yang itu di luar tebakannya? Beberapa saat Pak Wi terdiam sembari menatap
keluarganya yang masih ada di meja makan.***
Haiii Minjusss balik lagi, terima kasih sudah mau membaca cerita ini.
Ini cerita terbaru yang pastinya nggak kalah seru dan berbeda dari cerita sebelum-sebelumnya.
Ini bukan lagi soal selingkuh, ini bukan lagi soal mertua yang jahat dan ini juga bukan lagi soal fitnah suami pada istrinya sendiri.
Selamat membaca, ENJOYY GUYSSS!
Jangan lupa komen dan vote yaa, love you all🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Pelawan Takdir
HorrorAda begitu banyak mitos yang keberadaannya cukup jarang diketahui oleh sebagian besar masyarakat. Meskipun mitos itu berasal dari tanah kelahiran ataupun daerah sekitarnya. Salah satu mitos yang akan dibawakan dalam kisah ini adalah toh atau tanda...