PART 1

8K 12 0
                                    

Suasana riuh dengan sorak sorai dari puluhan orang yang bergerombol memutar di atas sebuah tanah lapang. Teriknya matahari tak menyurutkan keinginan mereka untuk tetap berada di sana sambil terus berteriak lantang. Di tengah kerumunan , terlihat dua pria terjatuh lemas, bahkan salah satunya tampak sudah tak mampu lagi berdiri, tubuhnya yang tinggi besar hanya tertelungkup di atas tanah, darah mengucur dari keningnya akibat sabetan benda tajam. Sementara satu lagi sudah bangkit, tubuhnya jauh lebih kecil dibanding si pria besar. Sambil menghunus sebilah pedang dia berjalan gontai mendekati lawannya.

"Bunuh..!!Bunuh...!! Bunuh!!" Teriak orang-orang yang mengelilingi mereka.

"Ayo cepat segera akhiri ini..." Ucap si pria besar lirih, seolah tau jika malaikat maut sudah bersiap mencabut nyawanya.

"Maafkan Aku.." Kata si pria kurus sambil bersiap menebaskan pedangnya ke arah leher si pria besar.

"AAAARRGGHTTT..!!!!!"

Ujung pedang menghujam keras dari atas menuju ke bawah, mengarah ke leher si pria besar. Tapi ternyata mata pedang itu tak mengarah tepat ke lehernya, sang pria kurus dengan sengaja menghunus ujung pedangnya tepat di samping kepala si pria besar. Beberapa penonton yang sedari tadi menunggu momen lepasnya kepala si pria besar terlihat kecewa, ekspektasi tinggi mereka pada si pria kurus ternyata dibalas dengan rasa welas asih. Si pria kurus tak menghabisi nyawa lawannya, membiarkan si pria besar  tersungkur dengan masih menghembuskan nafas. Tak lama kemudian si pria kurus berjalan santai meninggalkan arena pertarungan.

"Bajingan!!!" Teriak Juragan Seno melihat si pria kurus berjalam santai meninggalkan arena pertarungan.

Juragan Seno adalah seorang adipati karisidenan, orang yang diberi mandat langsung oleh pemimpin tertinggi di Kerajaan Jenggolo untuk memimpin daerah di wilayah utara. Pria bertubuh kecil dengan kumis lebat itu tak hanya semata sebagai adipati saja, dia juga menjadi penanggung jawab tarung jagad yang menjadi tradisi turun menurun di Desa Sumber. Dalam tradisi tarung jagad setiap petarung yang telah memenangkan pertandingan wajib hukumnya untuk membunuh lawannya. Sesuatu yang sekarang tidak dilakukan oleh pendekar bertubuh kurus tadi.

"Hei! Berhenti Kau bajingan tengik!" Umpat Juragan Seno sekali lagi untuk menghentikan langkah sang pendekar yang ngeloyor pergi begitu saja tak mengindahkannya. Kali ini ada empat pria dengan tubuh besar mengikuti Juragan Seno, keempat orang itu adalah para centeng bayaran sang adipati. 

"Berhenti Aku bilang!" 

Juragan Seno menarik kasar pundak sang pendekar dari belakang, menghardiknya dengan keras. Namun hanya dengan satu gerakan memutar, sang pendekar justru bisa membalik keadaan, sekarang tangan Juragan Seno lah yang berada dalam pitingannya. Empat centeng di belakang Juragan Seno langsung bersiaga dengan menghunus pedang. Suasana tegang langsung tercipta, semua mata memandang ke arah sang pendekar.

"Bajingan! Kau mau mati hari ini hah?!" Ancam Juragan Seno sambil meringis kesakitan karena pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh sang pendekar. 

"Aku ingin pergi!" Balas sang pendekar sebelum melepas cengkraman tangannya pada adipati itu.

"Kau sudah melanggar peraturan pertarungan! Kau harus bunuh lawanmu atau Kau sendiri yang akan menggantikan nyawanya!" Pekik Juragan Seno dengan wajah mearah padam penuh kemarahan.

"Baik, coba saja kalau kalian bisa membunuhku." Sang pendekar mengambil posisi siap untuk bertarung, ancaman Juragan Seno sama sekali tak mengendurkan nyalinya sedikitpun. 

"Oooo! Jadi Kau menantangku? Heh kalian! Habisi dia!" Perintah Juragan Seno pada keempat centengnya yang sudah menghunus pedang mereka.

"Tunggu!! Tunggu!!" Sebelum pertarungan sengit terjadi, tiba-tiba dari arah belakang berlari seorang pria tua dengan tergopoh-gopoh menghampiri.

SANG PENDEKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang