🌧🌧🌧
.__.
Vilas dan Gemini, keduanya terus bertemu selama berapa minggu kemudian. Pada hari yang sama, dan waktu yang sama pula, Kamis sore saat hujan turun. Hal itu membuat Vilas bertanya-tanya, apakah itu hanya kebetulan?
Hari Kamis ini Vilas tidak berada di Shedo, karena hari ini hingga dua hari ke depan toko rental buku itu tutup. Vilas tidak tahu alasannya, itu hanya perintah dari sang atasan dan Vilas menurut. Toh, ia tak dirugikan.
Ini masih jam 2 siang, dan Vilas terlihat tampan dengan jaket denim juga celana senada yang melekat di tubuhnya.
Vilas berjalan santai. Terik matahari tak membuatnya mengeluh panas atau mengusap peluh. Sebaliknya, ia malah menerbitkan senyum yang tak kalah cerah dengan cuaca hari itu.
Ia berniat melakukan street feeding. Di tangannya sudah ada sekantung makanan kucing yang akan ia berikan pada setiap kucing yang ditemui. Snack kering milik Kelabu, semoga saja kucing itu tidak menyadari stok makanannya berkurang.
Gotcha!
Kucing pertama yang ia temukan. Vilas berjalan mendekat, semakin dekat semakin tubuhnya merunduk dan berakhir berjongkok di depan kucing belang itu.
Tangannya terulur mengelus bulu halus si kucing, memberi gelitikan kecil pada dagunya, lalu menggoyangkan tubuh berbulu itu gemas.
Ia keluarkan apa yang ia bawa. Menuangkannya ke tangan lalu membiarkan makhluk lucu itu makan.
Suara kunyahan si kucing pada makanan itu bagai ASMR bagi Vilas, menenangkan. Ia tatap lekat-lekat bagaimana si kucing belang makan. Dengan begitu saja hatinya menghangat.
"Habisin, meng, si gembrot Kelabu masih punya banyak di rumah," ujarnya pada kucing tersebut, meski tahu ucapannya tidak akan dibalas dengan bahasa manusia. Ya, setidaknya kucing itu mengeong.
Setelah apa yang ada di tangannya raib, Vilas menuangkan lagi di atas jalanan aspal itu. Ia elus sebentar tubuh si kucing, lalu meninggalkannya pergi selagi makhluk mungil itu asik makan.
Waktu terus berjalan dan hari semakin sore, tapi Vilas masih belum berhenti dengan kegiatan street feedingnya. Tungkainya terus berjalan pelan menyusuri jalanan dengan tembok warna-warni di kedua sisi jalan. Cuacanya begitu cerah, membuat perasaan Vilas lebih bahagia, meskipun hari-hari ia selalu bahagia.
Tap tap tap
"Haha, run!!"
Jalanannya begitu sepi sejak tadi, tapi entah mengapa Vilas bisa menemukan dua sejoli tengah berlarian di sana. Ia menyipitkan matanya, menatap lekat pasangan bahagia itu, asik bermain kejar-kejaran, seakan dunia hanya milik mereka, tak menyadari keberadaan orang lain-Vilas-di sekitar mereka. Betapa jahat dan egoisnya mereka.
"Gue kagak iri," gumamnya. Namun, biar isi hatinya meralat, Vilas iri, sangat iri, tak pernah sekalipun ia dekat dengan lawan jenis. Anggap saja Vilas cupu, tak pernah menjalin kasih dengan orang lain, bahkan di usianya yang sudah kepala dua.
"Iri mah bilang, Bang."
"Anjing!" seru Vilas meloncat kaget. Pasalnya suara itu tiba-tiba datang tepat di sebelah telinga, mustahil Vilas tidak kaget.
"Ck, sopan lu begitu sama orang tua, Gem?" tanya Vilas dengan berkacak pinggang.
"So fun, Bang," jawab si oknum a.k.a. Gemini. Ia menatap Vilas dari atas sampai bawah, lalu mengernyitkan dahinya. "Lu ngapain luntang-lantung sendirian di sini, Bang?" tanya Gemini kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thursday Rain
General Fiction-Toko rental buku itu menjadi saksi bisu akan pertemuan singkat antara kakak-adik tak sedarah, Vilas dan Gemini. Rain on Thursday afternoon; ⚠ bukan bxb ©ppoemblue, 2024