Langsung pulang? sahut Gales sambal menepuk bahu kanan Fido, membuatnya terkaget.
Iya. Kenapa?
Aku mau pergi ke suatu tempat, mau ikut nggak? balas Gales sambal memicingkan matanya, seperti biasa, ekspresinya saat sedang merahasiakan sesuatu yang aneh.
Kemana?
Rahasia, pokoknya ikut aja dulu, balasnya lagi. Hmm, sebentar, lanjut Gales sambal memandang Fido dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Kau lihat apa? kata Fido keheranan.
Nggak papa, penampilanmu oke. Ayo, naik mobilku.
Fido akhirnya mengikuti Gales menuju ke tempat yang masih dirahasiakan oleh temannya itu. Tempat itu tak terlalu jauh dari kampus, sekitar 10 menit perjalanan sudah sampai. Akhirnya mereka berdua sampai di depan sebuah ruko yang sudah direnovasi, tiga ruko digabung menjadi 1 tempat, bercat ungu muda dengan papan nama yang dihiasi lampu neon, dan pintu masuk dari kaca.
Kau mau karaoke? Atau minum-minum? tanya Fido sambil memandangi bangunan di depannya.
Pokoknya masuk aja dulu, kata Gales ceria.
Fido tetap mengikuti langkah sahabatnya itu, berjalan masuk ke dalam bar itu, walau masih sedikit curiga. Interior bar terbuat sebagian dari kayu, dengan motif geometrik. Terdapat juga beberapa lampu bermodel seperti tanduk rusa di bagian tengah langit-langit yang cahayanya agak kuning, dan lebih terang pada menit tertentu. Meja bar terbuat dari granit putih dengan corak berupa garis abu-abu, tampak beberapa mesin pembuat kopi, berbagai minuman pada etalase yang ada di dinding, Ruangannya luas, ada beberapa meja dengan kursi, sofa pada setiap sudut ruangan. Di bagian kiri ada lorong panjang dengan dinding yang sebagiannya dilapisi kayu, bercorak ala Indian Amerika.
Di meja bar tampak seorang lelaki yang sepertinya karyawan yang bertugas sebagai kasir dan beberapa orang pembuat minuman, berdiri menyambut kami.
Selamat sore, sapanya ramah. Eh, Gales, kamu bawa siapa?
Eh, Van, jadi ini.. kata Gales, namun kalimatnya belum selesai karena tiba-tiba muncul 4 orang wanita, dua diantaranya sudah berusia pertengahan 30an dan 2 orang lagi sepertinya di akhir usia 20an.
Baru, ya? kata salah seorang dari mereka, yang berusia pertengahan 30an dengan rambut berwarna kemerahan sebahu, sambil melirik ke arahku.
Fido yang bingung dengan ucapan mereka hanya bisa memandang Gales dengan tatapan maksudnya apa cepat jelaskan sekarang. Gales hanya tersenyum dan mengannguk kearah lelaki yang di kasir.
Iya, kami baru, baru beberapa hari, balas Gales cepat pada wanita yang menanyai Fido.
Ooh, balas wanita satu lagi yang juga berusia pertangahan 30an. Oke, kalau gitu, kamar yang biasa ya, Mas, balasnya lagi pada karyawan yang berdiri di meja kasir.
Oke, kakak, balas si Kasir santai.
Keempat wanita tadi berjalan masuk, menuju lorong, salah seorang berusia 20an dengan rambut sampai siku mengedipkan mata pada Fido, ia terkejut.
Les, kamar nomor lima ya, sahut si Kasir lagi.
Oke, Fid, ayo kita masuk, balas Gales sambil merangkul bahu dan mendorong kaki Fido agar ia berjalan.
Les, aku nggak mau ke sini, balas Fido dengan nada agak tinggi.
Udahlah, aku kangen kesini, temenin, ya.
Akhirnya Fido dan Gales masuk juga, ke kamar nomor 5. Jantung Fido berdegup tak karuan. Namun Gales yang ada di sebelahnya justru terlihat sebaliknya, begitu ceria. Dengan tanpa beban ia membuka pintu dan menyapa beberapa orang yang ada di sana dengan senyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Reader
Teen FictionSeorang lelaki yang bisa membaca sifat orang lain dari wajahnya