04. Dunia memperlihatkan rahasia.

52 10 0
                                    

Saat disekolah, Hanin dan Arsyad menghabiskan waktu yang sangat lama untuk memperdebatkan lagu apa yang akan mereka nyanyikan, dan sampai jam pulang mereka baru sepakat akan menyanyikan lagu Menangis di jalan pulang dari lagu Nadin Amizah. Itu pun karena Arsyad yang mengalah pada Hanin, karena Arysad lebih memilih lagu Dan, selesai.

Saat ini, ditengah malam Hanin masih membuka matanya dan duduk dimeja belajar kamarnya. Ia membayangkan kembali perdebatan antar dirinya dengan laki-laki itu. Hanin menyadari ternyata Arsyad bisa banyak bicara, apalagi mereka berdebat dari jam istirahat sampai jam pulang, karena hari ini tak ada satu pun guru yang mengajar.

Ditengah-tengah lamunannya, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu kamarnya, padahal ini sudah tengah malam siapa yang masih terbangun di dini hari?

"Kak, aku boleh masuk?" ternyata itu adiknya, kenapa jam segini ia belum tidur?

"Masuk aja, pintunya ga dikunci," setelah Hanin menyaut, pintunya langsung terbuka dan memperlihatkan adiknya yang berdiri dengan matanya yang sembab dan hidungnya yang memerah. Hanin sangat terkejut, ia langsung berlari menghampiri adiknya itu dan mengelus wajahnya.

"Kenapa?" Hanin begitu khawatir dengan adiknya, karena Haidar hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Ia menarik adiknya untuk masuk kedalam kamarnya dan menutup kembali pintu kamarnya, lalu ia menuntun Haidar untuk duduk di kasurnya.

"Kenapa?" tanya Hanin sekali lagi, namun Haidar malah memeluknya dan kembali menangis dengan terisak-isak. Meskipun adiknya tak berbicara apapun, namun ia merasakan ada hal yang menyakiti perasaan adiknya.

Hanin membalas pelukannya dengan sangat erat dan mengelus surainya, mencoba untuk sekedar menenangkannya agar adiknya bisa berbicara apa yang terjadi.

Tak lama, Hanin merasa adiknya sudah mulai tenang, ia melepaskan dekapannya dan mengusap wajah Haidar yang penuh dengan air.

"Kenapa? Cerita sama kaka kalo ada apa-apa," meskipun Hanin terkadang merasa jengkel dengan adiknya, ia tetaplah seorang kakak. Mengingat bahwa dirinya yang tiga tahun lebih tua dari adiknya, Hanin selalu berusaha agar menjadi kakak yang baik untuk adiknya.

"Tadi ... Waktu aku pulang sekolah, aku liat ayah ... boncengan sama cewek lain kak"

Hancur sudah, rahasia yang selama ini ia simpan sendirian sudah diketahui oleh adiknya sendiri. Padahal sudah satu tahun ia menyembunyikan nya dengan baik, tetapi dunia malah memperlihatkan nya pada adiknya. Hanin tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, karena ia tak menduga hal seperti ini akan terjadi.

"Kenapa kak? Kenapa ... Ayah kaya gitu...?" Haidar kembali meneteskan air matanya, hatinya terasa sakit bagaikan tertusuk oleh seribu panah. Melihat bahwa adiknya yang baru berusia empat belas tahun sudah mendapatkan hal yang menyakiti dirinya secara tak langsung membuat Hanin semakin membenci ayahnya.

"Kakak pasti udah tahu kan tentang hal ini?"
Lagi-lagi Hanin tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Haidar, ia hanya menatap wajah adiknya dengan penuh penyesalan. Ia kembali memeluk adiknya dan menangis dalam dekapan nya.

"Maaf..," hanya kata maaf yang bisa ia ucapkan.

Kini mereka saling berpelukan kembali, merenungkan kenyataan yang ternyata ayahnya memiliki perempuan lain di hidupnya. Mempertanyakan banyak pertanyaan yang timbul dipikiran membuat dunia terlihat sangat kejam.

"Pokoknya untuk sekarang jangan sampe ibu tahu, kita rahasia in dulu ya?"

"Sampe kapan?"

"Kaka juga gatau"

Perselingkuhan bukanlah sesuatu yang kecil. Konon katanya orang yang berselingkuh merasa dirinya mencintai dua orang di hatinya, namun kenyataannya manusia memang selalu menginginkan sesuatu yang lebih dan lebih, mereka tak pernah puas dengan apa yang mereka punya.

"Berapa lama kakak nyembunyiin ini?"

"Sekitar setahun"

Haidar kaget bukan main, satu tahun lamanya kakaknya menyimpan hal ini, pasti kakaknya lebih hancur daripada dirinya. Ia bingung harus melakukan apa untuk kakaknya, karena terkadang ia menjadi adik yang tak baik untuk Hanin.

"Udah gapapa, sekarang kamu tidur gih," meskipun begitu Hanin selalu menjadi kakak yang terbaik untuknya, Haidar menyukai bagaimana kakaknya mengelus surainya dengan lembut, rasanya seperti ia mendapatkan sesuatu dari surga.

"Mau tidur disini sama kakak"

"Yaudah, sono tidur"

"Kakak ga tidur?"

"Engga, kakak masih ada tugas," Haidar yang melihat Hanin berjalan ke arah meja belajarnya memajukan bibirnya dan membuat wajah melas, namun ia ingin menjadi adik yang baik untuknya, Haidar membaringkan dirinya dikasur milik kakaknya. Sedangkan Hanin kembali mengerjakan tugasnya yang sempat terlantarkan.

"Kak," di saat-saat ia akan menutup matanya, Haidar malah membuka mulutnya kembali dan memanggil Hanin yang fokus mengerjakan tugasnya.

"Apa?"

"Menurut kakak ayah baik ga?"

"Engga," tanpa berpikir satu detik pun, Hanin langsung menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Haidar tanpa ragu. Adiknya yang sangat terkejut membulatkan matanya dengan sempurna.

"Jahat banget.."

"Ya menurut kakak emang engga, kan perlakuan ayah ke kaka sama ke kamu beda seratus delapan puluh derajat"

"Iya sih.." tentu saja, mengingat bagaimana ayahnya memperlakukan Hanin dengan sangat keras dan selalu berbicara kasar dengan kakaknya.

"Jadi kakak benci sama ayah ga?"

Pertanyaan Haidar kali ini tak dijawab oleh Hanin, kakaknya seakan-akan tak mendengar dirinya bertanya pada kakaknya.

"Kak?"

"Udah sono tidur, dah malem," bukannya mendapatkan jawaban, Hanin malah menyuruhnya untuk tidur dan berbicara dengan ketus pada adiknya.

"Ish, yaudah!" merasa kesal dengan cara bicara kakaknya, Haidar membalikkan dirinya menghadap tembok dan membelakangi kakaknya yang ada disampingnya.

"Jadi kakak benci sama ayah ga?" benci? sama ayah?

Hanin bahkan mempunyai keraguan apakah dirinya anak kandungnya atau tidak, melihat bagaimana ia diperlakukan sangat jauh berbeda dengan adiknya. Ia selalu bertanya mengapa ayahnya mendidiknya dengan keras, apakah karena ia anak pertama di keluarga ini? atau ada alasan lain? Lalu ia teringat kejadian yang membuat dirinya hancur berkeping-keping.

•'★.°

Lima tahun yang lalu, Hanin yang masih berusia dua belas tahun memberanikan dirinya untuk berbicara serius dengan ayahnya. Awalnya ia sedikit ragu karena mengetahui bagaimana temperamen ayahnya yang sangat emosional, namun ia meyakinkan dirinya agar ia tahu alasan mengapa ayahnya tak pernah baik padanya.

"Ayah, ayah sebenernya sayang aku ga sih?"

"Maksud kamu nanya gitu hah?!"

"Ayah selalu baik sama Haidar, kenapa sama aku ayah-"

"Karena ayah ga berharap kamu yang lahir"

Mungkin kali ini ayahnya tak berbicara dengan nada tinggi, namun beberapa kata yang keluar dari mulut ayahnya mampu membuat Hanin diam tak berkutik dan hatinya hancur, sehancur hancur nya.

"Ayah.. Ayah jahat!"

'Plak!'

Satu tamparan keras berhasil menghasilkan keheningan dalam ruangan, Hanin sangat terkejut mendapati dirinya ditampar oleh ayahnya sendiri. Ia memegang pipinya yang terasa perih dan matanya berkaca-kaca, lalu ia pergi meninggalkan ayahnya.

Membayangkan kejadian itu membuat Hanin tak bisa fokus pada tugasnya, sejak saat itulah Hanin merasa kecewa juga benci pada ayahnya dan ia semakin yakin bahwa ayahnya tak pernah menyayangi nya.

Ingin berharap pun percuma, terlanjur penuh benci.

>>>

Dunia selalu punya kejutan untuk kita. || Ning Ning [Aespa] w/ Jaemin [NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang