Chapter 1: Magical Historian

38 7 3
                                    

Tobias Wright. Itu adalah nama terbaru yang dia pilih sekarang. Sederhana, cukup pasaran, dan tidak mencolok. Sangat cocok untuk peran yang sudah dia jalani selama dua belas tahun tahun belakangan. Pemuda itu pernah bernama Alan Treningham, saat bergabung dalam kelompok revolusi di Ingidland. Di waktu lain orang mengenalnya dengan nama Alfred Hopton. Saat itu dia membantu kelompok medis dari kerajaan yang memenangkan pertempuran Meria.

Kali terakhir, nama yang disandangnya adalah Francis Estney. Itu adalah perang terpanjang yang pernah dia alami. Sebagai Francis, dia berperan sebagai tim ekspedisi di hutan Tharis. Kerajaan tersebut harus berjuang melawan sekelompok manusia serigala yang memangsa penduduk. Lima tahun lamanya peperangan itu berlangsung, melibatkan misi penyelundupan, gerilya dan akhirnya meletus perang terbuka antar dua ras; manusia dan lycan.

Kini, enam bulan sudah berlalu sejak kemenangan kerajaan manusia di hutan Tharis. Pemuda itu menanggalkan nama Francis, dan memilih dipanggil Tobias Wright. Tidak ada yang tahu nama aslinya, nama yang disandangnya sejak lahir hingga berusia delapan tahun. Karena sejak kematian orang tuanya, Tobias dibesarkan oleh seorang guru dan belajar menjadi seorang sejarawan sihir.

"Jangan pernah terlibat dalam kejadian apa pun. Jangan menjalin hubungan dekat dengan siapa pun. Tugasmu hanyalah mencatat sejarah, tanpa berpihak pada pihak mana pun," pesan sang Guru yang selalu diulang-ulang seperti kaset rusak sejak Tobias masih kecil.

Lima tahun kemudian, sang guru akhirnya melepasnya pergi untuk mencatat sejarah yang dia lihat sendiri. Usia Tobias saat itu baru tiga belas tahun. Dia mengarungi lautan, menjelajah benua, dan menyaksikan pertempuran demi pertempuran. Orang-orang tidak mengetahui nama aslinya, mereka pun melupakannya dengan cepat.

"Menepi! Turunkan jangkar!" Lamunan Tobias buyar oleh suara kapten kapal yang memberi komando pada awak kapalnya. Mereka sampai di pelabuhan Gravewick Wharf, wilayah kerajaan Roladia di selatan.

Dengan sigap pemuda itu membereskan barang-barangnya ke dalam satu koper berukuran sedang, lantas mengikuti arus orang-orang yang mulai berjalan turun dari geladak. Tidak banyak penumpang kapal yang berlayar bersamanya hari itu. Tentu saja itu karena kerajaan ini tengah berada di tengah peperangan dengan bangsa Tiodore dari pegungungan selatan. Karenanya, jumlah pedagang dan pengunjung yang datang ke sana segera berkurang drastis. Padahal dari yang diketahui Tobias, pelabiuhan itu seharusnya merupakan salah satu kota perdagangan tersohor di lima benua.

"Hei tunjukkan tanda pengenalmu!" sergah seorang awak kapal botak dan berbadan kecil. Hanya ada sejumput rambut hitam yang dikepang sepanjang punggung dari ujung kepalanya. Meski begitu, ia tampak sangar dengan sekujur tubuh dipenuhi tato berwarna hitam.

Tobias tidak menjawab dan hanya menunjukkan punggung tangan kirinya. Sebuah simbol emas berbentuk seperti cakram dengan matahari dan bulan saling bersisihan serta sebuah buku terbuka di tengah-tengahnya terlihat layaknya markah yang tertoreh di sana. Itu adalah simbol bagi para sejarawan sihir, sebuah profesi yang tidak bisa disandang oleh sembarang orang.

Si pria botak kecil melongok menatap markah emas di punggung tangan Tobias itu. Setelahnya, sikap sok galak yang dia tunjukkan tadi pun luruh, berubah menjadi dengkusan pendek.

"Sejarawan rupanya," gumam pria kecil itu sembari memberi gestur pada Tobias untuk lewat tanpa pemeriksaan lebih lanjut.

Tobias pun berjalan pergi dan turun dari geladak tanpa masalah. Pelabuhan itu tampak lebih lengang dari yang seharusnya. Beberapa penginapan dan restoran juga tidak beroperasi, dengan pintu dan jendela tertutup rapat. beberapa bar yang buka terlihat sepi pengunjung dan tidak terdengar hiruk-pikuk yang lazim terjadi di sebuah tempat minum. Meski begitu, Tobias tetap menjelajahi kota itu tanpa mengeluh. Sudah tugasnya untuk berada di sana, mengamati apa pun yang terjadi di kerajaan tersebut. Itulah pekerjaannya.

"Apa aku mendatangi kerajaan yang akan kalah, ya?" gumam pemuda itu sambil menengadah menatap papan nama tempat minum yang sudah miring karena usia.

Hanya ada beberapa pelanggan yang duduk di tempat minum tua tersebut. Tiga pelaut tua dan dua orang berbaju zirah yang tampaknya prajurit petualang. Tobias memilih untuk duduk di meja tengah, dekat dengan para pelanggan lainnya. Siapa tahu mereka bisa berbincang-bincang dan Tobias bisa mendapat berita yang menarik.

"Apa pesanan Anda, Tuan?" seorang pelayan wanita berwajah muram mendatangi meja Tobias. Celemeknya terlihat usang dan penampilannya tampak membosankan.

"Aku ingin minuman yang menyegarkan. Ada saran?" tanya Tobias sambil tersenyum ramah.

"Kami punya Mystic Elixir. Itu campuran vodka dengan curaçao liqueur dan sirup lemon," jawab sang pelayan dengan nada datar, tanpa perubahan ekspresi sama sekali.

Tobias meringis menghadapi pelayanan yang begitu suram tersebut. "Itu juga boleh. Terima kasih, ya," ujarnya tetap berusaha ramah. Namun, sang pelayan sama sekali tidak menjawabnya dan langsung berbalik pergi setelah mendengar pesanan pelanggannya.

"Pantas saja tempat ini sepi," gumam Tobias sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Pemuda itu mengabaikan perlakuan buruk sang pelayan dan memilih untuk mengamati orang-orang di sekitar. Ia menimbang-nimbang untuk mengajak bicara salah satu kelompok pengunjung yang ada di meja dekat sana. Namun, tiga pelaut tua itu tampaknya sudah mabuk dan masing-masing meracau dengan wajah memerah. Berbarel-barel gelas bir yang berserakan di atas meja dan beberapa tumpah sampai menets ke lantai.

Tobias pun beralih ke meja lain yang berisi dua prajurit berbaju zirah. Pakaian mereka yang tidak menggunakan warna atau emblem spesifik menunjukkan kalau mereka adalah ksatria pengembara yang biasanya bekerja secara lepas pada orang-orang yang mau membayar. Mereka tidak terikat atau terafiliasi pada organisasi, guild, atau kerajaan tertentu dan hanya datang ke tempat majikan yang menyebar quest di jaringan guild informasi. Mungkin dua orang itu datang untuk menjadi tentara bayaran kerajaan Roladia.

"Hari yang cerah untuk minum alkohol, Tuan-tuan," sapa Tobias dengan suara cukup keras.

Dua ksatria berbaju zirah itu pun menoleh ke arahnya. "Cukup cerah untuk membunuh orang," jawab salah satu dari mereka yang berzirah cokelat tua. Tampangnya gahar dengan codet di dekat mata kiri dan pelipis kanan.

"Maafkan gurauan teman saya. Dia sedang sensitif karena mabuk laut," sahut ksatria lain yang terlihat lebih muda dan ramah.

"Ah, itu bisa terjadi. Kalian juga baru tiba di sini ternyata. Jangan-jangan kita berada di kapal yang sama tadi?" tanya Tobias melanjutkan percakapan.

"Oh tidak. Kami sudah sampai sekitar tiga jam yang lalu. Tapi mabuk laut Ethan tidak juga mereda. Katanya dia masih pusing dan mual-mual."

"Harusnya kita tidak mengambil misi ini, Liam. Dari pelabuhannya saja kita tahu kalau tidak ada harapan untuk kerajaan ini. mereka mungkin akan segera kalah," ujar Ethan dengan suara paraunya yang seperti tercekat.

Liam, rekannya yang lebih muda, tampak berpikir sejenak. "Yah, kita sudah terlanjur sampai sini. Kita ikut saja dalam satu atau dua peperangan, lalu mengambil bayarannya dan pergi. Tidak perlu terlibat sampai akhir," tukasnya memberi ide.

Ethan mendengkus menanggapi. "Memang seperti itu rencanaku."

"Kalian ksatria bayaran ya? Apa kalian datang karena ada panggilan misi dari kerajaan Roladia?" tanya Tobias kemudian.

"Begitulah. Quest-nya sudah turun sejak beberapa hari yang lalu. kami langsung berlayar ke sini untuk bekerja. Apa kau juga ksatria pengembara?" Liam balas bertanya.

"Oh bukan. Tapi urusanku sepertinya mirip dengan kalian. Mungkin kita bisa menjadi rekan perjalanan sampai ibu kota," kata Tobias menawarkan. "Aku seorang sejarawan sihir," imbuh pemuda itu seolah-olah identitas tersebut berpengaruh pada keputusan para ksatria.

Liam tampak menatap Ethan. Rekannya itu hanya mengangguk singkat menanggapi. Liam pun tersenyum puas dan kembali menoleh ke arah Tobias. "Tentu saja. Itu bagus punya tambahan rekan perjalanan," ujarnya senang. 

Tale of The HistorianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang