Chapter 11: The Battle

6 3 0
                                    

Sejak melihat Elaine sore itu, Tobias tidak pernah bertemu dengan sang putri lagi. setelah itu, dia terlalu sibuk berlatih sambil menunggu perintah pertempuran. Elaine juga sangat jarang keluar tendanya. Dia memiliki tempat berlatih terpisah di belakang teda utama. Dan meski sekali waktu Elaine berkeliling untuk melihat latihan, tetapi Tobias tidak pernah berpapasan dengan gadis itu.

Sejenak Tobias melupakan tentang sang putri. Selain berlatih, ia juga banyak menghabiskan waktunya untuk mengobrol dengan para ksatria lain. Beberapa prajurit veteran yang sudah lebih dulu berada di garis depan berbagi cerita mengenai pertempuran mereka sebelumnya, termasuk banyaknya korban jiwa dari pihak Roladia yang tidak bisa dipulangkan ke kampung halaman mereka.

"Awalnya, saat jumlah pasukan kita memadai, prajurit yang gugur bisa dikembalikan ke ibu kota dan dimakamkan dengan layak oleh keluarga kita. Tapi setelah berbulan-bulan pertempuran tanpa akhir, semakin banyak yang tewas dan jumlah kami pun berkurang dengan cepat. Karena itu kami tidak bisa membawa jasad-jasad prajurit yang gugur kembali ke ibu kota," terang Godwin, ksatria senior yang sudah bertahan di garis depan sejak awal pertempuran.

"Bahkan regu yang mengirim pasokan makanan juga semakin jarang datang. Kita seperti dibuang di perbatasan," imbuh Elric, prajuri paruh baya, sambil menyodok-nyodok api unggun yang sedang memanggang daging rusa buruan. Pasukan itu semata-mata bisa bertahan dengan berburu dan mengambil air di sungai tengah hutan.

"Kondisi ibu kota dan desa-desa lainnya juga sangat memprihatinkan. Kita tidak bisa menyalahkan mereka. Pasokan bahan makanan rakyat juga menipis." Blaine menimpali lantas menceritakan pengalamannya saat berada di desa terakhir di perbatasan.

"Tapi seharusnya, dalam waktu satu tahun ini, kebun dan ladang kita yang dihancurkan kaum Tiodore sudah bisa dipulihkan. Pasukan mereka sibuk berperang di garis depan, jadi seharusnya tidak lagi mengincar titik vital kerajaan kita." Prajurit lain yang ikut berkumpul di api unggun angkat bicara.

Sejeak suasana jadi hening. Isu ini cukup sensitive sehingga masing-masing orang tenggelam dalam asumsi mereka. Namun kemudian, Ethan angkat bicara.

"Ini bukan ranahku untuk berpendapat karena aku hanya ksatria bayaran. Tapi biasanya dalam perang panjang seperti ini, para bangsawan juga mulai kehabisan sumber daya. Jadi biasanya mereka melakukan hal-hal yang tidak semestinya," ungkap pria itu sembari memotong paha rusa yang sudah matang dan membagi-bagikannya pada para prajurit yang berkumpul.

"Tentu saja, para pencuri itu. mereka hanya memikirkan diri sendiri dan membiarkan rakyat sengsara," timpal Godwin lantas menggigit dagingnya.

"Bukankah Roladia punya Putra Mahkota? Kemana perginya pewaris kerajaan itu? Kenapa justru adik perempuannya yang disuruh menyelesaikan masalah?" tanya Liam tanpa basa-basi.

Wajah para ksatria Roladia berubah muram. Mereka seperti enggan berkomentar layaknya sedang membicarakan hal tabu. Akan tetapi, Godwin akhirnya membeberkan sedikit informasi.

"Ada gosip yang beredar di antara para prajurit. Katanya pertempuran ini sengaja direkayasa oleh Putra Mahkota untuk menyingkirkan adiknya. Prestasi Putri Elaine lima tahun belakangan memang sangat cemerlang dank arena itu posisi Putra Mahkota jadi terancam," ungkap Godwin dengan suara rendah, berharap ucapannya tidak menimbulkan masalah.

Itu sepertinya adalah rahasia umum. Para ksatria dari kerajaan mengangguk-angguk setuju. Hanya Tobias, Liam dan Ethan yang baru mendengarnya. Mendengar cerita itu, Tobias pun ingat pengamatannya tempo hari ke kemah musuh. Penghalang sihir yang mementalkan spirit elangnya bukan jenis sihir sederhana.

"Apa pasukan Tiodore memang sangat kuat?" tanya Tobias kemudian.

Godwin menghela napas berat. "Kau akan tahu saat menghadapinya langsung. Rasanya seperti ... bukan manusia. Ini bukan pertempuran pertamaku. Aku sudah sering bertempur melawan pasukan dari kerajaan lain. Semakin sering kau membunuh, semakin kau bisa mengukur kemampuan lawanmu. Tapi saat aku melawan pasukan Tiodore ... menurutku mereka bukan manusia," ujarnya nanar.

Tale of The HistorianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang