02. NEED

34 7 0
                                    

Hai, terima kasih sudah mendukung karyaku. Semoga betah di lapak ini, ya hehe. ✨

Happy Reading💙

•••••

Sama seperti sebelumnya, tak ada yang spesial bagi Renata Lucy Bachtiar atau yang akrab di panggil Reba. Hari ini, kemarin, esok, akan sama mendungnya. Ia lebih memilih tidak mengadakan pesta apapun. Baginya, tak ada yang harus dirayakan. Bertambahnya usia sama dengan berjalan menuju pemakaman, dan merayakannya seperti menari di atas kematian. Ya, kematian wanita yang amat ia sayangi dan kepergian saudara  yang tak ia yakini.

Kejadian hari itu, membuatnya jatuh pada lubang yang amat dalam. Luka yang tak akan sembuh hingga waktu yang tak di tentukan.

"Baby, kamu nggak seneng?" Ucap seorang laki-laki yang tengah berdiri didepannya dengan sebuah kue ulangtahun dan sebuket bunga cantik di tangan kanannya.

Sambil menghela nafas yang tertahan Reba berjalan mendekat, mengambil buket lily cantik dari tangan sang kekasih. "Ayo, masuk."

"Baby, lilinnya hampir habis. Kamu nggak mau tiup lilin dulu?" Tanya kekasihnya lagi.

Reba menatap tak minat pada lilin payah itu. Biarkan saja lilinnya mati, siapa yang akan peduli? "Kamu mau minum apa?" Isi kulkasnya ditata dengan rapi. Berbagai camilan, buah, dan minuman berbagai jenis berbaris dengan cantik. Reba lekas mengambil minuman kaleng dan beberapa buah persik favorit sang kekasih.

"Kamu masih nggak suka kejutan?"

Samar terdengar tawa dari bibirnya. "Kapan aku bilang nggak suka kejutan?"

Laki-laki ini lantas mengerutkan dahinya. "Dulu kamu bilang—"

"Aku nggak suka hari ulang tahun, bukan berarti aku nggak suka kejutan." Ucap Reba yang lalu menyandarkan kepala di bahu Kaisar. "Aku nggak butuh pesta atau kejutan apapun, aku butuhnya kamu" Lanjutnya. Hembusan nafas saling bersautan di antara keduanya.

Sesekali matanya melirik sedikit menengadah ke arah Kaisar yang ia jadikan sandaran. Menggoreskan pola abstrak di punggung tangan berurat milik kekasihnya. Ternyata mereka telah berjarak untuk waktu yang cukup lama. Membuat api kerinduan bersorak karena berhasil bertemu pemantiknya.

Kaisar tersenyum tipis memperhatikan setiap lekuk wajah gadis yang tengah bersandar disampingnya. Sangat amat patut ia akui semakin hari kecantikan dewi Aphrodite semakin jelas di wajah kekasihnya — Reba. Pria itu yakin, dibalik matanya yang redup dan tatapannya datar, ada pengharapan besar yang tumpukan padanya.

"Maaf ya, aku nggak di samping kamu setiap kamu butuh. Jarak dan waktunya masih nggak memungkinkan." Ujarnya seraya membelai lembut surai legam nan panjang milik Reba.

Reba menengadahkan wajahnya menatap lekat pada Kaisar. "Kamu bisa 'kan, temenin aku sedikit lebih lama di sini?"

Tatapan itu begitu penuh harapan, Kaisar sangat tau dan mengerti hal itu. Ini kali kedua Reba melewati ulangtahun bersamanya. Dan keinginannya tak berubah, gadis cantik ini hanya meminta kekasih tampannya untuk tinggal lebih lama di hari ulangtahunnya.

"Aku usahakan, tapi aku nggak bisa janji, ya. Banyak kerjaan yang aku tinggalin di sana." Sambil sesekali mengecup pucuk kepala Reba yang kemudian terdiam.

"Terserah." Ucapnya yang lantas beranjak dari samping Kaisar.

Melihat reaksi gadisnya seperti itu Kaisar turut bangkit sedikit was-was, sepertinya dia marah. "Baby, are you mad at me?" Kaisar terus mengikuti setiap langkah Reba dengan tatapan yang begitu intens. "Baby, please.. Hei, baby.. Sayang." Nada bicara yang lembut dan tatapan yang hangat itu tak mendapat respon berarti.

Reba hanya samar-samar menaikan sebelah alisnya dan mengulum senyum tipis. "Nggak usah kepedean, siapa yang marah sama kamu?" Ujarnya tanpa menatap.

"Kamu nggak marah?" Tanyanya heran. "Terus kenapa kamu tinggalin aku gitu aja?" Wajahnya memelas karena khawatir, bibirnya mengerucut gaya merajuk dan Reba hanya terkekeh pada kekasihnya sekilas.

"Kenapa harus khawatir aku marah? Aku tinggalin kamu karena aku mau hangatin makanan. Kamu lapar, kan?"

Ragu-ragu pria itu menganggukan kepala. Mulutnya terkatup, matanya bergerak mengikuti setiap inchi pergerakan kekasihnya. Memang benar, Reba kini tengah sibuk menghangatkan makanan untuknya.

"Lagipula, sejak awal kenalpun kita udah LDR, kan? Kita juga jalanin hubungan seperti ini atas kesepakatan bersama. Tapi kalau sekali-kali aku pengen kamu lebih lama sama aku wajar dong? Bukan berarti aku lupa sama kesepakatan kita di awal. Aku cuma kesepian, Kai. setiap tanggal 7 Oktober datang rasanya aku mau mati aja kalau nggak ada kamu."

Tipis. Tipis sekali senyum itu. Senyum yang hanya tertinggal di bibir tanpa binar di mata.

"Maaf." Lirih Kaisar sambil memeluknya dari belakang. "Maaf. Aku akan stay di sini sama kamu. Aku nggak akan biarin masa depanku kesepian."

Reba menoleh kearah Kaisar yang tengah memeluknya erat. "Kamu yakin?"

"Ya!"

"Aku yang sekarang gak yakin."

Kaisar melepas pelukannya perlahan. "Why?"

Tanpa menjawab pertanyaan Kaisar, Reba bergerak menjauh dan menyiapkan hidangan di meja makan. Meskipun tak banyak dan hanya ala kadarnya saja, tetapi rasanya cukup untuk porsi makan berdua.

Sejujurnya, Reba tahu permintaan pasti sulit untuk Kaisar yang juga seorang bintang dinegaranya. Reba tahu ia akan kecewa esoknya. Kaisar tak akan bisa menetap di sini untuk waktu yang lama sedangkan dirinya sendiripun enggan untuk berlama-lama berada di Indonesia. Sekalipun saat ini ia masih berstatus warga negara Indonesia, ia tetap tak suka dengan tanah kelahirannya. Potong memori kehilangan dan rasa terbuang yang sangat menyakitkan.

Reba mencoba untuk tidak egois, mencoba untuk memberi ruang bebas bagi Kaisar meski jauh dari lubuk hatinya ingin ikat saja Kaisar agar tetap disisinya. Tak akan Reba beri celah untuk siapapun berada di sekitar Kaisar. Tak juga dengan para entertain yang numpang popularitas pada kekasihnya. Agar ia tak lagi takut kehilangan pria yang sangat ia cintai ini, pria yang tinggal satu-satunya di hidup Reba. Yang ia jadikan tumpuan hidup.

Mata indahnya melirik pada Kaisar yang sudah melahap makanannya dengan semangat. "Enak?"

Kaisar mengangguk dengan antusias. "Parah! Enak banget baby." Ucapnya seraya menyendok kembali teriyaki yang sisa setengah piring.

Reba berdecih sambil tertawa. "Habisin aja, masih ada satu kok."

Cukup dulu untuk saat ini, ia tak ingin pertemuannya dengan Kaisar harus di warnai perdebatan tak berujung dengan alasan dirinya membutuhkan Kaisar. Ia mengambil resiko berpacaran dengan seorang Kaisar Akari yang memiliki begitu banyak penggemar, ia harus mengerti konsekuensinya adalah waktu yang tak banyak.

°°°°°

"KEN GUE BILANG LO MASUK!" Sentak pria dengan setelan kaos polo dan celana bahan yang tampak lekat di tubuh atletisnya. Wajah tampanya menatap nyalang seseorang yang setia duduk di kursi rodanya.

Tak ada wajah marah, pria tampan di kursi roda itu terlihat begitu tenang seperti sudah biasa menghadapi sikap kasar adiknya. "Mas harus kerja."

"Lo enggak perlu kerja, orang cacat kayak lo nyusahin doang kalau kerja." Ucap datar sosok yang gagah berdiri didepannya.

Pria yang dipanggil Ken mulai menghela nafas berat. Lagi. Ken harus menghadapi adiknya keras kepala. "Mas punya tanggung jawab di perusahaan."

"Gue gak suka dibantah."

"Cio-"

"ZUMA! Gue Zuma bukan Cio." Tegasnya dengan rahang yang mengeras. "Lo harus banyak istirahat, Ken... Kurung dia!" Titahnya pada beberapa orang yang berdiri di belakangnya.

"Ada masalah baru?" Tanyanya dengan tenang, ia yakin adiknya tak akan kembali protektif padanya jika tak ada masalah atau sesuatu yang mengusik adik kesayangannya.

Perlu kalian ketahui, adikku tidak kasar. Dia juga tidak menyakitiku. Dia hanya terlalu khawatir hingga sikapnya kadang tak ter kontrol.

THERE'S NO IN BETWEEN, BENECIO.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang