•••••
RENATA BACHTIAR P.O.V.
Aku berdiri mematung di balkon yang mengakses langsung menuju kamar utama yang ku tempati. Menghirup udara sejuk dengan angin yang sedikit kencang malam ini.
"Kak, tadi Kai lagi-lagi nanyain perasaan aku. Katanya kenapa aku keliatan baik-baik aja beberapa hari ini. Katanya kenapa kemarin pas aku ulang tahun aku gak berekspresi apapun, bahkan aku nggak nangis... Kak, Kai nggak tau kalau aku menjerit setiap malam. Kai gak boleh terus-terusan lihat aku terpuruk kan, karena selalu ingat kakak sama Mommy."
Aku tersenyum getir dengan tatap menerawang.
"15 tahun kak. Kenapa kakak belum pulang? Aku tau kakak ada dibelahan dunia yang lain sekarang. Aku tau kakak masih hidup. Pulang, kak. Jangan ikut Mommy. Kakak tau kan Papi sekarang udah bahagia tanpa aku? Papi ninggalin aku demi keluarga barunya, kak. Papi gak sayang sama Mommy, sama kita."
"Aku harus cari kakak kemana lagi? Aku tau kita bukan kembar identik, muka kita gak mirip tapi setidaknya kita masih punya satu kesamaan 'kan? Kenapa susaaah banget cari kamu, kak. Airmata aku bahkan udah kering sekarang setiap aku ngajak kakak bicara. Aku udah nggak bisa nangis lagi, kak."
"Kalau nanti kakak pulang, aku kenalin kakak sama Kaisar. Aku janji. Kakak harus berterima kasih sama dia, karena dia yang selama beberapa tahun terakhir jagain aku. Dia baik banget. Manis-banget. Dia banyak berkorban buat aku kak. Tapi sampai sekarang rasanya aku masih nggak adil sama dia. Aku belum bisa terbuka sama hubungan kami. Aku maunya kakak duluan yang tau hubungan aku sama Kaisar, bukan orang lain." Keluhku.
"Apa itu artinya kamu belum cukup yakin sama aku? Kalau sampai kapanpun kakak kamu gak kembali, apa itu artinya hubungan kita juga gak akan bisa berlanjut?" Suara itu hampir saja membuat jantungku berhenti.
Sejak kapan Kaisar disana? Apa dia mendengar semuanya?
Aku berdeham membasahi tenggorokanku yang mendadak kering. Membalikkan badan yang sedikit kaku ini. Entah apa yang mesti aku katakan untuk menghiburnya.
"Gak apa-apa, aku ngerti." Lanjutnya.
Senyum itu semu.
Aku tak yakin Kai baik-baik saja. Dia selalu menanyakan hal serupa tetapi jawabanku masih sama. Aku belum bisa mengungkap hubungan kami di depan publik. Aku takut.
Kakiku mengayun lebih dekat kearahnya, menyejajarkan posisi tepat di depan kedua matanya. Menghilangkan jarak yang sengaja ku hapus. "Maaf. Aku bukan-"
"Shttt!" Kaisar menghentikanku.
Tak banyak yang dia ucapkan selain tangannya yang bergerak memelukku. Sedikit mencelos. Hatiku seketika merasa bersalah melihat sikapnya. Aku tahu mungkin saat ini Kai sedang kecewa lagi padaku. Kekecewaan yang selalu dia dapatkan dariku.
"Aku cuma takut, aku takut kamu benar-benar tidak yakin dengan hubungan kita. Aku juga takut kamu semakin termakan berita di luar sana. Aku mau kita segera publish hubungan kita, biar gak ada lagi yang menyalahartikan sikapku."
Aku menghembuskan nafas kasar. "Rumia Oliver? Kalian masih menjalin hubungan?" Sahutku kesal.
Aku melepaskan pelukan kami. Sakit sekali harus menyebutkan nama itu. Nama yang begitu tertaut dengan seorang Kaisar Akari. Nama yang akan langsung diingat ketika seseorang menyebutkan nama Kaisar. Pasangan yang didamba semua orang.
Aku kesal. Aku pun tak ikhlas orang-orang selalu mengatakan Kaisar sangat cocok dengan Oliver, kaisar berjodoh dengan Oliver. Kaisar milik Oliver.
BUKAN! Kaisar itu milikku. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku sendiri yang membuat batasan di hubungan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
THERE'S NO IN BETWEEN, BENECIO.
General FictionRenata Lucy Bachtiar telah cukup lama berjarak dengan rumah yang tinggal cercahan memori dalam hatinya. Berjalan di atas segala kekacauan masalalu yang ia pasrahkan. Luka kehilangan yang tak akan mengeringpun turut kembali mencuat. Siapa sangka keda...