Kepalaku pusing. Semua kejadian yang menimpaku terjadi begitu cepat seolah tidak membiarkanku istirahat.
"Om, jangan terlalu berpikir keras, nanti cepat tua." Dan kepalaku tambah pusing karena bocah ini. Kalau saja bukan karena (name) yang menyuruhku menjaganya, aku mana mau. "Berisik bocah. Aku sedang banyak pikiran, jangan ganggu."
Tujuanku sekarang hanyalah toko itu, toko dimana si kakek tua serba tau berada. Aku tidak tahu apakah dia seperti si hantu opera atau si pucat orange, aku tidak peduli. Aku harus mendapatkan informasi dari si pak tua itu dan segera membawa teman-temanku juga (name) ke kota Desty, atau negeri Desty? Pokoknya itu. Kalau dalam game RPG disebut speedrun, dan itu yang aku lakukan. Aku harus cepat-cepat membuka kota Desty dan mendapatkan Hero bintang lima, kalau ada.
Disini, aku malah dapat Hero bintang 2 yang tak punya kekuatan apapun. Dia hanya punya pipa ajaib yang mungkin saja tak pernah dia gunakan.
"Pak tua!" Aku masuk dengan cara mendobrak pintu. Seperti di putaran sebelumnya, dia duduk di belakang counter dengan koran di tangannya. Dasar tua bau tanah, mereka doyan sekali membaca koran, apa serunya?
"Melihat kau yang kenal aku, sepertinya ini bukan kali pertama, iya kan?" Aku mengangguk. Aku menghampiri counter diikuti dengan bocah yang terus saja mengintiliku seperti anak itik.
Pak tua itu tampak terkejut melihat si bocah. Apa ada hubungannya dengan si pak tua? Yah, paling hubungan kekeluargaan. Aku tidak mau ikut campur.
"Pak tua. Apa kau tahu sesuatu tentang Phantom dan Ozero?" Tanyaku langsung pada intinya. Aku tidak punya waktu, aku harus speedrun ceritaku ini. "Kenapa om menanyakan Ozero? Kenapa tidak langsung tanya saja pada Ozero?" Aku menutup mulutnya dengan jari telunjukku dan ibu jariku. "Bocah yang baru lahir kemarin diam saja. Ini pembicaraan orang dewasa."
"Hei, apa kau ingat aku?" Pertanyaan itu bukan ditujukan padaku, tapi pada bocah dibelakang ku ini. Tatapan si pak tua seperti memancarkan kerinduan yang sudah ditahan sangat lama. Tapi, apa hubungannya dengan si bocah? Umur mereka terpaut jauh sekali, lalu, si bocah juga seorang patung. Mana mungkin dia bisa dikenal alien lain.
"Nggak tuh. Memangnya kakek siapa?"
"Lupakan. Ah, iya, soal Phantom dan Ozero, atau jam saku, kau harus mencarinya sendiri." Dia tahu tentang jam saku? Padahal aku tidak bilang soal jam saku. Pak tua ini benar-benar penuh misteri. "...kalau begitu, kau tahu sesuatu soal ukiran nama di jam saku?" Harusnya dia tahu, karena dia juga tahu soal jam saku yang diberikan Ozero dan 1.0.1.
"Ukiran..? Oh, kau yang mengukirnya sendiri." Aku? Kapan?
"Pak tua, aku tak pernah mengukir nama di jam saku, aku juga tidak pernah punya jam saku."
Pak tua itu bergumam tidak jelas. Aku tidak bisa mendengarnya. "Tidak apa, lupakan." Lagi, aku tidak dapat informasi dari si pak tua bau tanah.
"...ini yang terakhir. Bagaimana, kau bisa tahu bocah itu?" Tanyaku dengan tangan yang menunjuk pada si bocah yang berdiri di rak makanan. "Cari tahu sendiri." Aku mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Pak tua ini membuatku kesal. Aku pergi saja. "Tunggu!"
Tanganku yang hendak membuka pintu terhenti. Aku berbalik dengan raut wajah bertanya-tanya. Aku mengira, kalau pak tua itu akan memberikan informasi padaku, tapi, dugaanku salah.
"Kau lupa membayar belanjaannya." Tunjuk si pak tua pada beberapa camilan di tangan si bocah patung. Aku menghela nafas lagi agar tidak emosi dan menggunakan kekuatan api untuk membakar toko ini.
"Maaf om. Aku pikir semua yang ada disini gratis, hehe." Hehe ndas mu.
...
Aku tidak tahu harus kemana lagi, jadi aku hanya duduk di bangku alun-alun. Bocah itu aku biarkan berkeliaran asal tidak terlalu jauh dari alun-alun. "Yah, tak masalah membiarkannya berkeliaran. Dia sudah dewasa." Kurasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regresi
Mystery / Thriller[ Boboiboy x Reader]. Aku mengulang lagi dan lagi. Aku tidak tahu apa yang salah, semua ini benar-benar membuatku pusing. Aku mencoba dan terus mencoba. Tapi, kenapa selalu berakhir kegagalan? Aku tidak mengerti. Aku salah dibagian mana hingga harus...