Tidak ada pagi yang indah bagi Angkasa, kehidupannya tetap sama seperti sebelum sebelumnya, sendiri dan hampa.Angkasa meregangkan ototnya begitu terbangun. Suara kicau burung bukan nyanyian yang indah baginya, sorot matahari pagi pun tak ada istimewanya. Angkasa bangun dan langsung tertuju pada kalender di meja samping ranjangnya tepat. Ada tanda lingkaran merah pada salah satu tanggal yang ternyata adalah tgl hari ini.
Ulang tahunnya.
Angkasa mengusap wajahnya yang lusuh. Ia kini tersadar, untuk apa juga Angkasa menandai tanggal kelahirannya jika pada kenyataannya tak akan ada yang istimewa di hari tersebut.
18 tahun, ya? Bukahkah itu terlalu lama untuk Angkasa menjalani hidup sendirian.
Tok.. tok.. tok..
"Angkasa, bangun nak, tidak sekolah?" Ucap seseorang yang mengetuk pintu barusan. Itu Bi Ijah, Art yang bekerja di rumahnya selama ini namun pulang-pergi.
Bi Ijah sangat baik kepada Angkasa, seperti sosok ibu yang merawat anak sendiri.
"Iya, Angkasa udah bangun Bik," jawab Angkasa dari dalam.
"Yasudah, mandi ya. Bibi udah siapin sarapan."
"Iya, Bik."
Angkasa langsung bangun setelahnya untuk bersiap siap sekolah. Sebelum itu Angkasa mencoret tanggal di kalendernya tersebut. Ia tersenyum miris. Sia sia Angkasa menandai tanggal lahirnya, nyatanya hari ini pun sama seperti hari hari sebelumnya.
"Selamat ulang tahun, Sa. Lo hebat bisa sampai di titik ini. Ayo semangat, sampe garis finish," ucap Angkasa pada dirinya sendiri.
Tidak ada harapan dan doa. Angkasa hanya ingin mengatakan semangat untuk dirinya sendiri dan juga menyampaikan rasa bangganya karena telah menjadi sosok yang kuat selama ini.
🍂🍂
"Papa mana Bik?" Tanya Angkasa sembari berjalan menuju meja makan untuk sarapan.
"Udah berangkat ke kantor tadi pagi pagi, mungkin ada urusan kerjaan, Sa. Nggak papa ya sarapan sendiri?" Jawab Bi Ijah.
Angkasa terkekeh kecil. Ia sudah semakin dewasa hari ini dan Bi Ijah masih saja menenangkan dirinya dengan omong kosong barusan. Angkasa bukan anak kecil lagi. Ia tahu Jerryan memang tidak pernah mau mengambil waktunya bersama Angkasa.
"Biasanya juga kan sendirian, Bik," balas Angkasa, membuat Bik Ijah terlihat tak enak.
"Yaudah gih sarapan. Bibi ke belakang dulu," ujar Bik Ijah. Angkasa hanya mengangguk.
Sembari menyantap makanannya, Angkasa membuka ponselnya yang ternyata ramai chat di grup teman temannya. Mereka semua mengucapkan selamat ulang tahun kepada Angkasa.
Angkasa tersenyum tipis membaca ucapan ucapan tersebut. Ternyata masih ada yang mengingat hari kelahirannya, tetapi tetap saja Angkasa tidak merasakan kebahagian atau keistimewaan dari ucapan mereka. Karena bagi Angksa tidak ada dari mereka yang benar benar tulus mengucapkannya.
"Selamat ulang tahun, Angkasa. Doa dari bibi semua yang terbaik untuk Angkasa ya. Semoga Angkasa selalu diberi kesehatan, kebahagiaan dan menjadi orang sukses kelak. Aamiin.." ucap Bi Ijah yang tiba tiba muncul dari dapur dengan membawa kue ulangtahun sederhana dan mengucapan selamat ulang tahun kepada Angkasa.
Angkasa pun terdiam sejenak mendapat kejutan tersebut. Ia benar benar tidak terpikirkan sampai Bi Ijah yang merayakan ulang tahunnya.
"Heh ko malah bengong," tegur Bi Ijah melihat Angkasa malah diam.
Angkasa langsung tersadar. "Eh? Bi Ijah inget?" Tanya Angkasa.
"Inget dong, makanya bibi ucapin. Nah, doa dulu terus tiup lilinnya," titah bi Ijah.