"Makasih, kak!" Anak-anak jalanan itu berucap begitu semangat dan ceria kepada seseorang yang membagikan makanan kepada mereka.Tidak sekali ia membagikan makanan kepada anak - anak jalanan yang membutuhkan, melainkan sudah rutin. Membuat dirinya sudah dikenal dekat oleh anak - anak di sekitar situ.
"Sama-sama. Makan dulu baru kerja ya," ucapnya sembari mengusap kepala bocah yang berucap tadi.
Sejujurnya ia merasa kasihan melihat anak anak itu sudah bekerja untuk bertahan hidup di jalanan. Ingin rasanya ia memberikan tempat layak untuk mereka semua, namum apalah daya ia yang tak punya cukup kekuasaan untuk itu. Maka sebagai gantinya ia pun hanya bisa memberikan banguan berupa makanan untuk mereka.
"Iya kak."
"Lang, udah belom? Gue hampir telat, nih," sahut seseorang lagi menghampir remaja bernama Langit.
Langit menoleh pada sosok tersebut yang tak lain adalah adiknya sendiri, Naka. "Iya bentar."
Pandangannya beralih pada anak-anak tadi, Langit berpamitan. "Yaudah, kakak pergi dulu ya."
"Hati-hati kak Langit. Makasih makanannya hari ini," ucap bocah lelaki bernama Azka.
"Iya sama - sama . Yaudah kakak pergi ya."
Setelah berpamitan dan memastikan stok makanan yang harus dibagikan telah habis, Langit pun menghampiri sang adik.
"Gak sabar banget." Langit menggerutu sebal. Membuat sang adik berdecak sebal.
"Bukannya gak sabar. Masalahnya ini gue udah mau telat. Lagian lo ngebagiinnya pagi-pagi, orang mah nanti kek pulang sekolah," balas Naka mengomel.
"Kan buat sarapan. Kalo pulang sekolah kelamaan dong."
"Ya kan buat makan siang, anggap aja begitu." Naka tak ingin kalah debat. "Udah ayok ah." Ia pun segera memakai helm dan memberikan satu helm lagi kepada sang kakak.
Langit menerima helm tersebut dan memakainya sebelum naik. "Nanti siang gak usah jemput. Gue dijemput Ayah," ucapnya memberitahu.
"Lah?"
"Mau ke RS."
"Njir lupa. Hari ini jadwalnya, ya?" Sang adik tampak kaget begitu ingat. Langit mendengus.
"Alah, lo mah kan emang gak pernah inget jadwal gue," balas Langit sarkastik.
"Yee kaga gitu."
"Yaudah."
"Gue ikut deh ntar."
"Kemana?"
"Ke RS lah!"
"Ngapain?"
"Ngopi. Ya menurut kakanda aja." Naka memasang wajah julidnya meskipun tak dapat dilihat oleh Langit sebab mereka kini sudah melaju menuju sekolah Langit.
"Tumbenan amat," sahut Langit heran.
"Sekali kali. Lagian kan gue adek lo, mang ngapa sih!" Sewot Naka.
Mereka memang kakak beradik, tapi usia mereka hanya terpaut satu tahun saja, itu sebabnya mereka terlihat begitu akrab. Dibandingkan seperti kakak adik, keduanya justru lebih terlihat seperti teman seumuran. Meski begitu Langit tak pernah masalah karena menurutnya itu lebih nyaman.
"Lang, Lo ada kenal sama anak sekolah lain ga sih selain temen sekolah Lo kemaren," tanya Naka basa basi membuat topik obrolan di sela perjalanan ke sekolah.
Dibelakang Naka, Langit mengernyit. "Dari sekolah lain? Seingat gue gak ada si." Langit sambil mencoba mengingat ingat, tetapi sepertinya ia memang tidak memiliki teman dari sekolah lain.