BAB 1 🥀

170 25 9
                                    

Happy reading guys✨

*
*
*
*

Gadis berambut sebahu yang masih mengenakan baju tidur melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar bundanya-lia. hari ini Aluna berniat tidak masuk, karena ia masih trauma dengan tindakan Bullying hingga makian teman sekelas kepada nya. saat ini Kondisi psikis dan mentalnya masih terguncang, bahkan luka fisik yang mereka tinggalkan masih membekas dan meninggalkan luka pukulan yang berbentuk garis memanjang di pipi sebelah kirinya.

"Bunda, hari ini Luna ijin gak masuk sekolah ya?"

Pergerakan tangan lia yang tadinya membaca majalah terhenti, wanita setengah baya itu menatap dingin ke arah anak keduanya. "Lagi?" Tanya lia-bunda Aluna dingin, gadis itu hanya menunduk dalam tak berani menatap mata Lia yang begitu tajam dan dingin.

"Kamu udah ga masuk berapa hari luna! Nilai kamu bisa anjlok!" Bentak Lia marah, wanita yang berusia 30 tahun itu berdiri tepat di hadapan putrinya yang menunduk dalam, ia mencengkram kasar wajah Luna untuk menatap tepat pada netra coklatnya.

"Kalo memang nilai kamu turun satu persen saja Awas aja kamu! Bunda gak akan segan-segan mengurung kamu lagi di gudang!" Ucap Lia meninggalkan Aluna yang kini bergetar menahan isak.

"Aku juga butuh waktu untuk menyembuhkan luka fisik dan psikis ku bunda" lirih Aluna nyaris tak terdengar.

"Lun bunda manggil kamu buat bantuin dia masak di dapur" panggil seorang anak perempuan kecil yang berusia 14 tahun, dia Hana adik luna yang sama cantik dengannya namun Hana lebih beruntung dari pada dirinya

Aluna mengantuk setelah selesai menandai novel yang dibaca gadis itu bergegas berlari keluar menemui bundanya.

"Potong bawang dan daging mentah itu luna, bunda mau ke kamar mandi dulu" ucap Lia melenggang pergi. Aluna menurut dia memotong bawang dan juga daging beberapa bagian.

"Setelah ini kamu masak daging itu sampai empuk, bunda mau ke Mall sama bi tini" ucap lia tak ada beban, jujur luna hari ini sangat lemas kepala nya tak berhenti berdenyut nyeri tapi mau tak mau gadis itu hanya menurut jika tidak ingin di maki-maki lagi oleh Lia.

"Iya Bun"

*
🥀🥀🥀
*

Jam telah menunjukkan pukul tiga sore hari, dan sedari tadi juga gadis dengan rambut sebahunya berdiam diri di pembatas lantai atas kamarnya berada. entah Luna yang memang terlalu asik dengan lamunannya atau seseorang itu yang benar-benar tak terdengar kedatangannya.

Seseorang itu Memegang bahu Luna, membuat si empunya melirik ke arahnya."Lo lagi ngapain?" Tanya laki-laki tampan bermata tajam dia Alyandra Dritama, Kakak pertama Aluna. kakaknya itu sepertinya baru pulang dari latihan basket, terbukti dari baju yang dia kenakan dan bola basket yang berada di tangan kanannya.

Luna mengangkat bahu acuh, "gue mau ngerasain udara malam, pengap gue di dalem Mulu" jawabnya datar, tubuh gadis itu bersandar pada pembatas lantai atas yang menghubungkan kamarnya dengan lantai bawa.

Kedua Kakak beradik itu memejamkan mata merasakan Semilir angin damai menampar wajah kedua orang yang tengah bersandar damai di atas lantai dua, Tak ada yang memulai percakapan, sampai luna yang memulai duluan.

"Kak"

"Hm"

"Bunda gak sayang sama gue ya?"

Andra terdiam laki-laki itu menghela nafas panjang. "Lo salah paham na, bunda sayang sama ketiga anaknya" Andra memejamkan mata lelah dengan pertanyaan sama yang selalu adiknya lontarkan.

Luna menggeleng, "kalo bunda sayang sama gue, kenapa dia selalu bentak dan marah kalo gue dapat penghargaan dan pencapaian yang sukses? bahkan kalo gue udah berusaha memberikan dia sebuah piala dan nilai sempurna hasil dari pencapaian gue sendiri, dia selalu marah dan kelihatan benci banget"

Gadis itu membalikkan badan menghadap sepenuhnya pada Andra yang masih memejamkan mata. "Lo ingat, saat gue menang lomba tari balet ajang tingkat nasional?" Gadis itu memejamkan mata meresapi ingatan nya yang begitu menyakitkan "b-bunda marah besar dia sampai kunci gue di g-gudang tanpa makan dan minum selama tiga hari, sekarang gue tanya kak. apakah salah kalo gue selalu unggul ketimbang Hana dan Lo?"

Netra laki-laki itu perlahan-lahan terbuka saat mendengar suara gadis di sebelahnya bergetar, tubuhnya beralih menghadap tepat pada gadis cantik di samping.

Andra tersenyum sendu, "Bunda pengen Lo jangan terlalu memaksakan diri na, perlakuan kaya gitu mungkin ajaran bunda supaya Lo bisa hidup menjadi gadis biasa" Andra tersenyum simpul mengusap lembut pucuk kepala gadis di hadapannya, lalu melenggang pergi masuk ke dalam rumah mewahnya.

Luna tersenyum getir, " Really? Gue rasa bunda cuma gak mau gue nyaingin anak tersayangnya deh."

TBC
*
*
*
*

Sempatkan vote🔔

Semesta Untuk Aluna [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang