1. Patah Hati

21 1 0
                                    

"Setiap hari akan selalu ada cahaya baru dari sinar matahari, sekalipun senja kemarin, ditutup dengan hujan badai yang dingin.
Untukmu,, teruslah melangkah kehari-hari yang baru, sebab berlarut-larut dalam luka kemarin, adalah perkara yang akan membuatmu terpuruk setiap waktu."

****
Aku Arina, mahasiswi semester akhir yang baru saja menyelesaikan drama perskripsian. Hal yang menurutku berat, ternyata sudah berlalu, meski aku harus merangkak merintih untuk bisa sampai ke tahap ini.
Ya, selasa depan Alhamdulillah akhirnya salah satu mimpiku akan tercapai. Aku akan resmi menyandang gelar S.Pd dan selanjutnya akan menjadi guru sesuai dengan yang aku impikan sewaktu kecil dulu. Memang sih, beberapa orang ada yang menyepelekan seorang guru, dengan berbagai alasan lah, dari mulai finansial atau yang lain-lain lah. Tapi bagiku seorang guru itu adalah profesi yang istimewa, meski guru cenderung mendapatkan penghasilan yang amat kecil, tetapi mereka tetap berusaha menjalankan tanggung jawabnya untuk mendidik dan membimbing anak-anak bangsa. Belum lagi, kewajiban admistrasi yang menumpuk disana-sini, yang terkadang membuat fokus para guru pun harus terbagi, antara anak didik dan perkara administrasi.

(Kriing.......!!) notif hpku berbunyi.
"Ciee, sudah mau S.Pd, nanti kalau sudah wisuda, datang ke sekolah ya. Pas banget lagi butuh guru yang sesuai dengan jurusan mu." Komentar guru SMP ku pada status WA ku yang berisi undangan wisuda.

"Hehe, Insya Allah, Pak. Kalau memang nanti Arin diizinin ayah buat kerja di kampung" balasku pada pesan WA nya.

Setelah berbalas pesan itu, kuletakkan gawaiku di atas tempat tidur. Kemudian akupun melanjutkan rutinitasku yang masih menyandang status sebagai "anak kost".

Tok tok tok.... Terdengar suara ketukan pintu.

" iya sebentar" sahutku dari kamar mandi. Kebetulan orang-orang di kos sudah pada pergi, dan tinggallah aku sendiri.

Cklekkk.. Kubuka pintu rumah dan tentunya aku sudah berpakain yang layak untuk dilihat orang.

"Hai, apa kabar? Sudah lama tidak bertemu"

"Aa. Arman" ucapku terbata, dengan mulut menganga yang masih tidak menyangka ternyata yang datang adalah pria yang paling aku cinta.

Hubungan LDR, membuat aku dan Arman jarang bertemu, dan bahkan aku tidak menyangka ternyata pria itu rela datang lebih awal untuk menjadi pendamping wisuda ku nanti.

"Ah, i iya, Arin. Aku kesini hanya untuk menyerahkan ini kepadamu" ucapnya sembari mengulurkan selembar kertas undangan pernikahan yang tampak sedikit tertulis namanya pada kertas itu.

"A Arman, maksudnya? Kenapa secepat ini? Kamu bahkan belum bertanya kepadaku dan keluargaku, malah sudah membuat desain undangan sebagus ini untuk kita, ataau,, ini kado wisudaku yaa?" mataku berkaca-kaca menatap Arman bercampur haru karena merasa seperti orang-orang yang kulihat di konten-konten media sosial, ternyata Arman se-sosweet itu.

"Maafkan aku, Arin" ucapnya sendu.

Kubuka kertas undangan itu, dengan harap yang luar biasa. Namun ternyata yang tertulis adalah

'Arman angga wijaya & Mutiara Syahfitri'

dubh dubh dubh.. Detak jantungku mengencang, seperti ditarik paksa dengan kejam. Air mataku tak terbendung lagi, turun meluncur membasahi pipi.

"Apa ini, Sayang?" tanyaku pada Arman, meminta penjelasan.

"Maafkan aku, Arin. Aku akan menikah dengannya. Aku lelah bersamamu, aku lelah menunggumu. Selama berhubungan denganmu, aku tidak pernah merasakan hubungan seperti orang-orang. Kamu yang senantiasa ingin fokus dengan pendidikanmu, sementara aku juga butuh seseoang untuk menemani hari-hariku."

"Lalu, apa istimewanya dia Arman?" bentakku padanya

"Sejak kamu jauh, dialah yang selalu menemaniku, mengantarkan makanan untukku ketika bekerja, dan menemaniku mengelilingi kota mencari hiburan. Dialah yang selalu ada untukku Arin. Sedangkan kamu, hanya berbalas pesan soal rindu, tidak pernah ada untukku, tidak pernah menemani kesepianku, tidak pernah menemani keseharianku. Aku bosan dengan orang yang hanya bisa sekedar bertukar pesan, Arin." ucapnya dengan penuh penekanan, kemudian berlalu meninggalkanku.

Jodohku Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang