Acara sudah berjalan sekitar 1 jam-an. Namun yang mempunyai acara masih menunggu seseorang yang diundang. "Papi jadi ngundang mereka?" Haski bertanya pada suaminya ketika semua anak-anak muda sibuk dengan kegiatan mereka sendiri.
"Jadi, semoga aja enggak terjadi apa-apa. Soalnya papi liat, wajah Naru pucet, papi khawatir,"
"Sama pi, mami juga. Tapi, berdoa aja,"
"Malam, telat ya?" Telah tiba seorang yang ditunggu, Abimana menjabat tangan Kaleno. Kaleno tersenyum.
"Ayo masuk,"
Ambra tersenyum kikuk kala manik matanya bertatapan dengan manik mata milik Haski. Haski mengalihkan tatapannya. Ia benci wanita yang jahat. Ia benci seorang ibu yang jahat pada anaknya.
"Pak Abimana? Bu Ambra?" Beo semua yang ada di acara, termasuk Narusea. Tatapannya menajam kala bertatapan dengan Abimana dan Ambra.
"Bener kan, papi temenan sama pak Abimana," bisik Najid dengan Zamar. Sahabat-sahabat Narusea langsung menatap Narusea yang mendingin.
"Akna," panggil Abimana. Narusea menggendong Ifaz, berjalan mendekat ke arah Haski dan Kaleno yang berada tepat di depan Abimana dan Ambra.
"Tante, om. Naru pulang ya? Adek Naru udah ngantuk." Tatapan Ambra menyendu melihat anaknya. Haski melarang. "Nak, tante mohon tunggu sampai selesai ya? Bisa kan?"
"Nak, sebentar ya?" Kaleno memegang bahu Narusea pelan.
"Baiklah," Narusea mendekat kembali ke arah sahabatnya.
"Akna, bunda..." Ambra ingin mendekat ke arah putranya. Namun Narusea menghindar. "Menjauh. Menjauh dari saya dan adik saya." Dingin ucapan Narusea terdengar. Ke tiga sahabat Narusea hanya diam.
"Akna, ini bunda sayang,"
"Belum terbukti. Menjauhlah." Titah Narusea. Ifaz sudah memeluk leher Narusea erat. Narusea memundurkan langkahnya.
"Akna, ayah ingin-"
"Cukup. Saya tidak mau mendengarnya. Kalian tidak punya telinga kah?" Tatapannya menajam kala Abimana ingin mendekatinya. "Nak, a-ay-"
"CUKUP! Tante Haski, om Kaleno. Narusea pamit pulang. Naru enggak kuat, tolong." Narusea memohon pada orang tua Najid. Najid meneteskan air matanya.
"Naru enggak kuat, tolong. Naru ingin pergi, tolong tante,"
Haski membawa Narusea ke dalam pelukannya. "Baiklah, baiklah sayang. Kamu enggak mau nginep aja, hm?"
Tangis Ambra meluruh melihat itu, anaknya. Anaknya memeluk wanita yang bukan ibunya. "Tante, Naru..."
Tangisannya Narusea terdengar, Haski memeluk tubuh laki-laki itu. Ifaz juga menangis di gendongan Narusea. "Kita masuk sayang, iya kita masuk. Ayo. Kalian bertiga juga masuk, ayok." Haski mengajak anaknya serta ke dua sahabat anaknya yang lain untuk memasuki rumah, karena acaranya ini berada di halaman belakang.
Tinggalah Abimana, Kaleno, dan Ambra di sana. Kaleno menatap temannya itu dalam diam. "Lihat? Dia benci sama kalian. Gue enggak bisa bantu apa-apa lagi selain ini, Bi." Kaleno berucap.
Abimana menunduk, sedangkan Ambra terduduk di bangku yang tersedia di sana. Menangis dengan meraung-raung memanggil nama Narusea, anaknya. "Kal, gue ayahnya Kal. Dia anak gue dan Ambra. Gue tau kesalahan gue dan Ambra fatal, tapi dia segitu bencinya sama gue?"
"Ya kayak lo liat sendiri. Akna, yang katanya anak kandung lo dan Ambra benci sama lo. Akna trauma, gue tau itu. Gue enggak bisa bantu apa-apa, setidaknya gue dan bini gue udah coba bantu dengan cara ini, walau Haski awalnya enggak setuju," Kaleno tersenyum hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFIER || ON GOING
Novela JuvenilSemakin gelap langit malam, semakin terang bintang-bintangnya. Semakin berat ujian manusia menghantam, semakin kuat juga hati dan jiwanya. Dan ketika habis jalan keluar yang tersedia, semakin dekat keajaiban yang akan datang padanya. Akna Narusea Ab...