BAB 2

684 51 10
                                    

Perlahan Elora membuka mata, rasanya ia telah tertidur sangat lama hingga membuat kepalanya seakan mau meledak.

"Anakku, akhirnya kau  siuman. Tabib mengatakan kau harus istirahat lebih lama, maaf karena ayah yang tak tahu kau sedang sakit."

Elora hanya diam, ia mencoba menahan segala yang dipendamnya selama dua bulan ini, namun hatinya semakin nyeri.

"Elora? Apa ayah harus membawa tabib itu kembali?".

Lirih ayahnya lagi yang tampak cemas akan keadaan Elora.

"Pergilah ayah, aku tak ingin melihatmu."

Seketika sang Marquess tertegun mendengar kalimat yang dilontarkan putrinya. Namun ia sadar akan kesalahannya, hingga membuat putri yang disayanginya seperti ini.

"Sekali lagi ayah minta maaf untuk segalanya anakku."

Dengan perasaan sedih, ia bangkit dari kursi yang berada tepat disamping tempat tidur Elora.

"Bahkan ayah tak menjelaskannya padaku, aku benci ayah."

Kini ia telah memunggungi ayahnya, bantalnya basah karena uraian air mata yang tumpah.

Namun tak sepatah katapun keluar dari mulut sang ayah, ia pergi meninggalkan Elora, langkah demi langkah terdengar jelas ditelinga Elora, hingga akhirnya suara langkah kaki ayahnya mulai menjauh.

                               ***

"Nona, saya membawa kain lap dan air hangat yang baru, saya akan membantu merawat anda."

Seorang pelayan yang bergantian masuk setelah kepergian ayahnya perlahan mendekati Elora, namun Elora tampak tak menghiraukan pelayan itu

"Apakah Killian telah membalas suratku?".

Pelayan yang seketika menghentikan langkahnya menjawab dengan ragu-ragu.

"Maaf nona, Grand Duke masih belum membalas surat anda."

Elora yang masih memunggungi siapapun yang datang menghampirinya, seketika mengusir pelayan itu.

"Tapi nona, bagaimana dengan anda? Saya diperintahkan Tuan untuk merawat anda."

Suara pelayan itu mulai bergetar, karena ia merasa dilema, disatu sisi ia harus tunduk pada Lady yang dilayaninya, namun ia tidak tega meninggalkan lady yang sedang lemah tak berdaya.

"Ku bilang pergi!".

Seketika itu si pelayan langsung berlari meninggalkan Elora tanpa memikirkan yang lain lagi, ia tak mengira, nona yang baik dan selalu berkata lembut kini telah berubah menjadi orang lain.

Air mata Elora mulai mengering, namun dirinya masih merasakan kesedihan. Ia menganggap semua orang yang disayanginya telah meninggalkannya, termasuk Killian Nigel, Grand Duke muda yang merupakan cinta pertamanya sedari kecil.

Grand Duke yang lebih tertarik akan politik dibandingkan percintaan, membuat kasih sayang Elora tak terbalaskan.
Banyak yang percaya Grand Duke adalah seorang yang penuh ambisi demi merebut tahta dari putra mahkota.

Meski putra mahkota anak sah Kaisar, namun Killian Nigel yang merupakan sepupu Putra Mahkota memiliki segudang prestasi, hingga membuat sang putra mahkota tak tinggal diam, agar tahta yang seharusnya miliknya tidak diambil orang lain.

                           ***

Dengan terburu-buru, Elora menuju kereta kuda bersama beberapa barang bawaan.

"Elora, apa yang kau lakukan?".

Seru sang ayah sembari berlari menghampiri putri sulungnya.

"Jangan menghalangiku ayah, biarkan aku meninggalkan kastil ini."

Timpal Elora dengan suara yang putus asa.

Marquess menatapnya sendu, apalagi dengan kondisi tubuh Elora yang terlihat rapuh, membuat Marquess ingin menentang kehendak putrinya, namun ia merasa tak memiliki hak disaat ialah yang membuat putrinya kecewa.

"Baiklah, ayah anggap kau pergi untuk menenangkan diri, ayah berharap kau kembali dengan segera setelah semuanya baik-baik saja."

Akhirnya marquess melepas kepergian putri sulungnya, namun ia tetap mengawasi putrinya itu dengan menaruh seseorang tanpa sepengetahuan Elora.

"Kusir, bawa aku ke kastil Aurorise."

Ucap Elora, yang telah duduk tegak dalam kereta kuda itu.

"Baik Nona." Pungkas si kusir dan segera menghentakkan tali yang mengekang leher kuda, dimana tali lainnya saling berkaitan dengan tubuh kuda hingga dapat menarik kereta yang besar itu.

Aurorise, adalah kastil yang disukai mendiang ibu Elora, ia sengaja mengunjungi tempat itu dan menetap sementara disana untuk meredakan kesedihannya.

                            ***

Tak lama dari kepergian Elora, kastil utama Marquess dibanjiri kotak hadiah yang ntah dari siapa, kurir yang sebagai  perantara hadiah itu bahkan tak tahu, karena ia hanya diberi tugas mengantar hadiah-hadiah tersebut. Kurir itu mengatakan bahwa semua ini untuk putri marquess.

"Buka semua kotak itu, karena aku tak ingin putriku dalam bahaya!".

Seru marquess lantang. Namun para pelayan yang membuka kotak-kotak itu seketika terkejut saat melihat gaun-gaun mahal didalamnya.

Marquess seakan bingung, karena ia tak mengingat Elora dekat dengan seorang pria.

"Baiklah, kembalikan lagi gaun-gaun itu kedalam kotaknya."

Ujar marquess yang masih tampak bingung.

"Tuan, ada sepucuk surat didalamnya." Seru salah seorang pelayan sembari memberikan surat itu pada marquess.

"Aku minta maaf atas gaunmu yang kotor, semoga kau suka."

Itulah isi dari surat  disaat sang marquess membacanya dalam hati, hingga kemudian ia mengerutkan keningnya.

"Ayah, kami telah kembali."

Suara familier yang terdengar ditelinga marques, membuatnya kembali tersadar.

"Selamat datang Maeryn, apa kau telah menemukan gaun yang kau sukai?"

Sembari menggenggam surat dari orang asing, ia menyambut kepulangan putri lainnya.

"Terima kasih ayah, saya telah membeli beberapa gaun yang cantik."

Maeryn yang bahagia memberikan bingkisan kecil pada sang ayah.

"Saya membelikan camilan untuk ayah, semoga ayah suka."

Saat itulah Marquess tertegun setelah sadar melihat putrinya yang tampak berantakan.

"Maeryn, apa yang terjadi padamu hingga gaunmu sekotor itu?"

Pertanyaan Marquess membuat Maeryn takut, ia mengira akan disalahkan karena telah membuat malu keluarga.

"Maaf ayah, tanpa sengaja saya bertabrakan dengan seorang pria hingga membuat gaun saya menjadi kotor."

Seketika ia menundukkan wajah, tubuhnya tampak gemetar.

"Maeryn, apa kau terluka?".

Tutur Marquess sembari meletakan tangannya ke bahu Maeryn, ketika maeryn mendongakkan wajah, ia mendapati ekspresi sang ayah penuh kekhawatiran.

"Aku baik-baik saja ayah."

Maeryn merasa lega karena ia tak mendapatkan murka.

"Sekarang ayah paham mengapa begitu banyak hadiah yang berdatangan."

Seketika Marquess memberikan surat yang sebelumnya ia baca pada putrinya itu.

Maeryn yang mengira kotak-kotak tersebut milik Elora tak menyangka dengan hal yang dilakukan pria asing tadi.

____________________________________

pecintasenjamu

When Love and Revenge Become One [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang