"Sa, anterin kakak ke halte ya" pinta Tala pada adiknya.
Tala punya adik berusia tujuh belas tahun. namanya Thalassa, biasa dipanggil Sasa."Mau kemana?" tanya Sasa heran. "Ada interview?"
"Mau anterin atau ngga?"
"Ish orang nanya malah balik nanya" omel Sasa sambil bersiap untuk mengantar kakak nya ke halte busway.
Tala memang lebih suka pergi menggunakan transportasi umum. Hanya saja jarak halte yang terlalu jauh mengaruskan nya menaiki motor atau angkutan umum. Tapi kali ini Tala ingin diantar Sasa saja, karena terlalu lama jika harus menunggu angkutan umum didekat rumah.
Seperti biasa, ia pergi dengan busway, sambil mendengarkan musik. Mengamati setiap gedung yang dilewati. Tapi kali ini hatinya juga tengah gelisah, kali ini ia tidak mau membatalkannya lagi seperti terakhir kali. Ia juga ingin tahu kondisinya walaupun dia sendiri sudah tahu akan sesuatu yang terjadi padanya. Ia ingin memastikannya, ia juga berharap bahwa diagnosa pada dirinya sendiri adalah hal yang salah.
Sesampai diseberang rumah sakit Tala berhenti, lagi. Seketika perasaan gelisah datang lagi. 'Gimana kalau sesuatu benar-benar terjadi?' 'Gimana kalau aku ternyata benar-benar sakit?' katanya dalam hati sambil memendang ke arah rumah sakit. Kemarin ia gelisah karena merasa bahwa dia tidak seharusnya pergi kerumah sakit walaupun dia sendiri merasa perlu, tapi sekarang ia gelisah karena ia takut kalau dia benar-benar sakit.
Setelah beberapa menit, Tala memutuskan masuk kerumah sakit itu. Ia merasa asing, dan bingung. Rumah sakit ini sangat besar, tapi juga ramai. Tala berpikir ternyata banyak sekali orang sakit, bukan hanya dia. 'Tapi sepertinya sakit ku berbeda' Tapi kan sakit itu banyak bentuknya, jadi sama saja kan?. Tala sibuk dengan pikiran nya sendiri.
Sekedar informasi, Tala memilih rumah sakit yang jauh dari rumahnya. Ia takut bertemu seseorang yang ia kenal jika memilih rumah sakit yang dekat dari rumahnya. Selain itu, rating dan review dari rumah sakit ini sangat bagus, khususnya bagian poli jiwa.
Iyaa.. Tala berencana mengetahui kesehatan jiwa nya, ia merasa ada yang tidak beres dengan jiwa dan pikiran nya.
Seorang security menghampiri Tala di lobby rumah sakit. Dengan sopan petugas keamanan itu menanyakan tujuan Tala dirumah sakit itu. Siapa yang tidak akan bertanya-tanya jika melihat seorang gadis terlihat kebingungan di lobby rumah sakit. Tala bingung harus menjawab, seketika rasa malu menghampirinya. Ia takut petugas itu bertanya-tanya dalam hati bilang mengatakan yang sesungguhnya 'apa gadis ini gila?' 'apa gadis ini sakit jiwa?' pikiran nya terlalu jauh entah kemana.
Tala tersenyum getir dan menjawab bahwa ia ingin menjenguk saudaranya yang dirawat dirumah sakit ini dan sedang menunggu saudara nya lain. Ia tidak bisa berkata jujur. Tala bersyukur karena petugas itu percaya padanya, dan meninggalkan Tala. Ia sudah tidak bisa berekspresi baik-baik saja dan tersenyum kepada orang lain, pikiran nya kacau.
Tala menyusuri rumah sakit, takut-takut ia di tanya lagi oleh petugas rumah sakit jika hanya berdiri di lobby tanpa tujuan. Langkahnya berhenti saat melihat standing banner tentang poli jiwa. Ada beberapa kalimat tentang pentingnya kesehatan jiwa, tata cara untuk mendapatkan fasilitas kesehatan jiwa, dan ada foto seorang tenaga ahli kejiwaan disana.
"Mau kesana?" tanya seorang laki-laki dari arah samping Tala.
Laki- laki itu tersenyum melihat Tala yang tidak bisa menyembunyikan kagetnya. Lebih kaget lagi melihat pakaian dari orang itu. Ia memakai jas dokter dengan dalaman baju operasi yang sering Tala lihat ketika menonton drakor. Meskipun matanya terlihat sangat lelah dan lingkaran mata panda nya juga sangat terlihat, tapi dokter itu tidak melepaskan senyuman nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Cerita
General FictionBentala, biasa dipanggil Tala. Gadis yang mengalami krisis di usia 20an, harus berkelahi dengan kenyataan bahwa mencari pekerjaan tidak semudah membalikan telapak tangan. Dihyan, atau Iyan. Seorang dokter yang gila bekerja. Seluruh waktu nya ia habi...