[07] Museum

93 12 0
                                    

Setibanya di depan pintu, dia tak cukup memiliki keberanian untuk menghadapai sang ayah. Karena merasa takut, anton berniat memanjat dinding untuk mencapai ke kamar atasnya. Dengan sekuat tenaga dia mencoba, dikarenakan seorang atlet yang rata-rata memiliki postur tubuh yang kekar dan terjaga. Tak memakan waktu banyak anton sampai di kamarnya lewat jendela kamar.

Alasannya tidak ingin masuk lewat pintu utama karena takut ayahnya akan terbangun saat pintu di buka, jadi dia mencari aman saja. Anton bergegas mengganti pakaiannya dengan piyama dan segera membersihkan diri dengan mencuci muka, menggosok gigi dan sebagainya. Anton membaringkan tubuhnya ke kasur putih yang empuk dengan di lapisi sprei yang bermotif dinosaurus. Anton menatap ke langit-langit sembari tangannya yang ditaruh di dekat jantungnya. Saat itu anton membayangkan wajah asa dengan senyum seringai, tetapi disisi lain anton khawatir dengan kondisi asa saat ini, apakah dia baik-baik saja? Apakah dia membutuhkan sesuatu? Apakah dia takut? Apakah dia lapar? Seribu pertanyaan menguasai pikirannya.

.
.
.

Asa yang hendak beristirahat, sedikit bebenah tempat terlebih dahulu, dia juga jadi merasa tidak enak karena harus membebankan anton. Setelah semua selesai asa membersihkan diri dengan cuci muka, gosok gigi dan sebagainya. Semua selesai, tepat saat dia beranjak tidur, pikirannya masih kacau teringat bagaimana keadaan bunda dan adik-adiknya. Dilamunannya tersebut secara tak sadar membuat mata indahnya tertutup dan dalam sekejap asa tertidur nyenyak.

Di pagi harinya saat hari libur, anton langsung bergegas menuju tempat penginapan. Semalaman dia khawatir dengan keadaan gadis itu, namun sayangnya, niatnya harus terhenti karena dia harus berhadapan dengan sang ayah yang sedari malam menunggu kehadirannya.

"Dari mana semaleman?".

"A-ayah, hehe.. Selamat pagi".

Dengan kikuk dan menggaruk kepalanya yang tak gatal, anton berusaha berbasa-basi. Tetapi sepertinya sang ayah tidak dapat lagi berdamai, sangat mengerti arti tanda ekspresi itu. Anton segera menjelaskan dengan hati-hati.

"Semalam main ke rumah shinyu aja, keluarganya suruh aku makan malam disana. Terus kita main ps, ternyata malah kelamaan. Aku baru sampe semalem jam 10, maaf ya ayah".

"Beneran?".

Angguk anton dengan tenang walau jantungnya berdegup cepat, ayahnya mengangguk saja kemudian segera kembali duduk di sofa untuk menyeruput kopi dan mengambil koran. Anton sedikit lega, dia bergegas keluar rumah untuk melanjutkan niatnya.

"Mau kemana lagi?".

"Rumah shinyu lagi" Senyumnya, kemudian bergegas lari.

.
.
.

Tok tok tok

"Asa, Ini aku anton".

Dibalik kayu berbentuk persegi panjang tersebut, seorang gadis langsung bergegas membukakannya. Anton terkejut dibuat terpukau saat menatapi kecantikan asa dengan muka bantalnya yang menggemaskan.

"Mengapa harus ketok pintu? Kau bisa langsung masuk saja. Rumah ini kan juga milikmu" Kekeh asa.

"Bagaimana semalam, apa tidurmu nyenyak?".

"Tentu saja".

Anton lega karena dia dapat merasakan kenyamanan di rumah penginapan tersebut.

"Anton...".

"Ya?".

"Aku tidak harus disini terus kan? Aku khawatir keluargamu akan marah jikalau aku terus menetap disini. Aku harus mencari penginapan di tempat lain".

Anton sedikit cemas akan pernyataan asa.

"Lalu kau mau tinggal dimana lagi? Apa uangmu cukup untuk menanggung lebih banyak beban lagi? Sudahlah jangan sungkan, soal keluargaku. Itu biar aku yang urus, pakailah uangmu untuk dirimu sendiri. Soal tempat tinggal serahkan padaku, kau tak perlu merepotkan hal itu" Asa sedikit merenungkan diri dengan perkataan anton tersebut.

LAMIRON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang