"Nyonya, apakah anda sakit?"
Pertanyaan Iselda membuat Ivone yang sejenak melayang dalam pikirannya itu tersentak. Gadis pirang itu mengarahkan pandangannya ke kaca rias di depannya, menatap wajahnya yang memang sedikit pucat.
Tersenyum, Ivone menggelengkan kepala dengan ringan. Gadis beriris biru itu menepuk punggung tangan Iselda yang menyentuh bahunya lembut.
"Tidak Iselda, aku hanya sedikit lelah sepertinya."
Meskipun ragu, Iselda tetap menganggukkan kepala dan melanjutkan kegiatannya menyisir helai emas sang nyonya. Ivone menghembuskan napas berat, mengingat kehadiran Yvone asli di dalam mimpinya.
Iris birunya memincing, dalam hati ia menekan beberapa kali bahwa Caspian adalah miliknya. Seseorang yang putus asa tak akan pernah melepaskan apapun yang menjadi pegangan hidupnya, begitulah gambaran Ivone saat ini.
Saat ini, Ivone mengakui bahwa Caspian merupakan sosok pemuda yang memiliki peran penting baik dihatinya maupun di hidupnya.
Memikirkan Caspian membuat rasa rindu yang sempat ia tahan menyeruak keluar. Ivone menoleh, menatap pemandangan diluar jendela dan mengulum bibir.
"Iselda, apakah Caspian akan pulang hari ini?" tanyanya penuh harap.
Jemari Iselda meletakkan sisir di atas meja, menyempurnakan tatanan rambut sang nyonya, dan mengulas senyum. Iris kembarnya memandang pantulan sang nyonya di dalam kaca.
"Maaf nyonya, namun saya benar-benar tidak tahu. Belum ada kabar apapun yang datang pagi ini."
Ivone mengerutkan bibirnya, kedua tangannya meremat gaun sewarna iris matanya yang tengah ia kenakan kali ini.
"Begitu ya... baiklah, terimakasih."
Anggukan Iselda berikan, setelahnya gadis pelayan itu pamit sebentar untuk mengecek ruang makan dan meninggalkan Ivone yang bangkit dari duduknya menuju ambang jendela. Gadis bersurai pirang itu menyipitkan mata, menikmati angin pagi yang berhembus membelai wajahnya.
Dengan dagu bertopang di kedua tangannya, Ivone menghembuskan napas dan memandangi taman kecil yang tampak dari jendela kamarnya. Selama ia hidup di kediaman utara, sepertinya ia belum pernah menghabiskan waktunya disana.
Tertarik, Ivone berbalik dan hendak menyusul Iselda ketika gadis pelayan tersebut sudah memasuki kamarnya. Melihat sang nyonya yang berbalik menatapnya, Iselda mengulas senyum manis.
"Nyonya, sarapan sudah siap!"
Ivone mengangguk, memutuskan untuk membuntuti Iselda dan berencana untuk memberitau gadis pelayan tersebut agenda yang baru saja ia putuskan setelah sarapan. Lorong kediaman terasa sepi, membuat Ivone tiba-tiba teringat kupu-kupu hitam yang dulu ia anggap sebagai 'teman senasib'.
Wajah manisnya tertekuk begitu mengingat isi buku bersampul hitam milik Caspian yang menuliskan bahwa kupu-kupu hitam tersebut kemungkinan besar adalah kiriman dari Yvone. Gadis pemilik asli raga yang Ivone huni saat ini.
Sekaligus gadis yang menculik jiwa Ivone secara paksa lalu menyalahkannya dengan sesuka hatinya.
"Menyebalkan," gerutu Ivone lolos dari belah bibirnya, membuat Iselda terkejut dan melirik ke arah sang nyonya.
"Apakah ada yang tidak anda sukai, nyonya?"
Tersentak, Ivone mengerjapkan kedua mata menatap Iselda yang terlihat gugup. Seketika Ivone membulatkan kedua mata dan menggeleng kuat.
"Tidak, b-bukan sarapannya apalagi Iselda kok. Hanya saja aku teringat sesuatu yang menyebalkan.."
Setelah menyelesaikan kesalahpahamannya, Ivone menghela napas lega dan mendudukkan diri di atas kursi makan. Sarapan kali ini tidak terlalu banyak, Ivone yang memintanya karena kapasitas perutnya tak kuasa menampung porsi yang biasanya koki hidangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vone: The North Duke's Wife
Fantasy[Tamat] Ivone hanyalah siswi kelas tiga SMA yang masih berjuang dengan ujian untuk mendapatkan kampus impian. Namun mengapa ia tiba-tiba berada di tubuh seorang gadis dengan gaun pengantin putih di dalam kereta kuda yang entah menuju kemana? Start:...