2. Hukuman Terindah

2.3K 73 2
                                    

*

Pagi ini udara begitu sejuk, matahari dengan sombongnya memamerkan sinarnya. burung-burung kecil berkicau disekitar pohon mangga depan rumah.

Devina kini sedang menata rambutnya yang panjangnya sebahu. Sesekali menyanyikan lagu andalanya.

Aku mah apa atuuuh

Cuma selingkuhan kamu

Aku mah apa atuh

Cuma pacar gelapmu

Dia bukan penggemar dangdu sebenarnya, hanya dia suka saja sama lagu yang sempat nge hitz di kelasnya.

Tanganya yang sibuk memoleskan lipgloss rasa strawberry itu berhenti bergerak ketika matanya menangkap warna kemerah unguan di keningnya. Ah, itu pasti gara-gara bola basket sialan itu!

Eh, ngomong-ngomong soal bekas memar itu Devina jadi teringat kemarin saat anak baru itu membantunya dan mengantarkanya pulang. Mendadak pipi Devina memerah dengan sendirinya. 

"Apaan sih gue! Cuma dianterin pulang aja sampe blushing gini. Ish." gumamnya sambil merapikan rambutnya lagi.

Dengan suara pas-pasan itu dia bernyanyi lagu mulik Cita Citata sambil menuruni anak tangga. Membuat sang Mama meggeleng-gelengkan kepalanya.

"Haii Mom." 

"Kamu kenapa sih? kok kaya seneng banget gitu?"

"Nggak, hehee."

"Itu jidat kamu kenapa?"

"Ah ini," Devina jadi senyum-senyum sendiri kalau membahas keningnya yang memerah itu.

"Kena bola basket Ma." ucapnya enteng.

"Oh."

"Haaaah? Kok bisa? Siapa yang ngenain kamu?" Mamanya yang awalnya cuek-cuek saja kini heboh sendiri saat menyadari penyebab jidat merah itu.

"Apa sih Ma, aku gak apa-apa kali. Lebay banget kaya Cinta Fitri."

"Eh, itu udah tamat tau. Udah lama tamatnya, ih kamu mah mah gak aptudet." Devina mengambil sandwich buatan Mamanya sambil melirik malas sang Mama yang mulai kumat lagi.

"Oiya, maaf ya sayang kemarin Mama gak jemput. Hehe."

Devina yang baru saja akan memasukan sandwich itu mendadak teringat sesuatu. Seharusnya kan dia ngambek. Kok dia lupa sih? Sambil menepuk jidatnya-yang selanjutnya dia elus-elus sendiri karena lupa lagi kalau ada memar-dia berdiri dan meletakan sandwich dengan asal. membuat Mamanya menatapnya bingung.

"Lah? kenapa gak jadi dimakan?"

"Gak! Aku lupa. Aku marah  sama Mama!"

Mamanya makin bingung dengan kelakuan gadis didepanya ini. perasaan tadi baik-baik saja, kenapa marah?

"Kenapa?"

"Ih Mama gak peka sih."

"Apa sih? Mama gak ngerti."

"Mama tuh gak jemput aku kemarin! udah tahu Pak Heri sakit perut, gak ada inisiatif sama-sekali buat jemput. Udah gitu malah nyuruh naik angkot lagi. Hhh."

"Yaelah, perasaan Mama juga udah minta maaf tadi. Yaudah, yaudah nanti Mama yang jem-"

"Aku berangkat. Da Mama."

"Eeee anak durhaka ya! Mamanya belum selesai ngomong main nylonong gitu aja!"

***

Bugh

Suara pintu mobil yang tertutup dengan kasar itu terdengar keras didepan gerbang. Lima menit lagi bell berbunyi. Devina mendengus kesal, gara-gara Mamanya dia jadi hampir telat.

Love BasketballTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang