Happy reading!
Baiklah, aku akan datang ke apartemenmu paling lambat pukul sembilan pagi.
Dan ini sudah pukul sepuluh lewat lima belas menit, dimana gadis itu sekarang?
Jaemin mendengus saat mendapati dirinya menunggu kedatangan gadis itu ke apartemennya. Jaemin lalu menaruh adonan croissant satu per satu ke loyang lalu mengolesinya dengan telur dan memanggangnya.
Ketika croissant-nya matang dan ia sedang sibuk dengan kopinya, saat itulah gadis itu datang.
***
Giselle tidak bisa tidak merutuki kesialan yang entah sejak kapan menempeli dirinya. Setelah Yoshi memintanya memasak makanan Prancis yang tingkat memasaknya sulit dan ditolak para koki untuk menjadi murid, serta dengan harga diri yang terasa terjun jauh ke inti bumi ia harus meminta bantuan pada Jaemin. Kali ini tiba-tiba semalam ia merasakan ada hal yang berbeda dengan perutnya hingga membuat rencana yang ia susun berantakan dengan sekejap.
Saat bangun pukul enam pagi, ia bahkan tidak bisa bangun dan hanya berurusan dengan perutnya dan kamar mandi, lupa sama sekali pada apa pun rencananya. Lalu ia sempat kembali tertidur dan bangun lewat setengah jam dari waktu yang ia janjikan pada Jaemin.
"Kau terlambat, ayahmu baru saja pergi bersama Wonbin sepuluh menit yang lalu," komentar ibunya ketika Giselle dengan langkah terburu-buru dan dandanan seadanya menuruni tangga dan bertemu ibunya di ruang tamu.
Giselle mencium pipi ibunya lalu berkata dengan buru-buru, "Aku akan membuat perhitungan pada ayah nanti, tetapi sekarang aku punya urusan yang lebih penting, Bu." Giselle memasang sepatunya dengan cepat. "Aku pergi dulu."
Giselle sayup-sayup mendengar ibunya mengatakan hati-hati, tetapi ia tidak punya waktu untuk membalasnya. Tujuannya adalah pergi mencari bahan-bahan untuk memasak lalu pergi ke rumah Jaemin.
"Aku beruntung karena apartemennya tidak sulit ditemukan," gumam Giselle saat ia telah sampai di apartemen Jaemin lalu menekan bel. Gadis itu menghela napasnya untuk mempersiapkan diri, rambutnya belum sempat ia rapikan ketika pintu apartemen dibuka dan Jaemin muncul dengan wajah yang tidak menyenangkan.
"Terlambat satu setengah jam."
Giselle mencoba untuk tidak peduli, lalu memberikan kantung kertas cokelat yang berisi bahan-bahan yang ia beli tadi pada Jaemin.
"Biarkan aku masuk," pinta Giselle cuek, lalu Jaemin menggeser posisinya tanpa berkomentar apa pun dan berjalan lebih dulu menuntun gadis yang ada di belakangnya kearah ruang tamu.
Apartemen Jaemin beraroma kopi, lantainya bersih dan suasananya sunyi namun menenangkan. Perabotannya tidak begitu banyak dan disusun dengan rapi, ada rak buku di sudut ruangan yang isinya mungkin semua hal-hal berbau dapur dan masakkan.
"Apa yang kau bawa? Sampah?" Jaemin tiba-tiba bertanya dengan nada datar yang terdengar menyebalkan bagi Giselle. Ia baru saja berpikir untuk memuji lelaki itu karena suasana apartemennya, tetapi sepertinya tidak jadi setelah mendengar apa yang baru saja lelaki itu katakan.
"Kau sebut ini bahan masakkan?" Jaemin menghembuskan napasnya, menahan diri untuk tidak berkata lebih kasar ketika mendapati gadis di depannya sudah memasang wajah tidak bersahabat sama sekali.