Gadis Jawa

47 17 0
                                    

"Angka sejuta euro lebih baik daripada sejuta rupiah, sayang." Goda seorang gadis dengan senyum menampakkan gigi gingsul miliknya yang runcing bak taring tambahan.

Sekilas wajahnya sangat manis. Tapi tak ada yang tahu, otak miliknya sungguh picik. Berikan dia uang, semua informasi akan dia beri.

Berbanding jauh dengan nona setengah Tionghoa di hadapannya. Menatap penuh lucu sang gadis Jawa.

"Oh ayolah Ameng, apa salahnya dirimu kembali 'mengigit' seperti dulu?" Dengan senyum gadis setengah Tionghoa bersepatu pantofel itu mencoba menawarkan sesuatu pada nona Jawa yang dipanggil dirinya Ameng.

"Diamlah. Buat aku tertarik, lalu aku akan membantu mu." Berlalu pergi, gadis Jawa itu memilih meninggalkan lawan bicara nya yang bahkan masih tersenyum.

"Kita lihat, sejauh apa dirimu menahan gejolak petualangan, wahai nona Jawa picik." Masih dengan senyum yang tak luntur, mengeluarkan korek api. Kemudian beranjak keluar dari restoran tempat dirinya berbincang. Menghempaskan korek api yang menyala, membiarkan kota London malam itu di isi dengan berita kebakaran gedung restoran ternama yang dilahap api.

Gadis bersepatu pantofel masih tersenyum, kali ini dengan background api yang melahap manusia-manusia di dalam restoran.

***

"Kau tahu Sadiva? Restoran 'The Park Room' di London semalam kebakaran dan tidak ada yang tahu siapa pelakunya!" Celoteh gadis berkacamata pink dengan koran di tangan kirinya.

"Apakah aku harus peduli pada berita itu, Ra?" Acuh tak acuh, Sadiva hanya melirik sambil menggambar desain arsitektur sebuah gedung untuk tugas kuliah miliknya.

"Hey, begitu saja tidak peka! Maksud ku ayo temani aku ke London kau tahu kan tidak mungkin aku dari Yorkshire menuju London sendirian!" Dalam satu kali gerakan gadis berkacamata bernama Adira itu mengambil pensil milik Sadiva dan menyembunyikannya di saku.

"Sialan, kembalikan pensil ku! Minta tolong saja pada Ella dan Tria sana!" Usirnya sambil cemberut. Nampaknya Sadiva tak suka acara menggambarnya diganggu.

"Kumohon. Dua gadis itu sedang pergi menuju perusahaan penerbitan buku, Ella baru saja menerbitkan buku-buku gila miliknya dan itu laku di pasaran jadi dia meminta Tria menemani nya. Nampaknya ada masalah dengan perusahaan penerbitan tempat dirinya mempublikasikan buku-buku berbahaya itu. Ayolah Sadiva, kau tahu aku bekerja sampingan sebagai Jurnalis. Aku membutuhkan berita ini..."

"Ck, siapkan dirimu. Ku tunggu di depan Apartemen."

Mengambil barang-barangnya, dan meninggalkan apartemen mini milik Adira untuk berkemas menuju apartemen miliknya di sebelah.

"Ehehehe, mari kita lihat. Aku harus memakai baju apa."

Sedangkan di kamar apartemen mini disebelah, Sadiva menggerutu sebal mempersiapkan barang-barang apa saja yang akan dia bawa. Gadis itu melirik buku catatan kecil milik Ella yang tertinggal di meja belajarnya. Mengambil buku itu, pulpen, pensil dan sketchbook biru miliknya. Menyimpan semua itu di tas selempang coklat, lalu dalam satu gerakan dia mengambil mantel dengan warna senada dan memasukkan kartu ATM beserta dompet ke dalam saku.

Mengunci pintu kamar apartemen miliknya dan dalam sedetik, dirinya sudah berdiri manis menunggu Adira di depan pintu kamar apartemen milik si gadis berkacamata itu.

"Kau tahu Sadiva, dirimu sungguh sangat baik. Aku akan mentraktir mu saat aku sudah gajian." Ucap Adira saat membuka pintu kamar apartemen mini miliknya dan mendapati Sadiva telah menunggu.

Opresi MassalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang