Extra work 1.2

465 26 6
                                    

Setelah 40 menit fokus bekerja, aku tiba-tiba merasa seperti ada yang terlupa. Kemana pacar mungilku? Kenapa lama sekali dia makan? Aku pun mengangkat kepalaku dari layar komputer dan mencari-cari sosok tubuhnya. Begitu mataku menemukannya, aku hanya bisa tersenyum melihat Khao yang sudah tertidur pulas di sofa.

Lucu sekali. Dia seperti bayi—makan, tidur, ulangi. Tapi aku tidak akan mengeluh. Dia memang bayiku.

Aku berjalan mendekat ke sofa dan dengan lembut mengelus pipinya yang halus. Khao pun perlahan membuka mata, merasa tidurnya terganggu.

"Baby, jangan tidur di sini," bisikku lembut.

"Hoammm... kenapa? Apa kamu mau kirim aku pulang?" jawab Khao, suaranya masih mengantuk.

"Tidak," jawabku sambil tersenyum, "Aku tidak menjemputmu ke sini hanya untuk tidur di sofa."

"Tapi aku ngantuk banget, First," jawabnya, matanya sudah hampir tertutup lagi.

Lihatlah itu, bagaimana aku bisa tidak merasa gemas? Dengan penuh kasih sayang, aku mengangkat tubuh Khao dengan kedua tanganku, seperti koala memeluk batang pohon.

"First!! Turunkan aku!! Aku mau tidur," rengek Khao sambil menggeliat, mencoba melepaskan diri.

"Siapa yang melarangmu tidur? Kamu boleh tidur, tapi di pangkuanku," jawabku, sambil duduk kembali di kursi kerja dan mendudukkan Khao dengan hati-hati di pangkuanku, membetulkan posisinya agar dia merasa nyaman.

Khao yang masih mengantuk hanya pasrah, menyandarkan kepalanya di bahuku dengan nyaman. Tidak butuh waktu lama sebelum dia tertidur lagi, napasnya pelan dan teratur di sampingku.

Sambil mencium kening Khao dengan lembut, aku kembali fokus pada pekerjaanku. Sesekali, aku mencuri pandang ke arahnya, menikmati betapa damainya dia tidur di pangkuanku.

Setelah hampir satu jam bekerja, akhirnya tugasku selesai. Aku menatap kekasihku yang masih lelap dibuai mimpi. "Baby, bangun," bisikku tepat di telinganya.

"Gamau..." gumamnya, masih setengah tertidur.

"Bangun sekarang, atau aku..." ancamku lembut, tanpa menyelesaikan kalimat. Mendengar nada itu, Khao langsung terbangun dan mencoba melepaskan diri dari pangkuanku, tapi aku lebih kuat. Aku memeluk erat pinggangnya, tidak membiarkannya turun.

"Kamu sudah duduk di pangkuanku lama sekali, jadi... bukankah seharusnya ada ganjarannya karena aku membiarkanmu tidur dengan nyaman di sini?" godaku sambil tersenyum jahil.

"Ihh, First... kamu yang mau aku tidur di sini, aku kan tadi maunya tidur di sofa," Khao menjawab, merajuk.

"Shhh, aku cuma mau ini," kataku sambil menunjuk bibirnya dengan jari.

Khao menundukkan kepalanya, malu. Meskipun kami sering berciuman, dia tetap saja malu untuk memulai duluan.

"Bolehkah, baby? Ah, bahkan kalau kamu bilang tidak, aku tetap akan melakukannya," ucapku, langsung menunduk dan mencium bibirnya yang plumpy tanpa menunggu persetujuannya.

Khao, walau malu, pasrah saja. Dia membiarkanku menahan lehernya, memperdalam ciuman kami. Beberapa menit berlalu sebelum Khao mulai kehabisan napas dan menepuk dadaku sebagai isyarat untuk berhenti. Aku melepaskan ciuman dan menatap wajahnya.

Indah sekali.

Pipinya merah, rambutnya berantakan, bibirnya setengah terbuka saat dia menghirup udara. Ingin rasanya aku melanjutkan lebih jauh, tapi aku menahan diri.

Setelah merapikan beberapa dokumenku, kami pun akhirnya berkemas untuk pulang ke rumah, siap menghabiskan sisa hari dengan bermesraan di sana.

———

Haiiii!!
Ini kali pertama bagi ku untuk menulis. Don't be mean to meee!! Aku harap kamu semua menikmatinya

xoxo
Sun

My dear Khaotung 🧸 (firstkhao)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang