- 5

577 54 4
                                    

"K-kak." Gumam Halilintar dengan suara sangat pelan dan enggan menatapku.

"Huh? Apa? Kakak tidak dengar, nih." Kataku sambil memasang ekspresi seolah-olah tidak mendengarnya. Padahal aku dengar itu.

Aku hanya ingin dia mengatakannya lagi. Dengan lebih jelas.

"Kakak." Kali ini dengan jelas dia mengatakannya dengan wajah dan intonasi judesnya itu. Terpantri jelas di wajahnya itu yang penuh rasa terpaksa setelah memanggilku Kakak.

"Iya, Hali?" Jawabku dengan wajah penuh gembira. Senang sekali rasanya aku bisa mempermainkan bocah songong ini. Akan ku katakan dengan wajah seolah tidak terjadi apa-apa padahal aku menunggu permohonan darimu hahaha.

Ayo katakan. Katakanlah kalau kau mau semua kartu kredit dan kendaraanmu beserta fasilitas lain yang ayahmu berikan bisa kembali ke tanganmu. Kau harus memohon padaku bocah kecil.

Ubahlah sikapku kali ini menjadi sedikit tidak keras kepala dan turunkan gengsimu yang setinggi gunung itu.

"Minta pada ayah untuk mengembalikan semua kartu dan kunci Mclarenku." Ucapnya dengan wajah yang tidak menghadap ke arahku. Dia memalingkan wajahnya ke samping dengan ekspresi tidak ikhlasnya.

Lucunya.

Seharusnya dia bisa memohon dengan sedikit lebih lembut lagi dengan menambahkan kata tolong padaku di kalimatnya tadi. Itu akan membuatku lebih senang lagi akan hal tersebut.

"Mana tolongnya, Hali?" Tanyaku sambil melipat kedua tanganku di dada. Aku mewajahi mukanya yang tidak menatapku dengan ekspresi senyum.

Ya benar. Aku memgharapkan lebih atas kalimat yang dia katakan kepadaku.

Dia yang mendengar itu hanya berdecak sambil mematapku dengan perasaan terhina. Dia mungkin merasa sedang di permainkan. Padahal memang begitu faktanya.

Menyenangkan sekali mempermainkannya. Apalagi saat dia memasang ekspresi sebal di wajah tampannya yang chubby itu. Lucu sekali.

"To-tolong." Ucapnya dengan wajah menunduk ke bawah. Ya ampun lucu sekali melihatnya dengan wajah sedikit malu itu. Terlihat jelas di telinganya yang memerah sedikit walau sudah malam.

Oke aku tidak tahan. Akan ku hentikan mempermainkan bocah lucu ini. Ku pegang pipinya dengan tanganku dan ku angkat wajah yang menunduk malu itu.

Yaampun wajahnya sangatlah lembut. Seperti pipi bayi dari tetangga apartementku.

Lain kali akan ku cubit pipinya yang menggemaskan itu. Kalau sekarang aku masih sedikit takut, alih-alih di remas pergelangan tanganku malah bisa saja aku akan di banting ke tanah. Huh seram.

"Baiklah Hali. Akan Kakak (Nama) katakan pada ayah untuk mengembalikan kartu dan kendaraanmu besok." Kataku. Hali yang mendengar itu hanya mengerutkan alis.

"Tidak jadi sekarang, maaf ya."

"Kenapa?" Tanyanya meminta penjelasan atas keingkaran janjiku sebelumnya.

"Aku tidak bisa menemui ayahmu sekarang karena dia bisa mencium bau rokok dari tubuhku." Jelasku memberi alasan utama yang bisa di terima cukup logis.

Ya memamg masuk akal kan. Aku tidak bisa bertemu Paman Amato dengan keadaan aku sudah menghabiskan lebih dari tiga batang rokok tadi.

Orang tua itu pasti bisa langsung mencium aroma rokok di tubuhku karena bisa di bilang menyengat. Aku takut jika itu terjadi aku tidak akan bisa bekerja dengan tenang besok. Takutnya aku bisa di sidang hingga pagi dan tidak akan melihat hari esok yang indah.

Memikirkan itu hanya akan membuatku merinding takut penuh kengerian sampai menghela napas. Aku beralih menatap anak itu lagi sambil melanjutkan dialogku.

Halilintar X Reader | His ObssessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang