Ch. 7

255 33 6
                                    

[Waktu, asa]

.

.

.

Pulang di kala lembayung jingga senja menciptakan nostalgia masa kecil. Jalan sepi menuju apartemen terasa begitu menetram hati. Semilir angin menyentuh lembut helaian rambutnya. Hinata mendesah, semua ketenangan itu tidak mampu berselaras dengan benaknya. Kemunculan kembali sang Uchiha sungguh mengusiknya.

"Sasuke-san...?" bisiknya yang tak yakin dengan apa yang tertangkap oleh retinanya.

Pria yang menghantui pikirannya belakangan ini berdiri tegak di depan pintu apartemennya. Hinata sejenak terdiam. Tak ada satu patah kata yang keluar dari bibir mereka. Tatapan mereka saling membaca, namun berakhir dengan beberapa pertanyaan yang tak bersuara.

Selama seminggu mencari keberadaan Hinata, Sasuke tak lama mengembuskan napas lega. Kali ini sang Hyuuga tak menyuruhnya pergi, melainkan mempersilahkannya. Dan begitu masuk, tak banyak perabotan yang didapati. Sesuai info yang didapatkan, Hinata baru menempatinya tiga hari yang lalu.

Wanita itu lantas menyeduhkan segelas teh untuknya. Kini mereka saling duduk berhadapan di ruang tamu. Hingga akhirnya Hinata yang mengakhiri keheningan yang asing ini.

"Menikah itu tak mudah Sasuke-san."

Sasuke terdiam.

"Kalau kau datang hanya untuk mengatakan hal itu lagi... barusan adalah sebagian keberatanku."

"Berarti sebagian yang lain, kau gak keberatan jika menikah denganku kan Hinata?"

Hinata mengatupkan bibirnya.

"Dulu awalnya emang begitu, tapi sekarang..." Hinata sejenak menarik napas, matanya berlari ketempat lain. "Setelah kau pergi, aku jadi menemukan sesuatu..."

Sasuke tergugu, tiba-tiba Hinata tersenyum manis sehingga membuat semua perkataan yang ada dibenaknya lantas menguap

"Sesuatu yang tak pernah kupikirkan selama ini."

Sorot mata itu kemudian berubah, begitu berkilauan sehingga Sasuke tak bisa berpaling padanya. Di luar gapaian jemari, sang Hyuuga seperti menemukan sesuatu yang sangat berharga di tengah perjalanan hidupnya. Sesuatu yang menjadikan pegangan hidupnya.

"Aku menyebutnya mimpi, Sasuke-san."

Mimpi?

"Ya, walaupun tak sebesar impianmu. Aku seharusnya berterimakasih padamu." kini Hinata duduk dengan tegak, lalu pandangan lugas itu menggoyahkan hati sang Uchiha, "Arigatou, Sasuke-san!"

.

.

.

Hujan turun cukup lebat di penghujung musim panas ini. Dengan setelan yang tipis Sasuke berjalan lunglai di bawah hujan. Dia bahkan tak berniat meneduh. Baginya, hujan ini sesuai dengan suasana hatinya, mendungnya pun menggambarkan pandangannya kini.

Apa ini akhir dunia?

Wanita itu telah membangun tembok tinggi agar dirinya tak bisa menjangkaunya. Tapi, apa dia diperbolehkan untuk menyerah?

Ucapan Hinata seminggu yang lalu masih membekas.

Mimpi...

Sasuke yang menyedihkan ini juga memilikinya. Kebebasan adalah mimpi terbesarnya, dan sekarang ia telah menikmatinya. Bebas dari kekangan keluarganya merupakan pencapaian sukses yang tak pernah ia lupakan.

PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang