Langkah seorang gadis cantik terhenti begitu dia keluar dari lift dengan sekantung makan siang di tangan kirinya, melihat seseorang yang tampak terburu-buru menghampirinya, keningnya kemudian berkerut.
"Jennie, kami membutuhkan bantuan mu." Ucapan gadis berbibir hati di hadapannya membuat Jennie kemudian kembali melangkahkan kakinya, dari caranya berjalan saja, semua orang rasanya mengagumi bagaimana aura yang dipancarkan oleh gadis bermarga Kim itu, Kim Jennie, begitu nama lengkapnya.
"Bantuan? Apa yang terjadi?" Tanya Jennie dengan lembut, "Lisa.. dia sedang memarahi anak-anak yang lain di ruangannya, suaranya sedari tadi menggelegar, sepertinya.. kekasihmu sangat marah." Jennie menghela nafas pelan begitu mendengar nama pemilik perusahaan yang juga adalah kekasihnya disebut, Lisa.
"Siapa saja yang ada di dalam?" Tanya Jennie setelahnya, dia mempercepat langkah kakinya diikuti dengan Jisoo, salah satu staff yang sudah bekerja lama di perusahaan milik kekasihnya.
"Somi, Irene dan Rosie." Jennie menghela nafas, dia mengangguk pelan karena sudah paham dengan apa yang harus dia lakukan.
"Aku masuk terlebih dahulu kalau begitu." Ujar Jennie, "aku takut jika Lisa kehilangan kendali." Balasan Jisoo membuat Jennie yang sudah memegang gagang pintu kembali menatap Jisoo di hadapannya.
"Tenang saja, biar aku yang mengurus hal ini." Sejujurnya, Jennie sendiri bisa melihat kekhawatiran di mata gadis berbibir hati di hadapannya, Jennie kemudian membuka pintu ruangan kekasihnya, dia masuk perlahan tanpa suara, membuat kekasihnya yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang kemudian berdecak.
Jennie meletakkan makan siang yang dia bawa ke atas meja terlebih dahulu, lebih tepatnya ke meja yang lebih kecil di samping meja kebesaran kekasihnya, di hadapan Lisa, tiga gadis yang disebutkan Jisoo tadi menunduk ketakutan.
"Kenapa kau masuk, Jennie?" Kalimat ketus itu Jennie terima namun dia tidak menghiraukan ucapan Lisa, ruangan Lisa juga adalah ruangannya, kenapa dia tidak boleh masuk?
"Apa yang terjadi?" Tanya Jennie, "bukan urusanmu." Balas Lisa setelahnya, dia yang masih sangat marah kemudian kembali menatap bawahannya di hadapannya.
"Jangan pikir karena Jennie ada disini maka kalian aman, aku tidak mau tahu, kalian lembur sampai bisa mengembalikan keadaan, lihatlah kinerja kalian yang begitu buruk." Lisa dengan nada tingginya mengambil tumpukan map di hadapannya kemudian membantingnya, Jennie memilih untuk menyimak sedari samping.
"Siapkan ruangan rapat, setelah ini kita harus rapat dengan semua staff untuk mengubah sistem kerja kalian, jika seperti ini, kalian hanya akan membuat perusahaan ku gulung tikar atau kalian memang sengaja melakukannya? Tidak becus, kalian senior disini tapi sangat tidak becus!" Lisa yang masih meledak-ledak kembali memarahi bawahannya, Jennie sampai menggigit bibir dalamnya, beginilah kekasihnya yang memang sangat temperamental, bahkan hal kecil saja bisa membuat Lisa mengamuk tak karuan.
"Kalian butuh pekerjaan bukan? Masih butuh uang untuk hidup, bukan? Jika iya, kenapa kalian tidak bisa mencintai pekerjaan kalian dengan baik? Dengar, kalian seharusnya lebih bersyukur diterima di perusahaan ini, apa kalian pikir kalian layak bekerja disini? Sama sekali tidak, kalian pikir kalian pintar? Ijazah kalian bagus? Jika bukan karena belas kasihan ku, kalian tidak akan lulus seleksi, satu dari kalian juga bahkan tidak lulus dari universitas."
Jennie yang merasa ucapan kekasihnya semakin tajam kemudian menatap Lisa, dari rahang Lisa yang mengeras, dia tahu bagaimana marahnya Lisa sekarang meski Jennie belum mengetahui apa penyebab kekasihnya marah siang ini.
"Menangis saja, tunjukkan betapa lemahnya mental kalian yang tidak bisa bertanggung jawab atas pekerjaan kalian, beruntung aku tidak memecat kalian bertiga, apa aku tidak bisa mencari staff dengan mudah? Aku bisa dengan mudah melakukannya." Ucap si pemimpin perusahaan itu lagi, dari berkacak pinggang, kini dia melipat kedua tangannya di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALANCE LOVE - JENLISA [G×G]
FanfictionSatu-satunya hal yang bisa memadamkan api hanyalah air, sama dengan amarah Lisa, satu-satunya yang bisa meredakan amarahnya hanya kekasihnya, Jennie. Dengan temperamen yang buruk, semua hal terasa salah di mata Lisa, Jennie yang selalu menjadi penen...