#4

64 7 2
                                    

Sekitar setengah 6 pagi Zee baru saja bangun dan tengah mengumpulkan nyawanya dengan duduk di pinggir kasur, tidak seperti sebelum-sebelumnya dimana dirinya harus bangun lebih awal untuk menjemput Jessi agar berangkat sekolah bersama. Namun kini Zee lebih santai karena semalam sang kekasih memberi kabar jika akan berangkat diantar orang tuanya, jadi dirinya kira-kira akan berangkat lebih terlambat.

Di bawah guyuran air shower cukup membuat Zee kembali segar, mata yang masih berat dan meminta kembali ditutup segera terbuka lebar. Semangat kembali membara pada dirinya, sebagai modal memulai hari.

Setelah memakai seragam dengan rapih, diakhiri oleh semprotan parfum Zee pun siap berangkat. Segera ia berjalan turun untuk meminum susu sebagai sarapan, seperti yang ia jelaskan sendiri di part sebelumnya.

"Tumben kamu agak santai sayang bangunnya, gak jemput pacarmu itu?." Tanya Marsha sambil menyajikan segelas susu putih hangat untuk anaknya

"Enggak Bun, Jessi berangkat sendiri katanya."

"Kebetulan Mommy inget, jadi gimana penawaran Mommy sama Bunda buat kamu lanjut sekolah di Inggris? Sekolah di sana lebih baik daripada di sini loh." Tukas Lulu sebagai orang tua Zee selain Marsha

"Mom, Bunda. Zee gak mau ninggalin pacar Zee di Indonesia, yang ada Zee gak fokus belajar selama di sana!." Sergah Zee kesal

"Gak mau coba LDR aja gitu kalian berdua? Atau kalo kamu kangen banget bisa pulang ke Indonesia, ini kan mimpi kamu dari dulu sayang. Dulu kamu pengen banget kan sekolah di luar negeri? Tapi terserah kamu sih, anak Bunda udah gede ini." Marsha lanjut memasak nasi goreng untuk sarapan Lulu

"Iya sih, cuma gimana ini tuh, malah bikin Zee makin pusing. Di satu sisi Zee mau kejar mimpi Zee, tapi di sisi lain Zee juga gak bisa tinggalin Jessi. Aku harus gimana sih ini!?." Ketus Zee muak karena seakan dipermainkan oleh pikirannya sendiri

"Gak usah pikirin dulu, sekarang kamu habisin susu kamu terus berangkat. Keputusan jangan diambil pas hati dan pikiran gak singkron, yang ada kamu salah pilih!." Tegur Lulu dengan wajah serius menatap sang anak

Zee hanya bisa menghela nafas berat lalu meminum susunya, pikiran berat ini seakan terus menghantuinya. Satu-satunya cara agar hilang adalah dengan memilih salah satunya, namun sayang Zee tak dapat memilih salah satunya.

---

Di sekolah pun Zee sedikit berbeda, ia yang biasanya aktif dan seringkali membuat gaduh di kelas pun tak ada angin tak ada hujan jadi lebih diam. Freya yang duduk bersama pun merasakannya, Zee sejak pagi jadi lebih banyak diam.

"Kalian identifikasi teks cerita di halaman 55 sampai 60 dulu, nanti 15 menit lagi ibu tanya." Jelas instruksi sang guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas Zee

"Lu dulu Zee yang baca, gue udah baca-baca dari semalem jadi agak apal." Freya mendorong buku paket itu ke hadapan Zee karena keduanya hanya dipinjamkan 1 buku saja

Namun ucapan Freya tak dihiraukan oleh Zee, sahabatnya itu diam saja dan seakan tak bergerak. Segera ia pegang dahi Zee, sekadar memastikan sahabatnya tersebut tidak sakit. Namun anehnya tak panas atau hangat terasa,

"Lu sakit Zee? Ngerasa pusing atau gimana? Kalo iya ayo gue anter ke UKS, jangan diem aja!."

Zee pun akhirnya melenguh panjang dan mulai membaca buku paket yang Freya berikan "kagak, gue cuma lagi banyak pikiran aja."

"Lu kek presiden aja banyak pikiran!," Celetuk Freya bercanda agar Zee tertawa, namun sahabatnya itu seperti tak akan ada tanda-tanda tertawa "kalo ada apa-apa cerita ama gue, gue siap dengerin kok. Jangan dipendem sendirian, masalah lu bukan ayam ungkep!."

Repercussions [Jessi - Zee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang