Bab 3

1.3K 70 27
                                    

Sebuah pesawat perlahan mendarat di tanah. Tidak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan lima orang saudara. Taufan melihat sekitarnya yang begitu kacau dan hancur berantakan.

"Mengerikan," ucap Blaze sambil menatap robot tempur yang bagian kepalanya telah putus. Dia yakin pelakunya adalah Halilintar.

Ice dengan tatapan tajamnya memperhatikan sekeliling dengan cermat. Dari kejauhan, dia melihat siluet seorang manusia berambut putih yang mencolok diantara mayat-mayat robot. Orang itu mengarahkan tangannya ke arah Ice, tangannya bersinar sebelum akhirnya menembakkan bola cahaya.

"Dinding es!"

Dengan cepat, Ice membuat dinding untuk melindungi dirinya dan yang lain. Sementara sosok berambut putih itu telah menghilang.

"Siapa yang menyerang kita?" tanya Gempa sambil menatap sekeliling namun tidak menemukan pelakunya.

"Sepertinya itu Solar," jawab Ice.

Mereka berempat saling memunggungi. Blaze menatap lurus ke depan, dia membelalakkan matanya ketika bola cahaya datang kearahnya.

"Awas!" Mereka menghindar dari bola cahaya tersebut. Blaze menatap sekitar, mencari pelaku penembakan namun dia kehilangan jejak.

"Tadi itu Solar kan?" tanya Thorn dan di-iyakan oleh Blaze.

Empat orang itu segara memasang sikap waspada. Siluet merah seperti gerakan kilat muncul diantara pepohonan. Tiba-tiba, dari semak-semak sebuah bola kecil dilempar ke arah mereka. Bola tersebut pecah di udara, melepas gas warna hijau yang menyebar dengan cepat.

"Jangan hirup gasnya!" teriak Gempa, berusaha mencari jalan keluar dari gas tersebut.

Taufan menahan nafas, namun efek gas itu begitu cepat,"Ini gas tidur".

Thorn yang berada paling dekat dengan bola gas merasa pandangannya mulai kabur. Ice sudah terlelap lebih dahulu karena tidak sanggup menahan rasa kantuk. Blaze dan Gempa berusaha menjauh dari kepulan gas tersebut, namun kakinya mulai lemas dan berakhir tumbang lalu disusul oleh Taufan. Gas tidur itu membuat mereka tak sadarkan diri. Tempat yang sebelumnya penuh ketegangan kini sunyi senyap.

Dari kejauhan, pelaku serangan itu menyeringai melihat keempat orang itu terkapar tak sadarkan diri. Setelah gas tidur itu hilang, dia mendekati keempat orang tersebut. Dia berjongkok setelah sampai di depan Taufan yang sedang tidur nyenyak.

"Hei, apa kau memikirkan apa yang kupikirkan juga?"

Solar menatap kakaknya, Halilintar yang sedang memasukkan jarinya ke dalam mulut Taufan.

"Ya"

Halilintar kemudian menggendong Taufan seperti bridal style. Mereka pergi lalu menghilang di balik pepohonan.

•°•°•°•

Gempa mengedipkan matanya, mencoba mengumpulkan tenaga sambil duduk. Dia menatap saudaranya yang masih terpengaruh gas tidur. Namun Gempa merasa ada yang janggal. Dimana Taufan? Karena khawatir, Gempa segera membangunkan yang lain.

"Blaze bangun," Gempa mengguncang tubuh Blaze, pemuda api itu mulai terbangun dari tidurnya. Setelah itu, Gempa berganti membangunkan Ice dan Thorn.

"Ugh, berapa lama kita tertidur?" tanya Ice sambil mengucek matanya.

"Entahlah, aku tidak tau," jawab Gempa.

"Kak Gem, kak Ufan mana?" tanya Thorn sambil celingak-celinguk mencari keberadaan kakak keduanya.

"Aku tidak tau, saat aku bangun tiba-tiba kak Ufan sudah tidak ada," jelas Gempa.

"Sepertinya kak Hali dan Solar membawanya," Ice mendekati ketiga saudaranya sambil secarik kertas yang dia temukan. Karena penasaran Gempa mengambil kertas tersebut dan membacanya.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang