Bab 4

974 61 12
                                    

Halilintar dan Solar menatap Taufan yang sudah tidak sadarkan diri. Tubuhnya dipenuhi dengan sp•rma dan bercak kemerahan.

"Ck, malah pingsan," ucap Solar. Dia masih ingin mendengar suara desahan merdunya, hanya saja Taufan sudah pingsan.

"Lihat, kita kedatangan tamu," Halilintar menatap layar hologram jam kuasanya yang menampilkan empat titik yang berbeda warna,"Sepertinya mereka melacak lokasi jam kuasa kita".

"Tunggu apalagi. Ayo pergi," ucap Solar yang sudah memakai pakaiannya kembali.

"Selamat tinggal sayang, suatu hari kami akan menemuimu lagi"

Kedua orang itu akhirnya pergi meninggalkan Taufan yang tergeletak tanpa busana.

Sementara itu, Gempa terlihat fokus menatap layar hologram jam kuasanya.

"Eh, sinyal kak Hali dan Solar menghilangkan"

"Sepertinya mereka kabur," ucap Blaze dengan kesal.

"Lalu bagaimana dengan kak Ufan?" tanya Thorn khawatir.

"Masih ada"

"Entah mengapa aku merasakan firasat buruk," ucap Ice. Sejak awal dia terus membayangkan Taufan disiksa oleh Halilintar dan Solar.

"Aku juga Ice. Tapi semoga saja mereka tidak melakukan hal buruk kepadanya," ucap Gempa yang tidak kalah khawatirnya dengan Thorn.

Mereka terus berjalan dengan langkah cepat sampai akhirnya berhenti di sebuah bangunan terbengkalai. Tanpa berpikir panjang, Blaze langsung memukul pintunya hingga hancur.

"Kak Ufan di sana," Gempa menunjuk sebuah pintu yang sedikit terbuka. Mereka bergegas masuk dan melihat pemandangan yang mengejutkan semua orang.

"Kak Ufan!" Thorn berlari menghampiri Taufan, dia tidak bisa membendung air matanya setelah melihat kondisi kakaknya jauh dari kata baik.

Gempa syok, dia menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dilihat. Blaze hampir ambruk, tak menyangka Halilintar dan Solar melakukan perbuatan yang kejam. Ice langsung melepas jaketnya untuk menutupi tubuh Taufan.

"Kak Ufan bangun," Thorn menepuk pipi Taufan namun sang empu tak kunjung bangun.

"Sebaiknya kita pergi dari sini," ucap Ice dan dibalas anggukan oleh Thorn. Pada akhirnya, mereka pergi meninggalkan tempat itu sambil menangis.

•°•°•°•

Di stasiun tapops, Taufan berbaring di brankar dengan infus yang terpasang di tangannya. Perlahan-lahan dia membuka matanya dan mendapati dirinya di ruang kesehatan. Taufan merintih ketika tubuhnya terasa sakit terutama di bagian bawahnya. Otaknya mulai mengingat kembali ketika dirinya diperk•sa sampai pingsan.

Jantungnya berdegup kencang. Nafasnya terengah-engah. Taufan menangis dan berteriak sekencang mungkin sambil menjambak rambutnya. Bersamaan dengan itu, Thorn masuk dan terkejut melihat kakaknya yang mengamuk. Dia berusaha menenangkannya namun upayanya gagal.

"Kak Ufan tenanglah"

"Lepas!Aku kotor!"

Thorn ikut menangis. Karena bingung dan kewalahan akhirnya dia menghubungi saudaranya.

"Thorn ada apa?"

"Kak Gem, cepat kesini! Tolong kak Ufan"

Gempa terkejut setelah mendengar suara teriakan Taufan. Tanpa basa-basi dia segera menuju ke ruang perawatan, tidak lupa menghubungi Blaze dan Ice juga.

"Pergi!Jangan menyentuhku!" Taufan mendorong Thorn hingga mundur beberapa langkah.

Tidak lama kemudian, Gempa datang bersama Blaze, Ice dan seorang perawat. Perawat itu meminta mereka untuk menahan Taufan. Setelah itu, dia menyuntikkan obat penenang. Beberapa menit kemudian, Taufan tertidur. Semua orang disana menghembuskan nafas lega.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang