Bab 7

587 62 20
                                    

Ice merebahkan tubuhnya yang lelah di atas kasur setelah seharian mencari kecebong untuk Taufan yang sedang ngidam. Katanya sih mau dipelihara.

"Agak lain anaknya kak Hali sama Solar"

Matanya perlahan-lahan terpejam, namun suara dering dari laptop di sebelahnya membuatnya tersentak bangun. Dengan berat hati, Ice bangkit dan membuka panggilan video tersebut. Di layar muncul wajah-wajah saudaranya, Gempa, Blaze, dan Thorn.

"Hey, Ice," sapa Gempa, "bagaimana keadaanmu dan kak Taufan?"

Ice menghela napas panjang sebelum menjawab, "Kami baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan."

Blaze, dengan ekspresi penasaran, menyelipkan pertanyaan, "Apakah benar kak Ufan hamil?"

Ice mengangguk pelan, "Iya, benar. Taufan hamil."

Mendengar itu, Thorn mengerutkan alisnya, ekspresi wajahnya penuh belas kasih. "Kasihan kak Ufan," katanya dengan suara lembut. "Dulu dilecehkan dan sekarang hamil."

Gempa menatap Ice dengan serius dan bertanya, "Apa yang akan kak Ufan lakukan pada bayinya?"

Ice menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Kak Ufan memutuskan untuk merawat bayinya."

Semua orang di layar terkejut. Wajah mereka mencerminkan ketidakpercayaan dan kekhawatiran.
"Kok bisa ya? Kebanyakan orang dalam situasi seperti ini pasti akan menggugurkan kandungannya," ucap Blaze.

"Sebenarnya kak Ufan ingin menggugurkan bayinya, tapi waktu di rumah sakit melihat pasutri menangis karena belum dikaruniai anak jadi dia berubah pikiran," jelas Ice.

"Keren juga kak Ufan, semoga nanti bayinya tidak menjadi pelampiasan traumanya," ucap Thorn.

"Semoga saja sih tidak," ucap Ice.

Setelah beberapa saat berbincang, Ice mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk menceritakan ngidam Taufan yang aneh-aneh.

"Kalian tau semenjak hamil kak Ufan sering ngidam yang aneh-aneh."

Gempa, Blaze, dan Thorn langsung memasang telinga dengan penuh perhatian. "Contohnya?" tanya Blaze, penasaran.

"Beberapa hari yang lalu, Kak Ufan minta tolong aku untuk mencarikan belalang. Kupikir belalang itu untuk dipelihara tapi ternyata malah dimakan. Dan yang paling anehnya lagi, belalangnya dicampur saus sama es krim," ujar Ice sambil menggelengkan kepala, tak percaya dengan permintaan itu.

Mata ketiga saudaranya melebar terkejut. "Yang benar saja," Gempa hampir tak percaya.

"Serius kak?" tanya Thorn dengan nada kaget.

Ice mengangguk, "Iya, bahkan dia sempat menawariku tapi langsung ku tolak."

Blaze tertawa geli, "Ya ampun. Semoga saja kedepannya ngidam kak Ufan nggak aneh lagi. Misalnya, minta dicarikan ular atau minta naik tank Tiger I"

"Semoga saja jangan. Masa aku harus mencari hewan yang paling ku takuti atau kembali ke masa lalu untuk meminjam tank nya pak kumis kotak," ucap Ice.

Ketika sedang asik mengobrol, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.

"Sebentar ya itu pasti kak Taufan," kata Ice kepada saudara-saudaranya sebelum membuka pintu. "Ada apa, kak?"

Taufan mendekat dengan wajah serius. "Ice, aku punya permintaan lagi. Tolong carikan aku ular. Aku ingin makan ular."

Ice terkejut mendengar permintaan itu. "Ular? Kakak serius? Aku nggak bisa kak. Aku takut sama ular."

Namun, Taufan tidak menyerah begitu saja. Ia mulai merengek, memohon dengan suara manja. "Please, Ice. Aku bener-bener pengen coba. Tolong ya carikan buat aku. Satu saja, yang kecil juga tidak apa-apa."

Ice merasa dilema. Dia ingin membantu Taufan, namun dirinya takut ular.

"Apa baby nya nggak keracunan ular?"

Rengekan Taufan semakin keras membuat Ice merasa semakin terpojok. Akhirnya, dengan berat hati Ice menutup pintu dan menguncinya.

"Maaf, kak. Aku benar-benar nggak bisa. Kakak tau sendiri kan aku takut ular" katanya, suaranya penuh penyesalan.

"Ice please satu saja," Taufan menggedor-gedor pintu kamarnya dengan keras. Ice panik, kering dingin mengalir dari pelipisnya. Dia tidak menyangka ngidam kakaknya yang satu ini bisa membuat Taufan menjadi mengerikan.

"Ice!Buka pintunya!" Taufan terus menggedor dan menendang pintunya.

"Ice, apa yang terjadi disitu?" tanya Gempa. Dari laptop dia bisa mendengar teriakan dan pukulan dari pintu.

"Kak Ufan ngidam pengin makan ular. Aku takut sama ular jadi aku menolaknya," jelas Ice yang membuat semua saudaranya terkejut.

"Bjir, omonganku jadi nyata," ucap Blaze.

"Kabur aja kak. Kabur," ucap Thorn.

"Ya sudah, aku kabur dulu. Nanti kita telepon lagi," ucap Ice.

"Ya, hati-hati," ucap Gempa.

Ice kemudian menutup teleponnya. Dia membuka jendela dan bersiap-siap untuk melompat.

"Ice buka atau kuhancurkan pintunya!" teriak Taufan yang masih menggedor-gedor pintu.

"Nggak mau!"

Tanpa berpikir panjang Ice langsung melompat. Namun sayangnya ketika berhasil mendarat, Ice malah menginjak ee nya si oyen. Mana itu baru keluar dari goa nya si oyen lagi.

"Njir lah, jorok banget!" Ice menggesekkan kakinya ke tanah untuk menghilangkan kotoran nya si oyen. Setelah itu, barulah dia kabur tanpa menggunakan alas kaki alias nyeker.

Sore hari, Ice memasuki rumah dengan langkah pelan, dia harap kakaknya itu sudah tidak mengidam ular lagi. Sesampainya di ruang keluarga, Ice melihat Taufan duduk santai di sofa, menikmati kacang goreng sambil menonton televisi.

"Ah, normal ini mah"

Taufan menoleh sejenak dan tersenyum kecil, "Akhirnya kau pulang juga. Mau kacang?"

Ice tersenyum lemah, mengangguk, dan duduk di sebelah Taufan, mengambil segenggam kacang goreng dari mangkuk. Mereka duduk bersama dalam keheningan yang nyaman, hanya diiringi suara televisi yang mengisi ruangan.

"Sepertinya kak Ufan sudah tidak ngidam ular lagi," batin Ice dengan perasaan lega.

"Ice"

"Iya?"

"Boleh aku minta tolong?"

"Boleh," Ice membatin, "Semoga jangan yang aneh-aneh"

"Aku ingin naik tank Tiger I nya pak kumis kotak"

"..."

•°•°•°•

Malam hari, Taufan bergerak gelisah di tempat tidurnya. Taufan mengusap perutnya yang masih rata. Ada sensasi lain yang tak bisa diabaikan. Sesuatu yang tiba-tiba membangkitkan gairah dalam dirinya.

Taufan memejamkan matanya, mencoba mengabaikan perasaan yang semakin kuat, tetapi sia-sia. Taufan berguling ke sisi lain, berharap posisi baru bisa membantunya tenang. Namun, rasa panas yang merambat di tubuhnya semakin membuatnya tidak nyaman.

Dengan nafas semakin berat Taufan duduk di tepi tempat tidur. Dia merasa bingung dan sedikit malu dengan apa yang dirasakan.

Taufan horny. Dia mencoba mengalihkan pikirannya seperti memikirkan hal-hal berbau horor, tapi dorongan itu terlalu kuat.

Akhirnya, Taufan memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur. Dia berjalan pelan ke kamar mandi dan berharap air dingin bisa meredakan gejolak gejolak dalam tubuhnya. Saat air menyentuh kulitnya, Taufan menarik nafas dalam-dalam. Tangannya kemudian turun menyentuh perutnya.

"Jangan merepotkan ku jika masih ingin hidup"















Kali ini agak pendek...

TBC

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang