FA : 00.01

46.8K 110 2
                                    

**********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**********

Bugh ... Bugh ... Bugh ...

“Aaaaaaarrrggg ...”

Malam ini, terlihat seorang remaja lelaki yang tengah dihantam beberapa kali dengan sebuah tongkat besi oleh seorang pria paruh baya.

Remaja tidak berdaya itu tampak masih mengenakan seragam sekolahnya. Kemeja seragam yang asalnya putih bersih itu, kini telah dipenuhi oleh darah segar akibat pukulan-pukulan yang berikan oleh sang ayah.

“Dasar, anak tidak berguna!”

Bugh ... Bugh ... Bugh ...

“Kamu hanya aib bagi keluarga Feeroz!”

Bugh ... Bugh ... Bugh ...

“Lebih baik, kamu tidak usah lahir ke dunia ini dari pada kamu harus menjadi beban untuk saya!”

Bugh ... Bugh ... Bugh ...

Setiap selesai memaki, Regis pasti langsung menghantam putra bungsunya itu dengan tongkat besi yang sedari tadi ia genggam.

“Aku hanya ingin menolong pengemis yang kelaparan. Apa salahnya dengan semua itu, Ayah? Toh, kita memiliki harta yang sangat melimpah!” Remaja itu tetap membela dirinya sendiri, sekalipun ia tahu jika Regis akan kembali memukulnya setelah ia melontarkan segala protes tersebut.

“Jangan pernah membangkang pada ayahmu ini, Nino! Apa yang harus Ayah perbuat untuk membuatmu jera?” Emosi Regis terus memuncak. Ia tampak mengacungkan tongkat besi, tepat di hadapan wajah Nino.

Remaja berusia enam belas tahun itu adalah putra bungsu dari seorang ketua mafia, Regis Feeroz Atlas.

Lebih tepatnya, Nino adalah putra kandung Regis bersama dengan istri keduanya, Athena.

“Apa aku harus diam saja ketika aku melihat orang lain kelaparan?” Nino kembali melontarkan protesnya sembari mencoba untuk bersimpuh di hadapan Regis.

Bugh ... Bugh ... Bugh ...

Hantaman keras tongkat besi kembali mendarat dengan kasar pada tubuh Nino. Bahkan, anak tidak berdosa itu sampai memuntahkan sedikit darah dari dalam mulutnya.

“Diam di dalam kamarmu dan renungkan segalanya! Jika kamu tetap bersikeras menjadi orang yang menyimpang dari keluarga Feeroz, maka Ayah akan membuangmu ke tempat pembuangan sampah!”

PRANG ...

Regis lantas melempar tongkat besi yang sedari tadi ia bawa ke sembarang arah setelah ia melontarkan ancamannya untuk Nino. Setelahnya, ia bergegas beranjak keluar dari dalam kamar putra bungsunya tersebut.

Sepeninggalan ayahnya, tubuh Nino kembali ambruk ke lantai. Kedua tangannya benar-benar sudah tidak memiliki tenaga untuk menyanggah tubuhnya sendiri.

Tak lama kemudian, Nino mendengar suara langkah kaki dari luar kamarnya. Langkah kaki itu terdengar semakin mendekat ... Dari ambang pintu, ia bisa melihat seorang pria yang tengah berjalan menghampirinya dengan begitu santai.

Nino terus mendongakkan kepalanya untuk menatap pria yang baru saja datang itu. Pria tersebut mulai berjongkok di hadapan Nino seraya meraih kasar rahang remaja yang sudah tidak berdaya itu.

“Gimana pendapat lo setelah lo jadi anak baik?” cecar pria itu seraya berdesis pada Nino.

Nino hanya menggertakkan giginya. Rahangnya terasa begitu panas karena pria tersebut semakin memperkuat tekanan tangannya.

“Gue bukan lo, Kak!” Nino mencoba untuk bersuara sembari membalas perkataan pria tersebut.

Pria itu tampak menyeringai sembari melepaskan rahang Nino dengan begitu kasar. Setelahnya, ia tampak mengeluarkan sebilah pisau kecil dari dalam saku jaketnya.

JLEB !!!

Tanpa aba-aba, pria itu menusuk perut Nino dengan pisau tersebut. Membuat Nino membelalakkan matanya karena ia tidak tahan menahan rasa sakit yang sangat luar biasa.

Darah segar kembali keluar dari dalam mulutnya. Ia menatap nanar wajah sang kakak sebelum ia memejamkan matanya secara perlahan.

Tubuh Nino ambruk sepenuhnya ke lantai, membuat pria itu kembali menyeringai dengan penuh kepuasan.

Tap ... Tap ... Tap ...

Beberapa saat kemudian, pria itu mendengar suara langkah kaki yang tengah berlari ke arahnya.

Seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tujuh Tahun tampak berlari masuk ke dalam kamar Nino seraya merengkuh kepala remaja yang sudah tidak sadarkan diri itu.

“Apa yang kamu lakukan, Eisa?” sentak wanita tersebut pada pria yang telah menusuk Nino tadi.

Eisa kembali menyeringai. “Aku hanya menuntaskan hukuman dari ayah untuk anak tidak berguna ini!”

“Tapi, Nino adalah adik kamu! Kenapa kamu tega melakukan hal sekeji ini pada saudara kamu sendiri!” jerit wanita itu dalam tangisnya.

“Ibu bawa saja anak Ibu ini ke rumah sakit. Jangan sampai dia jadi mayat di sini dan membuat gaduh segalanya!” tegas Eisa dengan suara lembutnya yang khas. Tapi, terdengar begitu menyeramkan.

Dengan tanpa dosa, Eisa beranjak keluar dari dalam kamar Nino dengan begitu santai. Senyum sinis selalu ia kibarkan di setiap langkahnya.

Sementara itu, Athena hanya bisa menangisi anaknya yang sudah terbaring tak sadarkan diri. Untuk membawanya ke rumah sakit pun, akan sangat sulit. Karena Regis sudah memerintahkan beberapa pengawal untuk berjaga di depan kamar Nino.

“Apa yang harus Ibu lakukan, Nak?” jerit Athena sembari mencoba untuk membangunkan Nino.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FEEROZ ATLASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang