如果你一看就被它的魅力所吸引,那很好,不是吗?
(Kalau jatuh dalam pesona sekali lihat itu, bagus, nggak?)
Hari acara akikah pun akhirnya tiba, Pio sudah siap mengenakan baju gamis berwarna hitam yang dipadukan kerudung pasmina diselempang melilit ke lehernya. Sejak pagi sampai jam sepuluh seperti sekarang, Pio pusing melihat orang di rumah yang super duper sibuk. Karena acara kali ini diadakan di rumah, mau tidak mau semua penghuni ikut merasakan uforia dan keribetan acara.
Dari tadi Pio hanya kebagian jatah menjaga Arsya, keponakannya. Anak yang akan di akikah hari ini, bayi gemoy itu sudah siap mengenakan baju piyama rapi, duduk anteng di pangkuan Pio. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Pio memotret Arsya dari segala sisi.
“Duh, jangan di unyel-unyel, dong, anak mbak,” kata Sarah, kakak ipar Pio yang menghampirinya sambil membawa nampan berisi buah-buahan.
“Habisnya lucu banget, mbak." Tangan Pio tidak bisa berhenti mencubit gemas pipi Arsya yang terlihat sangat anteng dan tidak risih dengan aktivitas itu.
“Makanya punya anak," ucap Sarah.
Pio mengangguk mengiyakan. “Iya, mbak. Punya anak, kan, harus nikah dulu, calon suaminya masih coming soon."
Mendengar ucapan itu, Sarah mendekatkan dirinya ke Pio untuk meminta bisikan nama kandidat calon adik iparnya. “Siapa?”
“Ada, deh. Dia juga datang, kok, hari ini,” jawab Pio tersenyum sumringah mengingat Roman mengiriminya pesan akan datang ke rumah.
“Roman, ya?”
Pipi Pio merona saat nama crushnya diucapkan. Sarah memang tahu desas desus di kantor tentang keduanya. Walaupun dia sudah berhenti bekerja enam bulan lalu, tetapi berita kantor selalu saja sampai ke telinganya. Apalagi Roman dan Pio memang sering digosipkan berjalan bersama.
“Doain, ya, mbak.” kata Pio. Sarah mengangguk mengiyakan, kalau untuk kebaikan adik iparnya, dia akan selalu mendoakan.
"Jangan lupain Mbak kalau udah nikah sama Pak Roman." Pio hanya bisa terkekeh menanggapi, hatinya mendadak geli membayangkan masa depannya nanti.
Saat sedang berbincang, Pio menoleh ke atas, di ujung tangga lantai dua. Rani berjalan menuruni tangga dengan balutan gamis hitam yang senada hijabnya. Dia terlihat sangat anggun dan cantik secara bersamaan, Pio bahkan sampai terpesona takjub melihat kecantikan alami kakaknya ini.
“Masya Allah, ukhti,” kata Pio tanpa sadar. “Ini beneran lo, Kak?”
Rani tersenyum malu-malu berdiri di samping Pio yang masih menggendong Arsya, spontan Rani ikut tersenyum kepada Arsya.
“Lo beneran nggak ada niatan nikah, kak?” tanya Pio.
“Tanya Ibu coba,” jawab Rani sambil menunjuk Ratun menggunakan bibirnya, Ibu tiga anak itu sedang sibuk memandori beberapa orang catering. Dengan melihat mamanya saja Pio sudah mengurungkan segala niat.
“Nggak jadi, kak. Nggak jadi,” katanya.
Rani terkekeh geli melihat Pio yang masih takut untuk berbicara yang tidak-tidak di depan Ratun. "Takut, kan, lo."
"Kalau sama Ibu, ya ... takut," jawab Pio.
“Eh, itu tamu sudah mulai berdatangan,” kata Sarah. Pio ikut melihat ke arah gerbang rumah, banyak keluarga, para tamu, mulai berdatangan dan masuk ke rumah. Sedangkan pikiran Pio hanya di penuhi oleh Roman, bosnya itu sedang di perjalanan. Mengingat Roman membuat jantung Pio berdebar, dia langsung memberikan Arsya ke Rani lalu berjalan keluar untuk mengecek di parkiran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Jodoh [On Going]
General FictionSalah Jodoh, kok bisa? Pria yang dikejar Scorpio secara mati-matian dengan segenap jiwa dan raga, malah melamar kakaknya, Rani. Sakit hati? Iya, bahkan dia sampai mencoba untuk bunuh diri. Namun, bagaimana kalau seorang dokter yang terkenal galak, L...