*CHLOE MORETZ'S Point Of View*
Hari ini aku dijadwalkan berangkat ke Perth, Australia. Meskipun itu bukanlah satu dari kesekian negara favoritku, aku tetap mengapresiasi keputusan guru-guruku untuk memilihku ditukar kesini. Kau tau.. seperti student exchange atau pertukaran pelajar. Aku mengambil beberapa keperluanku. Termasuk ponselku. Kemudian menaruhnya dalam tas dan segera berbenah. Oh, aku akan merindukan rumah. Aku tipikal anak rumahan yang tak bisa jauh dari rumah.
"Chloe, ibu sangat bangga padamu. Berjanjilah kau akan menelepon setiap hari, dan tiap kali kau ada masalah, berjanjilah kau akan berbicara padaku." ujar ibuku sembari terisak-isak. Segera aku memeluknya, maksudku—aku bukan anak lima tahun lagi. Usiaku kini tujuh belas tahun. "Oh ayolah bu. Ini hanya dua bulan! Bulan Mei nanti aku janji aku pulang," tukasku, lalu menenteng beberapa barangku sebelum kulanjutkan kalimatku, "lagipula aku sudah bukan balita, bu." "Ibu tahu, Chloe. Tetapi—,"
"Bu, aku sudah tak punya waktu untuk berdebat dengan hal yang sepele. Sampai jumpa bu, aku mencintaimu!" "Baiklah, Chloe! Hati-hati!" ujar ibu akhirnya melepas pelukannya lalu aku segera menggeret tas koperku menuju kabin. Huft, baiklah. Saatnya bersantai dengan fasilitas pesawat ini.
****
"Nona Moretz, bangun." Seseorang mengguncang tubuhku. Apakah sudah sampai? "Kita sudah sampai," ujarnya. Aku segera mengambil tas koper di kabin dan turun dari pesawat. Kemudian mencari beberapa temanku yang terbang dengan maskapai berbeda.
Yah, hanya kutemukan Reina dan Allison. Terpaksa kuajak mereka. Padahal aku menunggu Elle sejak tadi. Apakah ia terpilih?Aku melepas jaketku dan segera merebahkan diri di kasur cottage.
****
Sore ini rencanannya masih bebas, tapi aku memutuskan untuk belajar beberapa mapel sebelum mendengarkan ocehan dan penjelasan esok hari, setidaknya aku bisa bersiap-siap agar kepalaku tak pecah di kelas fisika.
"Mau es krim?" tanya Allison menghampiriku. "Tidak, terimakasih," tukasku. Lalu gadis dengan rambut coklat gelap itu duduk disebelahku, "sedang apa?" tanyanya. Bodoh, apkkah dia tak melihat aku sedang belajar hah. Ratukku dalam hati."Belajar," hanya itulah yang aku ucapkan. Dia hanya mengangguk angguk.
****The Other Side****
*Author's Journals*
Luke membongkar tempat ia menyimpan pick-pick gitarnya. Sepertinya pick favoritnya terjatuh disini. Dengan gusar ia membongkar bongkar kotak berisikan ratusan, bahkan ribuan pick gitar itu.
"Sialan! Mengapa pick itu hilang?!" ujarnya tak sengaja mengumpat.
"Apa yang barusaja kau katakan, Lucas?" whoops. Sepertinya ibunya mendengar ucapan kasarnya tadi.
"Ibu ayolah, bu. Jangan sekarang!" ujarnya lalu kembali membongkar tempatnya menyimpan pick gitarnya. Dimana pick itu berada sekarang? Hufth.
"Dumbass." ujarnya mengumpat lagi. Pria tinggi itu kemudian beranjak ke kamar dan mengambil gitarnya, juga pick lain. Luke harus berlatih beberapa kali lagi sebelum benar-benar siap untuk menampilkan semua performanya bersama band-nya. Tapi.. tanpa pick itu? Bisakah ia?
hai.
Vomment! All the shitty love,
Areza Putri x
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending (before: Friendzone)
Fanfictionit's all complete. **** copyright © 2015 : crystalized- cover by : crystalized-