12 - Final Destination.

75 7 1
                                    

Chloe's P.O.V.
Aku berjalan kearah garasi. Jalan-jalan ke Starbucks bukanlah hal buruk. Dompetku tipis. Tetapi aku masih punya sisa uang yang aku yakin masih cukup untuk membeli Cotton Candy Frappucino favoritku. Memarkirkan mobil di depan Starbucks, aku melangkah keluar. Menuju kasir. Seorang pegawai menyapaku ramah. Aku memesan Cotton Candy frap favoritku dan membayarnya.

"Atas nama siapa?" barista ramah itu tersenyum

"Chloe." setelah selesai menulis namaku,ia mempersilakanku menunggu. Tidak berselang lama,

"COTTON CANDY FRAPPUCINO FOR CHLOE!" sorak seorang barista. Aku mengambil minumanku dan berjalan. By the way, aku ngakak karena namaku ditulis di gelas plastiknya "Kloeh.". Aku gagal menginstagramkan gelas berisi minuman pink manis ini.

"Hai." sapa seseorang saat aku duduk. Aku mengangkat kepalaku, mendongakkan daguku. Dan ya, Luke berdiri sembari tersenyum. Ia duduk disebelahku, sembari meminum Green Tea Latte-nya. Aku tersenyum, tapi.. bagaimana ia sampai disini? Jadi, Luke adalah siluman Harry Potter, gitu?

"Bagaimana kau sampai disini, Ham Ham?" tanyaku sembari mendekatkan diriku padanya. Namun entahlah, ia menjauhkan bahu lebarnya dariku. Aku termenung, mungkin ini hanya satu dari kesekian trik bodohnya untuk mengerjaiku. Aku menggelengkan kepala. Sesungguhnya hatiku sungguh sakit dengan kelakuannya. Berubah, lo, Luke!

"Maaf, aku harus mengatakan ini padamu, Chloe."  ok. dia tak lagi memanggilku Chocho. Aku merasakan firasat buruk. Aku segera mengusiknya dan berfikiran positif bahwa ia akan menikahiku dan kita akan enaena berdua, kemudian punya 20 anak, dan jadi keluarga bahagia sejahtera selama lamanya. Namun entahlah, hatiku berkata lain.

"Kurasa kita harus berakhir sampai disini." Oke, perkataan Luke membuat airmataku berjatuhan dan aku yakini bahwa eyelinerku luntur. Aku menampar pipi Luke, kemudian berjalan keluar Starbucks, tetapi kemudian aku kembali lagi, karena, ya.. Frappucinno - ku tertinggal. Aku berjalan keluar dan kemudian kembali lagi(lagi), karena dompet dan kunci mobilku tertinggal. Astaga, idiot sekali. Luke sampai menaikkan alisnya. Aku ingin tertawa tetapi tak bisa, ya, Luke menyakitiku.

Aku menyetir dengan penuh depresi. Bahkan ingin saja aku menabrakkan mobilku ini ke pohon agar aku meninggal. Tanpa menyentuh ponselku seperti biasanya, aku menancap gas mobilku dengan kecepatan 120km/jam. Tidak kurang cepat, kan?

Tiba-tiba saja sebuah truk menyambar mobilku, dan semuanya menjadi gelap.

****

ok abis ini selese jangan  vomit dl


Happy Ending (before: Friendzone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang