Berkumpul

621 53 2
                                        

Liburan pasca selesai ujian kelulusan siswa SMP dan sederajat terlihat akan berkahir. Tentu saja setiap SMA ataupun Madrasah sedang sibuk-sibuknya untuk persiapan penyambutan siswa baru. Akan tetapi, bukan hanya para pendidik dan tenaga kependidikan yang sibuk disini, namun juga beberapa anak kost dan asrama yang sibuk membawa barang bawaan untuk kembali ke rumah sementara mereka.

Berbeda dengan sebagian siswa yang memilih untuk tetap tinggal di kost pertama yang mereka pilih, Jayden memilih untuk selalu berganti kost sekali setahun. Kata pemuda itu, biar ada variasi. Dan disinilah Jayden sekarang, di depan sebuah bangunan yang luas dan memanjang. Ia sudah berunding dengan pemilik kost, dan hasilnya kamar no 7 itu akan diisi oleh tujuh orang penghuni juga.

Jayden tidak masalah, ia sudah biasa dengan hal itu. Asalkan, mereka bisa menjaga privasi dan kebersihan.

Dengan tangan penuh dengan tas jinjing, dan jangan lupa koper besar itu membuat Jayden sedikit kesusahan untuk membuka kunci. Pemuda itu mencoba sabar, namun beberapa detik kemudian ia menjatuhkan tas dan tentengan ke lantai begitu saja. Persetan dengan barang-barang di dalamnya akan sedikit hancur.

"Mama ngapain coba, bawain  banyak baju buat kost, kayak simulasi minggat aja. Curiga dia mau adopsi anak," gumam Jayden asal. Pasalnya ia jarang sekali di rumah, giliran mendapatkan waktu libur, ia juga disibukkan dengan berbagai acara luar sekolah yang bejibun.

Setelah memutar kunci pintu itu, Jayden sedikit terkesima dengan suasana di dalamnya. Luas dan nyaman, terdapat tiga pintu dengan kamar yang lapang di sana. Area dapur yang lebar dan bersih, dan kamar mandinya juga sangat harum. Sebanding sekali dengan harga kost nya yang terbilang cukup menguras kantong.

"Nah! Ini dia yang gue cari, brayy." Jayden segera menarik koper-koper besar itu ke dalam karena cuaca mulai agak mendung. Ia tidak langsung memasukan  barang-barangnya ke lemari, melainkan pemuda itu ingin mengambil nafas sebentar. Sekalian ia menunggu beberapa anggota lain yang akan menjadi teman sekamarnya.

"Assalamualaikum, permisi."

Jayden terkejut sebentar, lalu ia menjawab salam pemuda itu. "Anggota kosan, ya. Masuk aja, ngapain disitu." Jayden mencoba ramah, ia tidak ingin kesan pertama yang di dapatnya adalah orang yang judes.

Jayden nampak tertegun dengan pemuda di depannya, wajahnya lucu tetapi aura yang dipancarkannya cukup mengintimidasi.

Atmosfer keduanya nampak canggung, tidak ada yang berniat memulai percakapan. Jayden terlihat sibuk dengan ponselnya, padahal ia hanya buka tutup galeri. Sementara pemuda di depannya sibuk melihat-lihat sekitar, ia juga terlihat sok sibuk dengan memeriksa barang bawaannya.

Tidak tahan dengan suasana canggung ini, Jayden memiliki menurunkan gengsinya, toh siapa tau mereka bisa berteman.

"Anak kosan sini ya, bang?" Sebuah pertanyaan asal keluar dari mulut Jayden. Membuat pemuda di depannya terlihat bingung.

Ia tertawa hambar. "Iya, kalau nggak, ngapain gue disini," pungkasnya.

Jayden tersenyum kikuk, dalam hatinya ia merutuki mulut yang tidak bisa di ajak kerja sama. Padahal niatnya tadi, ia ingin bertanya darimana pemuda di depannya ini berasal.

Keduanya larut dalam ketenangan masing-masing, meskipun sesekali mereka berkontak mata, tetapi tidak ada yang mau membuka topik. Sampai suara pemuda lainnya yang datang dengan tengilnya.

"Diam-diam aja, marahan ya,?" Ucapnya jenaka.

Keduanya saling pandang, kemudian tawa kecil keluar dari mulut mereka. Mengingat keduanya tidak bicara sama sekali setelah pertanyaan konyol itu.

Pemuda itu melepas topinya dan menyibakkan rambutnya sendiri. "Sebelumnya gue, Azka. Azka Dwi Putra, terserah kalian mau manggil gue apaan, asal jangan nama bapak," ucapnya.

Piece Of HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang