Hari ini merupakan terakhir kalinya MPLS bagi siswa baru. Besok mereka akan menghadapi pembelajaran dan berbagai materi yang akan diberikan oleh para guru. Beberapa siswa terlihat sangat bahagia karena masa ini telah berakhir, bagi mereka bertemu dengan anggota inti OSIS dan berbagai kegiatan lainnya itu adalah hal yang melelahkan.
Namun tak sedikit juga dari mereka yang tidak rela kalau MPLS sudah berakhir, kebanyakan dari mereka yang tidak rela adalah karena sudah waktunya untuk kembali berhadapan dengan tumpukan tugas dan pelajaran. Selain itu beberapa siswa juga merasa sayang karena tidak akan bertemu kakak-kakak OSIS yang mereka taksir.
Seperti halnya Sean Oktavio, wakil ketua OSIS yang merangkap menjadi ketua. Pribadinya yang memang murah senyum dan ramah membuat banyak adik kelas merasa dekat dengannya. Bahkan tak sedikit mereka yang salah sangka kalau Sean adalah ketua OSIS, yang pada kenyataannya jabatannya hanyalah wakil.
Pemuda bermata rubah itu tengah sibuk berbicara dengan Raden. Ia berulang kali tersenyum bahkan membalas sapaan beberapa adik kelas yang menyapa.
"Jadi seleb nih?" Canda Raden sambil menaik-turunkan alisnya menggoda Sean. Pemuda itu hanya memutar malas bola matanya, kemudian dengan pelan ia memukul lengan Raden yang tertawa puas sedari tadi.
Malas menanggapi temannya, Sean memilih untuk bertanya. "Kelas gue dimana?" Pertanyaannya sukses membuat Raden berhenti tertawa dengan mata terbelalak. Ia seolah tidak percaya akan pertanyaan Sean barusan.
"Sibuk organisasi boleh, tapi kalau sampai gak tau kelas. Itu udah stadium akhir," ucap Raden dengan ekspresi masih tidak percaya. Lawan bicaranya nampak acuh tak acuh dengan hal sepenting ini, sepertinya terlambat tau kelasnya dimana adalah makanan sehari-hari pemuda itu.
Sean hanya mengangkat bahunya acuh, ia memperhatikan ponselnya dengan intens. Selang beberapa menit, Sean menepuk bahu Raden pelan. "Kita pulang bareng, ya. Gue ngumpul bentar." Ia berlari cepat ke arah lapangan dimana anggota OSIS sudah berkumpul disana, membuat Raden kembali duduk di kursi yang tersedia di meja piket.
***
Setibanya mereka di kost keduanya langsung terdiam sementara. Barang-barang tertata rapi dan teratur, padahal setingan Raden mereka meninggalkan kost dengan keadaan seperti kapak pecah.
Belum sempat mereka berbicara, Willy keluar dari kamarnya. "Oh? Kalian baru pulang?" Ucapnya sembari mengeringkan wajah dengan handuk kecil.
Sean mengangguk, "Lo gak sekolah? Terus yang beresin ini, siapa? Yang lain mana? Kok gak ada?" Tanya Sean bertubi-tubi.
Willy terbengong sebentar untuk mencerna seluruh pertanyaan Sean. Pemuda blasteran itu menarik nafas sebelum menanggapi. "Pertama, gue besok baru mulai sekolah. Kedua, iya, gue yang beresin. Ketiga, yang lain belum ada yang balik selain anda berdua," tuturnya panjang lebar.
"Gue juga OCD, jadi liat yang beda dikit aja, udah pengen buat di tata." Tambah pemuda itu di akhir.
"Hah? COD? Siapa yang mesen paket?" Celutuk Satria yang baru saja sampai. Pemuda itu basah kuyup karena nekat menerobos hujan, namun ia masih melindungi tasnya agar buku-bukunya tetap kering.
Raden menyentil kening Satria karena pertanyaan asbun pemuda itu. Yang disentil hanya tertawa kecil sambil tangannya menerima uluran handuk dari Willy kemudian ia berjalan menuju kamar mandi dengan membawa sepatu dan kaus kaki basahnya.
Kedatangan Satria diikuti dengan kedatangan anggota lain yang kembali dengan kendaraan masing-masing, kecuali Hendery yang menumpang dengan Jayden. Seluruh mereka telah membersihkan diri dengan telaten, dan sekarang ada Raden yang dibantu Jayden sibuk menyiapkan makan malam di dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece Of Happiness
HumorBagaimana jadinya jika sebuah rumah kosan yang di tempati oleh 7 orang siswa dengan kepribadian yang berbeda-beda. Pada awalnya mereka hanyalah orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain, namun lambat-laun semuanya menjadi dekat dengan ko...