Prolog

1K 85 6
                                    

Di malam yang semakin larut, banyaknya bintang bintang yang bertaburan di angkasa lepas, seorang wanita dengan pakaian seksinya sedang berjalan menyusuri jalanan yang mulai sepi.

Pandangannya lurus ke depan dengan sesekali mengawasi sekitar. Mengelus kedua lengannya yang tak tertutupi kain kala merasakan angin yang berhembus begitu menusuk tulang.

Wanita yang sedang berada di fase akhir semester. Ia sedang merasakan kejamnya sang pengajar dalam memberikan tugas. Mempersulit hidupnya yang sudah sulit.

Kini tangannya meraih pintu rumah sakit yang ramai akan pengunjung. Ia masuk kemudian mendekat ke arah meja administrasi. Menanyakan mengenai orang yang beberapa bulan terakhir ini selalu mengisi harinya.

"Raizan sudah ada di kamarnya, nomor delapan." Mendengar itu, wanita langsung berjalan meninggalkan meja tersebut. Membawa langkahnya menuju ke ruangan nomor delapan. Ruangan tempat orang yang ia cari sedang beristirahat.

Tanpa mengetuk, ia membuka pintu tersebut. Mendapati Raizan yang sudah duduk di kepala ranjang rumah sakit.

Melihat kedatangan wanita tersebut, membuat Raizan tersenyum. Ia merentangkan tangannya. Membuat wanita itu membalas pelukannya dengan erat.

"Gimana harimu kak? Baik-baik aja 'kan?" Orang yang dipanggil kak mengangguk. Mendaratkan bokongnya di kasur putih yang empuk itu.

"Ayah sama bunda lagi ada kerjaan ke luar kota." Ucapnya ketika Raizan mencari keberadaan orang tuanya. Merasakan seperti tidak dipedulikan.

"Yaudah, malam ini kak Callie tidur di sini aja. Temenin aku."

Callie, seorang wanita yang baru baru ini datang ke kehidupan Raizan. Menjadi kakak tiri karena sang ayah yang menikah lagi dengan bunda Callie.

Namun setelah pernikahan itu berlangsung, kedua orang tua mereka mengalami perubahan yang signifikan. Mereka tidak suka jika Callie dan Raizan memiliki kedekatan yang tak wajar.

Mereka berdua yang tidak terlalu mengerti pun pasrah ketika mereka dipisahkan. Raizan yang merantau sedangkan Callie yang berdiam diri di rumah dengan kedua orang tuanya.

"Kakak udah makan?" Callie mengangguk. Melihat bubur milik Raizan yang masih utuh. Callie mengambilnya kemudian mengaduknya. Menyadari jika bubur tersebut rasanya hambar.

"Sini, kakak suapin kalau gitu." Callie mengarahkan suapannya ke mulut Raizan. "Nggak enak kak," rengeknya menolak suapan sang kakak.

"Kakak yang suapin pasti enak, kok."

Raizan membuka mulutnya ketika suapan pertama itu datang. Membuat Callie tersenyum melihat Raizan yang seperti itu.

"Enak 'kan?" Raizan mengangguk.

Callie dengan telaten menyuapi Raizan hingga makanan tersebut hampir habis. "Udah kenyang," Callie mengurungkan suapannya lalu ia suapkan pada dirinya sendiri. Menghabiskan makanan tersebut.

"Sekarang kamu tidur," Raizan membuka selimutnya dan meminta sang kakak untuk berbaring di sebelahnya. "Nggak muat Raizan, kakak tidur di sofa aja." Raizan menggeleng dan memaksa Callie untuk tidur bersamanya.

Hendak menaiki brangkar sang adik, ada seorang suster yang mengetuk pintu ruangannya kemudian masuk. Ia masuk bersama dengan seorang dokter muda yang cantik.

"Loh? Callie?!"

"Lia?!"

Sang suster dan juga Raizan memandang bingung ke arah mereka berdua. Menerka jika mereka berdua adalah teman di masa sekolah dulu.

Lia selaku dokter kemudian memeriksa keadaan Raizan. Apakah ada sesuatu yang terjadi selama beberapa jam terakhir ini. Ia juga memeriksa infus yang sebentar lagi akan habis.

"Okedeh, nanti suster ke sini lagi ya, untuk mengganti infusnya." Sang suster hanya mengangguk saja.

"Callie, sini ikut aku ke ruangan sebentar. Sekalian tukar cerita." Tangan Callie langsung digenggam erat oleh Raizan. Ia memohon agar ia tak ditinggalkan sendiri di sini.

"Kakak sebentar aja,"

"Nggak mau kak,"

Lia yang melihat itu pun memiliki ide. Ia meminta sang suster untuk berada di ruangan ini selagi ia dan Callie pergi. Suster itu pun menyanggupinya.

Raizan cemberut karena sekarang ia hanya di tinggal bersama seorang suster yang tidak ia ketahui namanya. Melihat Raizan yang gelisah di atas brangkar ya membuat suster itu mendekat.

"Suster, temenin aku tidur," Raizan menyibak lagi selimutnya. "Tapi saya-"

"Ayolah Sus, sebentar aja."

Suster itu pasrah kemudian melepaskan alas kakinya. Ia yang mengenakan pakaian kerja rumah sakit dengan rok di atas lutut sedikit menyulitkannya. Dengan stocking warna putih dari ujung kaki hingga pangkal paha.

Merebahkan tubuhnya di sebelah Raizan, membuat anak itu seketika tersenyum. Raizan menarik suster itu kemudian mendekapnya.

"Suster namanya siapa?" Raizan bingung karena ia tak melihat nametag yang terpasang di dadanya.

"Nama saya, Lulu Salsabila. Banyak yang manggil saya dengan sebutan Salsa." Lulu melihat manik mata Raizan yang menatapnya lekat. Membuat jantungnya berdetak dengan kencang.

"Kak Lulu. Itu panggilan dari aku."

Raizan memeluk Lulu yang membuat Lulu tak bisa melakukan apapun kecuali membalas pelukannya.

Suster's BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang