04

354 49 0
                                    

Di ujung hari yang panjang, Lulu dengan langkah letih memasuki rumah kos kecil tempat dia tinggal. Langit senja yang merona menjadi saksi ketenangan yang mulai menyelimuti harinya yang sibuk. Dengan langkah pelan, dia menuju ke kamar mandi, melepas pakaian putihnya yang telah menjadi identitasnya sepanjang hari.

Air hangat membasuh lelah dari tubuhnya, membawa rasa segar yang sangat dia butuhkan. Setelah mandi, dia mengenakan pakaian santainya dan duduk di dapur kecil kos tersebut. Sambil menunggu air mendidih untuk secangkir teh, dia merenung tentang hari yang baru saja berlalu.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar dengan lembut di atas meja kayu. Dia mengambilnya dan melihat pesan masuk dari seseorang lelaki yang Lulu kenal sebagai Raizan.

"Anak ini menepati ucapannya," batin Lulu sambil membuka pesan tersebut.

"Maaf mengganggu, Kak Lulu, Hehe. Ini Raizan. Di save ya!" Lulu tersenyum di balik layar ponselnya. Betapa tidak terduga pesan itu baginya. Sebuah gestur kecil, namun menyentuh hatinya. Dalam sekejap, kelelahannya sirna, digantikan oleh rasa hangat yang menyelimuti hatinya.

Dia mengetik balasan dengan senyum, "Iya Raizan. Kamu udah makan sama minum obatnya?" Dengan hati yang ringan, Lulu kembali menikmati tegukannya dari secangkir teh, merenungi pribadi yang tak terduga dari seorang anak muda bernama Raizan.

Siapa sangka, di tengah kesibukan dan kehidupan yang berjalan begitu cepat, ada momen-momen sederhana yang bisa menghangatkan hati Lulu yang sudah lama dingin. 

"Belum kak. Untung kak Lulu ingetin, Hehe..." Lulu hanya bisa menggeleng kala mendapati balasan seperti itu. Pesan terakhir berakhir di Lulu, menandakan bahwa Raizan benar benar makan kemudian meminum obatnya. 

-----

Raizan, setelah mengirim pesan kepada Lulu, beranjak dari kursinya di kamarnya menuju ke dapur. Langkahnya ringan, tetapi pikirannya sedikit terganggu oleh pertanyaan yang sudah membuncah sedari tadi. Pertanyaan mengenai kedua orang tuanya.

Di dapur, dia menemukan kakaknya, Callie, sibuk menata piring kotor di wastafel. Raizan menatap Callie sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menyuarakan pikirannya.

"Kak, ada kabar dari mereka?" Raizan bertanya, suaranya terdengar agak khawatir. Raizan hanya sekedar bertanya agar kakaknya mau bercerita.

Callie mengangguk sambil memutar wajahnya ke arah adiknya. "Mungkin kamu udah denger tadi. Mereka minta kakak untuk segera pulang." Raizan mengangguk, membenarkan ucapan sang kakak. Raizan pun tidak memiliki alasan yang kuat untuk menahan Callie agar tinggal lebih lama lagi di sini. Karena sedari awal mereka sudah dipisahkan.

Sementara itu, Callie menarik napas dalam-dalam, kemudian menoleh kembali ke Raizan. "Apa kamu udah minum obat?" Raizan menggelengkan kepala. "Belum. Ini mau makan dulu," jawabnya. Callie tersenyum dan mengangguk. Meminta Raizan untuk menunggu makanannya di meja makan.

Raizan tersenyum melihat kakaknya dengan fokus membuat makan malam untuk mereka berdua. Akhirnya setelah sekian lama, Raizan bisa melihat kehadiran orang lain di rumahnya ini. Karena biasanya Raizan akan memesan secara online atau tidak makan malam sama sekali.

Setelah makan malam selesai, Callie menyajikannya di atas meja makan. Mengajak sang adik untuk segera memakannya agar bisa meminum obatnya. Callie dengan telaten mengurus segala kebutuhan adiknya. Sebelum nantinya ia akan ditarik paksa untuk pulang. 

Setelah semua ritual selesai, mereka berdua kembali ke kamar masing masing. Dengan Raizan yang mengirim laporan kepada Lulu bahwa ia sudah meminum obatnya.

Suster's BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang