07

271 43 0
                                    

Callie berjalan menuju ruang dokter tempat Lia bekerja. Ruangan itu terletak di ujung koridor lantai dua rumah sakit, jauh dari kebisingan dan hiruk-pikuk pasien dan staf medis yang hilir-mudik. 

Ketika Callie membuka pintu, Lia sedang duduk di mejanya, menatap layar komputer sambil mengerutkan kening. Namun, begitu melihat Callie, wajah Lia langsung cerah.

"Callie! Sini masuk dulu," kata Lia sambil bangkit dari kursinya dan memeluk sahabatnya."Iya, makasih. Ada apa ya, Lia?" jawab Callie sambil membalas pelukan tersebut. Mereka mendudukkan diri di sofa yang sudah di sediakan. 

"Raizan gimana? Udah baikkan?"Callie tersenyum lembut. "Raizan baik-baik aja. Dia kayaknya udah di ruangan suster Lulu, deh."Lia tertawa kecil. 

Lia pun berpikir bahwa Raizan menyukai susternya itu. Terlihat dari gelagatnya pada saat pertama kali bertemu. Mereka kemudian duduk di sofa yang ada di pojok ruangan. Ruangan dokter Lia itu nyaman, dengan dekorasi yang hangat dan beberapa tanaman hias yang membuat suasana lebih hidup. 

Callie dan Lia mulai berbicara tentang berbagai hal, dari pekerjaan hingga kehidupan pribadi. Mereka melanjutkan obrolan mereka dengan penuh kehangatan dan tawa, mengenang masa-masa lalu dan merencanakan masa depan. 

Setelah beberapa saat berbicara, Lia tampak ragu-ragu sejenak sebelum berbicara lagi. "Callie, ada satu hal lagi," katanya dengan suara yang lebih serius. "Ada seorang pasien yang pengen ketemu sama kamu."Callie mengernyitkan kening, terkejut.

"Siapa?"Lia tersenyum tipis. "Seorang gadis yang aku periksa beberapa waktu lalu. 'Kan kamu ikut masuk ke ruangannya." Callie mencoba mengingat-ingat. 

Setelah beberapa saat, akhirnya Callie mengingat wajahnya. "Siapa namanya?""Namanya Ella. Kayaknya dia tertarik sama kecantikan kamu."Canda Lia sembari mendaratkan pukulan pada bahu Callie. 

Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan Lia, menyusuri koridor rumah sakit yang sibuk. Setelah beberapa menit, mereka sampai di ruang rawat milik Ella. Lia mengetuk pintu dengan lembut sebelum membukanya.

Di dalam, Ella sedang duduk di tempat tidurnya, membaca sebuah buku. Wajahnya yang dulu terlihat pucat dan lelah kini tampak lebih segar, meskipun masih menunjukkan tanda-tanda proses pemulihan yang panjang. 

Begitu melihat Callie dan Lia, matanya berbinar."Ella, apa ini orangnya?" kata Lia dengan suara lembut. Ella mengangguk dengan semangat. Ia meletakkan buku bacaannya di nakas sebelahnya. 

Di ruangan tersebut juga ada kedua orang tua dari Ella. Mereka menyaksikan betapa antusiasnya Ella ketika melihat kedatangan Callie. Mereka merasa bangga pada Callie karena bisa membawa pengaruh positif bagi Ella.

Setelah beberapa perbincangan singkat, akhirnya Adel dan Ashel memberikan waktu untuk mereka berdua berbincang. Lia pun ikut keluar dari ruangan dan ijin untuk pergi sebentar. 

"Hai," 

Callie memulai perbincangannya. Menanyakan tentang bagaimana kondiri Ella saat ini. Tampak, Ella pun sangat menikmati waktu waktunya bersama dengan Callie. Entah mengapa semua beban yang ada di pikiranya seketika menghilang ketika melihat mata bulat tersebut. 

Setelah puas bercerita, Callie meminta izin untuk keluar sebentar. Mencari keberadaan adiknya di ruangan suster. Sedangkan Adel dan Ashel memilih untuk masuk ke ruangan Ella saat mereka melihat Callie yang sudah keluar.

Adel tersenyum ke arah anaknya yang juga tersenyum. Adel dapat merasakan kebahagian itu juga. "Gimana perasaannya setelah ketemu sama Callie."Ashel mengelus lembut kepala anaknya.

"Seneng banget Pi! Pengen ketemu terus." ujarnya terus terang. 

"Kalau gitu Ella harus cepet sembuh." Ella mengangguk mantap. Menjadikan Callie sebagai titik baliknya untuk bangkit lagi dari keterpurukannya.

Suster's BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang