Minggu Depan.
Amorist tidak sabar gambarnya akan dibagikan oleh Pak Ron. Ia tak sabar untuk mengambil gambarnya dan akan ia tempelkan pada dinding kamarnya. Dan akhirnya, Pak Ron datang ke kelas Amorist untuk memulai pelajaran. Sudah dari pagi Amorist tersenyum tanpa henti, dan itu membuat teman-temannya tidak memalingkan pandangan nya dari Amorist.
" Selamat pagi anak-anak. Sebenarnya saya akan membagikan hasil gambar dari ekstra gambar dulu ya. Bagu yang merasa mengikuti ekstra gambar silahkan maju ke depan! " 8 anak maju ke depan terutama Amorist dengan senyuman nya yang tidak pudar.
" Oh ya untuk Amorist mau tidak ikut lomba menggambar tahun depan? " Amorist yang mendengar itu langsung mengangguk cepat. Dan bergegas kembali ke tempat duduk.
Ia tetap memandangi gambar yang ia gambar sendiri dengan senyuman yang semakin lebar. Ace yang melihat itu menjadi sedikit tidak suka. Ace iri dengan gambaran Amorist. Padahal gambaran Amorist adalah dirinya. Amorist terus menerus menatap gambarnya sampai tak sadar kalau sudah istirahat. Ace yang merasa cemburu puj langsung pergi begitu saja untuk bermain sepak bola.
Secara tiba-tiba ada yang merebut paksa gambaran milik Amorist.
" Wah lihat ini. Ternyata gambar Amorist adalah muka Ace. Lihat! Lihat! " Sambil berkeliling kelas, anak itu mengibar-ngibarkan gambar Amorist.
Senyum Amorist seketika lenyap dari mukanya. Sekarang hanya ada tatapaj dingin dan ekspresi datar di muka Amorist.
" Berani sekali anda mengambil paksa gambar saya Bima! " Penuh penekanan di akhir kalimat, seakan-akan Amorist sedang mengancam seseorang.
" Ada apa dengan tatapanmu? Apa kau sedang mengancamku? Kau kecil, kurus mana berani dengan aku hahahaha. " Tawa semua anak menggelegar di seluruh kelas.
Tiba-tiba saja Bima merobek-robek kertas gambar Amorist dan langsung melemparkan nya ke tanah. Dengan sengaja Bima juga mendorong Amorist dengan kencang hingga ia menabrak dinding.
Amorist yang melihat gambarnya dirobek langsung mengambil pensil yang tajam. Seketika pula tatapan Amorist berubah. Tatapan itu tidak lagi dingin, tapi seketika tatapan oti berubah menjadi tatapan ingin membunuh.
Amorist langsung berlari dan menendang Bima dari belakang dan memukul belakang kepalanya dengan sangat kuat. Bima yang tersungkur di lantai mencoba bangun dan melawan balik. Namun usahanya sia-sua, Amorist menginjak tangan Bima dengan sekuat tenaga dan menduduki perut Bima sembari menodongkan ujung pensil yang sangat tajam di depan mata bima.
" Apakah anda ingin kehilangan kedua mata indah anda? Berani sekali anda mengusik saya Bima, padahal saya tidak pernah sekalipun mengusik anda. Anda mau saya ambil mata indah anda terlebih dahulu? Atau saya lepas kulit wajah anda dahulu? Silahkan Pilih salah satu. " Dengan senyum menyeringai, Amorist mengeluarkan isi cutter daru saku seragamnya.
Semua anak yang berhamburan pergi keluar dari kelas. Dan para guru langsung berlari menuju kelas 3. Ace yang melihat kericuhan itu segera berlari ke dalam kelas. Ace sedikit terkejut dan merasa de javu dengan kejadian ini.
" Amorist, sudah ayo turun dari badan Bima dan buang cutter nya. Lihat tanganmu sudah berdarah. " Ajak Pak Ron, namun saat Amorist menoleh ke arah Pak Ron. Pak Ron tercengang dan Ace tercengang dengan tatapan Amorist. Tatapannya sungguh berbeda, tatapan membunuh memancar dari mata Amorist.
" Pak biar saya saja. " Tiba-tiba Ace dengan berani menghampiri Amorist.
" Amorist ini Ace, buang cutternya. Tanganmu sudah berdarah, ayo obati dulu ya. Amorist aku Ace. " Ace mengulurkan tangannya kepada Amorist, berharap Amorist akan meraih tangannya.
Siapa sangka Amorist meraih tangan Ace dan turun dari bada Bika. Untung saja Bima tidak kenapa-napa, hanya tangannya yang sedikit memar karena diinjak oleh Amorist. Pak Ron segera membersihkan seisi klas yang terlihat berantakan, dan menemukan kertas gambar Amorist yang sudah robek menjadi kecil. Mungkin Pak Ron paham kenapa Amorist sangat marah. Sedangkan Amorist masih ditenangkan oleh Ace.
Pak Ron segera menghubungi orang tua Bima dan Amorist. Pak Ron menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, untung saha orang tua Bika memahami sepenuhnya apa yang terjadi dan tidak sepenuhnya menyalahkan Amorist. Amorist segera dibawa pulang oleh ayahnya dan dibawa ke dokter untuk memeriksa keadaan tangannya.
" Ace kemari! " Panggil Pal Ron tiba-tiba.
" Ini buatmu, sepertinya kamu akan paham kenapa Amorist sangat marah. " Pak Ron menyerahkan kertas gambar Amorist pada Ace. Dan Ace langsung paham kenapa Amorist bisa sangat marah kepada Bima.Di Rumah.
" Ayah saya minta maaf" Setelah mengucapkan kata itu Amorist langsung pergi menuju kamar. Ayah dan Ibu sedikit khawatir karena ini kali pertama mereka melihat Amorist semurung ini.
Setiap malam juga Amorist selalu menangis sendirian, ayah yang mengetahui itu juga tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah berbulan-bulan Amorist seperti ini, di sekolah pun ia terlihat sangat tidak semangat. Apalagi ia tidak ingi melihat Ance, ia juga menghindar dari Ace. Ace yang mengetahui dirinya sedang dihindari juga tidak tau harus berbuat apa. Karena Ace tahu kalau Amorist membutuhkan waktu untuk sendiri.
Tanpa di sadari, ujian kenaikan sudah tiba. Namun Amorist masih menghindari Ace dan semua menjadi diam. Murid yang lain juga tidak ada yang berani mendekati Amorist sejak kejadian itu. Semua orang takut pada Amorist terutama Bima Walaupun dalam keadaab seperti ini Amorist tetap menjadi anak pertama yang mengumpulkan kertas ujian.
Guru-guru kagum dengan nilai sempurna yang didapat Amorist dalam kondisi seperti ini. Ace juga merasa senang, walaupun kondisinya terlihat buruk tapi ternyata hal itu sama sekali tidak mengganggu sekolahnya.
Di hari pembagian rapot. Lagi-lagi Amorist mendapatkan ranking 1.
" Amorist! " Panggil Ace, Amorist tidak berani menjawab sapaan Ace.
" Eumm ini buat kamu. " Ace menodongkan kertas gambar Amorist yang sudah iya tempel menjadi satu lagu. Amorist yang melihat itu hanya bisa menunduk, dan siapa sangka kalau Amorist akan menangis.
" Ace hikss... Maafkan saya... Eumm saya sudah mengindari anda hiksss... Beberapa bulan ini. " Amorist tetap menunduk tidak berani menatap Ace.
" Sudahlah aku juga paham kamu, lain kali jangan menangis di depan orang lain. Kamu hanya boleh menangis di depanku. " Amorist yang mendengar itu langsung tersenyum karena merasa kalau Ace tidak marah dengannya.
" Senyum itu juga hanya boleh dilihat olehku. Kamu itu milikki! Jangan tunjukkan senyum itu pada orang lai. " Amorist mengangguk paham.
" Kamu itu milikku! "
~ Kata-kata yang akan menjadikan Amorist yang baru di masa depan. Amorist yang semakin dingin dan penuh dengan harapan di hati kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematic
RandomIa seorang anak kecil yang ceria, gembira, dan penuh dengan canda tawa. Namun ternyata itu hanya ada di dalam mimpi saja. " Jangan pernah sentuh dia! " Ucapnya dengan tatapan yang dingin tanpa ekspresi itu. " Siapa mereka saja saya tidak tahu. Say...