06. Anak panah

1.3K 88 25
                                    


"Sini bantuin mama," ucap Amanda kepada Selvina. Sekarang Lion dan Selvina sedang ada acara keluarga. Ya, mereka sepupuan, dan ibu mereka kembar.

"Loh? Kata tante aku bisa duduk aja," balasnya.
Amanda menatap gemas anaknya ini. "Kamu udah besar loh dek, contoh abang mu itu."

"Si Rafael? Dia mah baik di depan mama doang, di depan aku kayak setan," celetuknya. Rafael adalah abangnya, abang angkat lebih tepatnya. Sifatnya sungguh sangat membuat Selvina kewalahan, sebab dia selalu mencari masalah.

"Abang kamu bakal pulang loh."

Selvina menjatuhkan sendok yang ia pegang. "Serius?! AKU HARUS KUNCI KAMAR AKU! ATAU DIA BAKAL NGERUSUH!" Selvina berlarian dengan tergesa-gesa menuju kamarnya berada.

Ananda-Mami nya Lion melihat keponakan nya heran. "Kenapa dia?"

"Biasalah, gak pernah akur sama El," jawab Amanda.

Ananda mengangguk. "Kamu ingat gak? Dulu kita random juga kayak mereka. Gak nyangka kalau sekarang kita sudah tua," katanya.

Amanda yang sedang mencuci sayuran berhenti dan menghelah nafasnya. "Kalau aja Syura masih ada, kita dan anak kita lengkap."

Ananda menoleh, ketika membahas Syura Arabella Mahendra-sahabat mereka yang sudah tiada. Perasaan nya campur aduk.

"Sorry aku gak bermaksud buat bahas," kata Amanda langsung saat melihat raut wajah sedih Ananda.

"Kamu gak salah, memang yang kamu ucapkan ada benarnya. Tapi semua sudah takdir nya, dan gak bisa di rubah. Syura juga sudah bahagia sekarang," jelas Ananda dan kembali tersenyum.

Amanda mengangguk dan kembali melanjutkan kegiatannya mencuci sayuran. Mereka berdua tidak sadar kalau sedari tadi ada Lion yang menguping pembicaraan mereka.

"Tante Syura pasti berharga banget buat mami dan mama. Gue harap tante Syura bahagia di sana," katanya.

"Udah bahagia kok," celetuk Rafael yang datang entah dari mana. Lion mengelus dadanya sabar dengan tingkah abang laknatnya ini.

"Datang pake salam."

"Assalamualaikum." Rafael tersenyum manis, sangat manis, sehingga membuat Lion muak.

"Lo datang-datang nyambung listrik mulu," katanya.

Rafael menyentil dahi Lion. "Kalau ngomong sama yang lebih tua itu harus sopan," tegurnya.

Lion memegangi dahinya sakit. "Dih, males. Lo aja masih jomblo, gak laku ya?" Ejeknya.

"Wah, berani banget lo bocil! Duluan gue lahir dari pada elu!"

"Hahaha gak laku."

****

Algara menatap dirinya di cermin, atau lebih tepatnya tubuh Alsara di depan cermin full body. Dia sangat bingung dengan tubuh perempuan, kenapa setiap perempuan pasti tubuhnya ramping, apakah se ramping ini?

Bahkan tangan Alsara saja sangat lembut dan kecil dari pada tangan nya. "Lembut," celetuknya.

Tok tok tok

"Buka woii!"

Algara menoleh malas, Alsara selalu datang di saat yang tidak tepat. Dengan cepat Algara membukakan pintu itu. "Kenapa?" Tanya nya to the poin.

Alsara menatap kebawah, karena tubuh aslinya yang di pakai Algara lebih pendek. "Gue gak mau basket! Gue gak bisa!"

Algara melirik kalender yang tergantung di samping tempat tidur. Benar, ternyata hari ini hari Rabu, sore jam 4 nanti biasanya dia latihan basket seperti biasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Twins AlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang