2| Kepiting Geprek

1.2K 180 15
                                    

"Ih lucu!" Wening begitu puas setelah melihat penampilan gelang yang menjuntai indah di pergelangannya.

"Mahal gitu, mending beli emas, Mbak," sekarang giliran Sri yang sewot. Wening seperti perempuan yang tidak bahagia masa kecilnya. Membeli gelang yang banyak charmnya, tapi Wening senang. Toh itu juga pakai uang suaminya.

Tidak mengindahkan Sri, Wening berlari kecil ke lantai dua. Sudah selesai acara pamer-pamernya di hadapan Sri dan Ibu, apalagi Ibu juga tidak berkomentar apa-apa selain hanya menonton tingkah pola Wening yang seribu satu gaya itu. Mana tahu Ibu kalau gelang yang dipakai menantunya harganya nyaris sepuluh juta.

Model begitu doang.

Jiwa-jiwa miskin Sri meronta-ronta. Mungkin, begitu ya kalau sudah sukses banyak uang. Bingung mau dihamburkan ke mana.

Wening bersenandung kecil, dia tengah membongkar lemari, mencari dress pink yang tempo hari dia beli online. Pokoknya hari ini dia mau tampil Barbie. Kalau suaminya pulang, Wening kepingin dipuji.

"Mandi dulu kali, ya?" Wening terpikir. Dia sudah menemukan baju cantiknya, tapi kurang segar kalau dia belum mandi. Jadi, dia membuka laci, mengambil lilin aroma terapi, lalu menyanyi.

Hampir dua jam Wening tertidur di bathtub. Perempuan itu keasyikan bermain busa, lalu tidur dengan tanpa dosa. Melangkah keluar dari baskom mandi raksasa itu, Wening memakai bathrobe. Rasanya ingin melanjutkan tidur di atas kasur. Bergerak malas, perempuan itu meraih lilin aroma terapi yang dia pakai mandi.

Entah karena dia masih muda jadi makin kreatif, jadilah dia sok ide mengibaskan cangkir lilin itu dengan hipotesis kalau akan mati apinya. Mati sih, iya, tapi setelahnya perempuan itu berteriak karena cairan lilin itu terciprat ke tangannya.

Segera dia menadah tangan di bawah air mengalir. Matanya ikut berair. Sakit memang, kalau berbuat tidak dipikirkan jangka panjangnya. Perempuan itu jadi badmood, ketika keluar kamar mandi dia melihat jaket suaminya sudah tergeletak di atas kasur. Berarti Birawa sudah pulang.

Wening cepat-cepat memakai baju. Sambil meniup-niup tangannya yang sakit, dia turun ke bawah mencari Birawa.

"Bapak ada tamu, Mbak," Sri melewati wening, dia membawa nampan berisi toples-toplesan dan juga sirup jeruk.

Wening berdiri di balik pintu kaca, wajahnya kusut. Di taman sana ada Ikbal, temannya Birawa. Juga ada satu perempuan yang Wening tidak lupa sama sekali itu siapa. Mantan rekan kerjanya Birawa, teman sekolah juga sih, semacam sahabat dari orok mereka bertiga tuh.

Kenapa dia pulang? Bukannya dia di Jakarta? Liburan gitu? Ih bukannya mandi udah sore malah bertamu haha hihi di rumah orang!

Wening berdiri cukup lama memperhatikan interaksi tiga manusia itu, lalu ketika Sri kembali, Wening langsung beranjak.

"Gelangnya kok gak dipakai Mbak?" Tanya Sri.

"Gak tahu," Nesu dia. Baru bangun tidur, kena cipratan lilin, mau caper malah suaminya sedang bertiga-tigaan dengan orang lain. Makin males dia.

"Mbak, itu lho dibawain duren sama Mas Ikbal dan Mbak Winda," Sri menggodanya, Wening paling suka makan duren.

"Ngapain bawa duren?" Wening menghempaskan dirinya di sofa, meraih remot dan menyalakan tv, mencari live streaming di tanah suci, lalu menyetelnya sampai tetangga di sebelah rumah pun bisa mendengar.

"Mbak Wening! Banter banget!"

"Biarin ah, udah mau magrib, ngaji-ngaji sana!" Wening membawa serta remot bersamanya. Ibu yang sebelah telinganya kurang bisa mendengar pun, sampai keluar kamar. Wajahnya sumringah, seolah baru bisa mendengar lagi dengan jelas.

MAMI WENINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang