Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku terdiam membisu, tak ada ekspresi sama sekali, aku tak tahu harus menanggapinya seperti apa.
Yang kurasakan hanya denyutan nyeri di dadaku, rasanya sesak sekali. Bibir bawahku kugigit guna menahan bendungan air yang terasa berat di pelupuk mataku. Aku tidak boleh menangis di sini! Ya, setidaknya untuk sekarang.
Aku berusaha untuk tersenyum kemudian berjongkok menyamakan tinggiku dengan anak laki-laki kecil bersurai ungu ini.
"Na ... namamu siapa?" tanyaku sedikit terbata, kuangkat tangan kananku membelai pelan pipi tembemnya, ada satu kumis kucing.
"Namaku Uzumaki Suruto!" serunya riang, aku sedikit tertegun, senyumannya yang hangat dan lembut mengingatkanku pada dua orang yang sangat kukenal.
Ini senyuman Boruto dan Sumire.
Lagi-lagi rasanya seperti dihujam dengan ribuan jarum.
"Suruto ya, kalau aku panggil saja bibi Sarada," ujarku pelan. Suruto mengerutkan keningnya seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Apa bibi ini ... Uchiha Sarada?" tanyanya, anak laki-laki itu menatapku dengan serius. Aku sedikit kaget mendengarnya.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Sudah kuduga! Bibi ini sering diceritakan oleh Ayahku. Katanya, bibi ini sahabat Ayah dari masa kecil," ucap Suruto semangat. Aku tercengung, Boruto ya?
Entah kenapa aku jadi sedikit cengeng ketika mendengar namanya.
"Ini pertama kaliku bertemu dengan, Bibi. Kata bibi Choucho, setelah pernikahan Ayah dan Ibuku, tiba-tiba saja bibi menghilang. Memangnya bibi Sarada ke mana saja selama ini?" ajunya panjang lebar.
"Bibi punya misi rahasia," jawabku. Selepas pernikahan Boruto dan Sumire, aku memang memiliki misi rahasia dengan jangka waktu yang sangat panjang, yakni lima tahun.
Awalnya sedikit berat untuk meninggalkan desa, tapi pada akhirnya aku menerimanya. Lagi pun itu waktu yang pas untuk berusaha melupakannya juga, walau aku tidak terlalu yakin bisa.
Suruto menganggukkan kepalanya paham. "Aku pernah beberapa kali mendapati Ayah sedang menyebut nama Bibi saat tidur, aku jadi berpikir, kalau Ayah mungkin sangat merindukanmu, Bi," ucapannya lagi-lagi membuatku tertegun.
𝐵𝑜𝑟𝑢𝑡𝑜.
Kalau boleh jujur aku juga sangat merindukannya, sampai rasanya aku ingin memeluknya erat seperti pelukan saat terakhir kali kami bertemu.
"Ahaha begitu ya. Bibi juga merindukan Ayahmu, sudah lama kami tidak pernah bertemu." Bibirku melengkung tipis, aku sedikit mengepalkan tanganku di atas kedua pahaku.