2.

463 22 6
                                    


Aku terdiam membisu, tak ada ekspresi sama sekali, aku tak tahu harus menanggapinya seperti apa.

Yang kurasakan hanya denyutan nyeri di dadaku, rasanya sesak sekali. Bibir bawahku kugigit guna menahan bendungan air yang terasa berat di mataku. Aku tidak boleh menangis disini! Ya setidaknya untuk sekarang.

Aku berusaha untuk tersenyum kemudian berjongkok menyamakan tinggiku dengan anak laki-laki kecil bersurai ungu ini.

"Na... namamu siapa?" tanyaku sedikit terbata, kuangkat tangan kananku membelai pelan pipi tembemnya, ada satu kumis kucing.

"Namaku Uzumaki Suruto!" serunya riang, aku sedikit tertegun, senyumannya yang hangat dan lembut mengingatkanku pada dua orang yang sangat kukenal.

Ini senyuman Boruto dan Sumire.

Lagi-lagi rasanya seperti dihujam dengan ribuan jarum.

"Suruto ya, kalau aku panggil saja Bibi Sarada." ujarku pelan, Suruto mengerutkan keningnya seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Apa Bibi ini... Uchiha Sarada?" tanyanya, anak laki-laki itu menatapku dengan serius. Aku sedikit kaget mendengarnya.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Sudah kuduga! Bibi ini sering diceritakan oleh Ayahku. Katanya, Bibi ini sahabat Ayah dari masa kecil," ucap Suruto semangat. Aku sedikit tertegun, Boruto ya?

Entah kenapa aku jadi sedikit cengeng ketika mendengar namanya.

"Ini pertama kaliku bertemu dengan Bibi. Kata Bibi Choucho, setelah pernikahan Ayah dan Ibuku, tiba-tiba saja Bibi menghilang. Memangnya Bibi Sarada kemana saja selama ini?" ajunya panjang lebar.

"Bibi punya misi rahasia." jawabku, selepas pernikahan Boruto dan Sumire aku memang memiliki misi rahasia dengan jangka waktu yang sangat panjang, yakni lima tahun.

Awalnya sedikit berat untuk  meninggalkan desa, tapi pada akhirnya aku menerimanya. Lagipun itu waktu yang pas untuk berusaha melupakannya juga, walau aku tidak terlalu yakin bisa.

Suruto menganggukkan kepalanya paham, "Aku pernah beberapa kali mendapati Ayah sedang menyebut nama Bibi saat tidur, aku jadi berpikir, kalau Ayah mungkin sangat merindukanmu Bi," ucapannya lagi-lagi membuatku tertegun.

'Boruto...' batinku, kalau boleh jujur aku juga sangat merindukannya, sampai rasanya aku ingin memeluknya erat seperti pelukan saat terakhir kali kami bertemu.

"Ahaha begitu ya. Bibi juga merindukan Ayahmu, sudah lama kami tidak pernah bertemu." Bibirku melengkung tipis, aku sedikit mengepalkan tanganku di atas kedua pahaku.

"𝐴𝑘𝑢 𝑚𝑒𝑚𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑐𝑢𝑡 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑡𝑎𝑘 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑗𝑢𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑗𝑢𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛, 𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑎𝑘𝑢 𝑗𝑢𝑔𝑎 𝑡𝑎𝑘 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑡𝑢."

"𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑦𝑎?" 𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑢 𝑙𝑖𝑟𝑖ℎ, 𝑝𝑖𝑝𝑖𝑘𝑢 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑎. 𝑅𝑎𝑠𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖.
𝑀𝑒𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑖 𝐵𝑜𝑟𝑢𝑡𝑜 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑏𝑎𝑡𝑘𝑢, 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑢𝑐𝑖𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛. 𝑌𝑎, 𝑑𝑖𝑎 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑘𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑛𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑡𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑎𝑚𝑖 𝑑𝑢𝑙𝑢 𝑠𝑒𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑎𝑘𝑎𝑑𝑒𝑚𝑖𝑘.

BoruSara Week 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang