《49》

2.5K 361 120
                                    

TW 18+ : //Pelecehan Seksual, Tindak Abusive, Kekerasan fisik, Darah
.
.
.
Just Fiksi Oke!

****

Kaki kecil yang hanya di balut sandal itu melangkah penuh keraguan menelusuri jalan. Jari jari mungilnya bertaut bermaksud menguatkan diri, kepala nya di paksakan untuk tetap terangkat tinggi karena tidak ingin terlihat lemah.

Usianya baru tujuh tahun, dan ini pertama kalinya dia berjalan sendiri tanpa pengawasan orang dewasa. Dan agak banyaknya sekarang dia menyesal, seharusnya dia tetap bertahan di rumah saja menunggu mami datang menjemputnya.

Laksa, dia lelah menunggu. Sudah tiga hari sejak mami pergi meninggalkannya sendirian di rumah hanya di temani bibi dan paman pekerja. Padahal sebelum pergi mami sudah berjanji akan membawanya untuk ikut menemani Jenderal yang saat ini sedang di rawat di rumah sakit. Tetapi setelah berhari hari maminya malah tak juga kunjung pulang.

"Tidak apa apa abang, tidak perlu takut. Tapi, ini dimana ya? Apa rumah sakit masih jauh? Ukh, jalannya sepi sekali. Apa akan ada monster? Apa Laksa harus lawan monster sendirian? Ah, Laksa gak bawa senjata. Bagaimana ini?" Laksa kecil berceloteh dengan nada penuh kekhawatiran.

Dia menyesal tidak meminta mang Saaih untuk mengantarnya. Karena dia pikir mang Saaih nanti akan mengadu ke papa kalau dia nakal tidak mau menuruti ucapan mami. Laksa tidak mau di marahi, makanya dia nekat untuk berjalan sendiri sekarang.

Krekk

Anak itu terkesiap. Tubuhnya kaku, tempat yang benar benar sepi ini terasa sangat menyeramkan untuknya maka tanpa berlama lama lagi dia langsung berlari sekencang kencangnya. Padahal suara tadi hanya sebuah ranting kayu yang tidak sengaja dia injak sendiri tetapi karena rasa takut yang memang sudah mendominasi sejal awal, Laksa kecil tidak bisa lagi untuk berpikir jernih dan sok sokan menguatkan diri.

Bruk

"Auwh," ringisnya merasakan telapak tangannya tergores aspal. "Mami, sakit.."

"Oh, tuhan! Maaf."

Suara pria dewasa yang terdengar penuh penyesalan itu membuat Laksa mendongak dan melupakan sejenak rasa sakitnya.

"Kamu tidak apa apa, nak?" Laksa di bangunkan dari posisi tersungkurnya. Dia menatap polos pria itu yang dengan telaten membersihkan baju dan celananya yang kotor terkena debu.

"Tangan Laksa sakit, tapi tidak apa apa." Jawab Laksa menatap wajah pria yang tampak seumuran dengan papanya itu.

Pria dengan setelan kantor yang lengan kemejanya sudah di gulung sampai siku itu mengambil alih tangan Laksa dan meniup pelan telapak tangan yang kemerahan itu. "Maafkan saya ya, tangan kamu jadi terluka."

Laksa segera menggeleng tidak menyetujui pernyataan pria itu. "Tidak paman, ini salah Laksa. Laksa yang berlari tanpa melihat. Maafkan Laksa yang tiba tiba menabrak paman."

Mendengar dan melihat bagaimana cara bicara Laksa, pria paruh baya itu tertawa karena gemas. Dia tak tahan untuk mengusak rambut mengembang yang mengingatkannya dengan putranya itu. "Kamu lucu sekali,"

Laksa hanya bisa mengangguk sebagai respon. Dia melihat sekeliling yang ternyata tempatnya tak seseram tempat tadi. Pria itu menyadari gelagat Laksa yang nampak waspada terhadap sekitar, dia jadi ikut mengedarkan mata melihat sekeliling. "Ada apa nak? Tunggu, dimana orangtua mu?"

Laksa berhenti melihat lihat, dia mendongakan kepala untuk menatap paman yang sudah berdiri itu, tidak lagi berjongkok menyetarakan tinggi dengannya. "Di rumah sakit."

Laksamana EthanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang