BAB 4

2 1 0
                                    


Farrah melangkah luwes ke jurusan Fisika. Beberapa mahasiswa berlalu lalang melewatinya. Sementara seseorang yang dicari belum terlihat. Dia menunggu bersandar di dinding salah satu ruang yang ada di sana.

Mengusir bosan, Farrah berkutat dengan ponsel. Sesekali melirik mahasiswa berlalu lalang. Takut terlewat orang yang dicari.

"Farrah."

Manik hitam itu beralih dari layar ponsel menatap pemuda di hadapannya. Dia tak mengingat sosok mahasiswa berambut cepak dengan alis mata tebal berdiri di hadapan.

"Far, kamu gak ingat aku?" tanya pemuda itu menatap Farrah. 

Farrah menggeleng, tetapi mencoba mengingat kapan mereka bertemu. Akan tetapi, dia tak mendapat bayangan sama sekali tentang pemuda itu.

Pemuda itu tersenyum. "Ok. Saat awal PKKMB, aku pernah anter kamu ke jurusan Matematika. Kamu ingat?"

Mata Farrah berbinar. "Hanif?"

"Syukurlah. Akhirnya kamu ingat. Aku selalu beharap setelah hari itu, bisa bertemu kamu lagi."

"Kebetulan aku ada urusan di sini." Farrah melirik area di sekitar.

"Aku senang kita bisa bertemu lagi, Farah. Boleh aku minta nomor HP kamu?" Hanif memberikan ponselnya kepada Farrah.

Farrah terdiam. Dia membiarkan benda itu menggantung di udara. Ada keraguan yang terlintas dalam pikirannya.

"Siapa tau, suatu waktu aku butuh bantuan kamu, atau bisa hubungi aku kalau kamu butuh bantuan."

"Baiklah." Farah mengambil ponsel Hanif dan menekan dua belas digit nomor ponsel yang sudah hafal di luar kepala. "Ini."

Raut wajah Hanif diselimuti bahagia. Senyum membingkai di bibir tipisnya saat menatap layar ponsel. Dia menyimpan nama Farrah di list kontak.

Tak sengaja dua bola mata Farrah tertuju pada gadis yang sudah ditunggu-tunggu. Bagaimana mendekatinya. Tak mungkin dia memperkenalkan diri dengan alasan berteman.

"Han, aku butuh bantuan kamu sekarang." Farrah mengulum senyum.

"Kamu mau aku ngelakuin apa? Aku siap bantuin apa aja yang kamu mau." Hanif memasang raut wajah serius.

"Gak segitu juga, Han. Kamu kenal gadis itu, gak?" Farrah menunjuk ke arah gadis memakai outfit paduan kemeja putih dengan trousers serta shoulder bag berwarna putih melengkapi penampilan monokrom.

Hanif memutar kepala mengikuti arah yang ditunjuk Farrah. "Maksud kamu Naya?"

"Oh, namanya Naya."

"Kenapa, Far?" Hanif menyipitkan mata.

"Kamu bisa kenalin aku sama Naya gak? Aku ingin berteman dengan Naya."

"Bisa. Sekarang?"

"Kalau bisa nanti siang aja. Sekarang jadwal kuliahku." Farrah melirik penunjuk waktu di tangan.

"Ok. Aku antar kamu ke kelas ," tawar Hanif.

"Gak usah, Han. Nanti, kita ketemu lagi di sini." Farrah bergegas meninggalkan jurusan Fisika.

"Hati-hati, Farrah."

Hanif menatap kepergian Farrah hingga bayangan gadis itu pun menghilang dari pandangan. Sudut bibirnya tertarik ke atas dengan tatapan sulit diartikan.

***

Mata Fairuz tak lepas memandangi Farrah. Ada perbedaan dari sikap sahabatnya hari ini.

"Far, kenapa tadi pagi kamu buru-buru ke kampus?" tanya Fairuz setelah jam kuliah terakhir berakhir.

"Tadi ada urusan mendesak, Fai." Farrah memasukkan buku ke dalam tas.

"Urusan apa? Kok gak ajak aku?" Fairuz dan Farrah berdiri lalu mereka beranjak meninggalkan kelas. 

"Sorry, Fai. Aku belum bisa ngasih tau kamu sekarang, ya. Aku bakal ngasih tau kamu, kok." Farrah melirik Fairuz yang berada di sampingnya.

"Far, sejak kapan kamu rahasia-rahasiaan sama aku?" tanya Fairuz berhenti menjejak dengan menggembungkan kedua pipi.

"Bukan gitu, Fai. Nanti aku akan cerita, deh." Promise." Farrah menatap dalam ke manik hitam Fairuz.

"Yaudah, deh. Beneran, ya. Kalau gak aku akan laporin ke Bang Firaz." Ancam Fairuz dengam senyum tipis.

"Laporin aja kalau kamu mau aku perang sama beruang kutub," ucap Farrah merajuk.

Fairuz tertawa geli dengan aksi manyun Farrah. Gadis yang tak sekedar sahabatnya itu terlihat lucu saat menggembungkan kedua pipi yang mulai berisi.

"Tenang, Farrah. Aku gak akan bilang, kok. Kamu kan my best family forever." Fairuz menyatukan kedua jari telunjuk dan jempol membentuk hati di depan dada.

"Bisa aja kamu, Fai." Garis lurus di bibir Farrah tertarik sempurna ke atas hingga menampakkan gigi putih sebesar biji jagung.

Mereka melebarkan langkah menuju gerbang kampus. Fairuz mengeluarkan ponsel hendak memesan car online

"Fai, kamu pulang duluan aja. Ada sesuatu yang mau aku urus."

"Lagi?" tanya Fairuz mengernyitkan dahi.

"Hem." Farrah menipiskan bibir.

Fairuz menyilangkan kedua tangan di depan dada dan memutar bola mata. "Farrah Valencia, aku jadi penasaran. Urusan apa yang mendesak hingga tega menelantarkan adik Bang Firaz yang cantik dan imut ini? Kamu gak have an affair, kan?"

"Astagfirullah, Fai. Ya, gak, lah. Jangan asal ngomong deh." Farrah memukul lengan Fairuz perlahan.

Ponsel Farrah bergetar dari dalam shoulder bag. Bergegas dia mengeluarkan benda pipih itu. Sebuah nama yang baru tersimpan di phonebook bergerak-gerak di layar.

"Fai, sorry. Aku masih ada urusan." Farrah meninggalkan Fairuz yang berdiri terpaku dengan kedua bola mata membulat.

***

Mata Hanif berbinar dan bibir tersenyum saat melihat sosok gadis cantik berkerudung mocca itu mendekat. Naya berada di sampingnya pun ikut memamerkan gigi putih bak iklan pasta gigi di TV.

"Nay, kenalin Farah." Hanif melirik Naya dan Farrah secara bergantian.

Sepanjang perkenalan Naya tersenyum menatap Farah. Bahkan gesturnya terlihat seperti sudah lama berkenalan dengan gadis  jurusan Matematika itu.

"Jadi, kamu calon istri Hanif. Aku ikut senang mendengarnya. Kalian berdua terlihat cocok. Selamat, ya, Farrah." Naya menyalami tangan Farrah.

Senyum yang tersemat di bibir Farrah tiba-tiba memudar. Dua bola mata bermanik hitam itu membulat saat bertatapan dengan Hanif. 

***

Berubah Dingin (Ada apa dengan Firaz?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang