7.RIWAYAT TELEPON

14 2 0
                                    

Malam ini, Winter tengah merenung lagi di dalam kamarnya. Ia bahkan tidak keluar untuk makan malam karena merasa sangat malas. Winter hanya duduk di depan meja belajarnya sambil membuka buku yang ia pinjam di perpustakaan, iya ia hanya membukanya tanpa membacanya karena pikiran Winter sedang tak terarah.

Terakhir percakapannya tadi sore bersama mama menyimpulkan bahwa bulan depan mereka akan kembali ke Indonesia, tapi akan tinggal di pedesaan saja. Winter berpikir semester depan adalah waktunya ia KKN, menurutnya tanggung jika ia harus cuti kuliah sampai menunggu adiknya lulus SMA atau pindah menempuh pendidikan di Indonesia dan merelakan waktu yang ia sudah ia jalani di universitas bersama Jeno.

"Terserah mama" hanya dua kata itu yang Winter keluarkan untuk menjawab tawaran mama, yang lebih tepatnya sebuah perintah.

Mengingat tentang apa yang pernah dikatakan Haerin malam itu, Winter tidak mau lagi menjadi alasan atas keputusan keluarganya yang ternyata mengorbankan orang yang sangat ia sayang. Tapi yang ia heran, kenapa ia bermuka sedih saat menjawab tadi.

Mengingat itu Winter pun menghela napas, ia pun merendahkan tubuhnya dan membiarkan kepalanya berbaring di atas meja belajar.

"Winter!" panggil mamanya, yang langsung membuka pintunya.

Winter pun langsung mengangkat kepalanya dan menoleh keluar, "ada Jeno" bisik mama yang seketika membuat Winter terperajat, tak menyangka tanpa pemberitahuan anak itu datang kemari, padahal juga baru tadi sore mereka bertemu.

"Apa mungkin kangen?" batin Winter sambil tersipu, tapi dengan cepat dia menampar wajahnya sendiri lalu memasang muka datarnya lagi.

Winter berjalan keluar dan sudah mendapati Jeno tengah bersenda gurau dengan adik dan mamanya, dari depan pintu kamarnya Winter memandangi mereka dan merasakan damai. Hingga kemudian ia berjalan lagi dan langsung duduk disamping kanan Haerin.

"Ngapain kesini?" tanya Winter, dengan raut muka seperti biasa.

Mendengar Winter berbicara, justru langsung ditimpali oleh sang mama yang datang sambil membawa satu nampan teh hangat, "yang manis dong nak" goda mama tapi Winter malah memanyunkan mukanya tanpa tahu sebenarnya Winter menahan diri untuk tersenyum.

"Sudah biasa ma hehe. Tapi itu justru pesona Winter" sambut Jeno menjawab dengan penuh semangat.

"Bukannya tadi sore oppa sudah kesini?" Haerin menimpali.

Jeno pun tersenyum, "iya ya, tapi oppa kangen lagi sama kakak kamu. Jadi cara satu-satunya ya kesini hehe" 

"Em..." Haerin menganggukkan kepala, "macaroon-nya enak oppa" ucap adik Winter yang menggemaskan itu lalu bangkit dari duduknya dan membungkukkan badan.

"Saya pamit dulu ya, saya harus mengerjakan PR, see you" tambah Haerin yang kemudian berlari masuk ke kamarnya. Disusul mama yang melanjutkan pekerjaannya. Dimana  itu berarti kini menyisakan Jeno dan Winter, berdua saja di ruang tamu.

Jeno mengambil macaroon yang ada di meja, "coba yang ini, pasti kamu suka" anak itu menawarkan dessert populer yang kali ini ia beli sendiri, tentu atas rekomendasi kembarannnya.

Winter dengan malu-malu mengambilnya, lagaknya masih dingin dan mulai mengigit macaroon itu. Setelah mengunyah dengan pelan ia mengangguk-anggukkan kepala seraya berkata, "lumayan"

Jeno terkekeh, "Jelas lumayan. Macaroonnya kurang manis ya? kan memang, karena ada kamu yang lebih manis hehehe" tak ketinggalan pula ternyata kalimat rayuan Jeno yang terdengar menggelikan tapi Winter tersenyum tipis di dalam hatinya.

"Wintah, kenapa kamu tidak mau makan?" tanya Jeno, memandangi paras cantik Winter yang polos tanpa make-up sembari menopang kedua tangannya di dagu.

Winter menatap tajam kedua bola mata Jeno, "kok kamu tahu?" tanyanya, diikuti wajah bingung.

Jeno melebarkan senyumnya lalu meraih ponsel di sakunya, tak lama laki-laki itu menunjukkan riwayat panggilannya. 

mama?

"Mama kamu telepon akyuuu ehehehe. Katanya nak Jeno, kesini ya. Bujuk Winter atau ajak Winter kemana gitu soalnya dia nggak mau makan, takut Winternya sakit gitu beb" jelas Jeno dengan nada yang manja. 

Mendengar itu Winter langsung menepuk jidatnya, sambil menahan rasa malu, ia bahkan tak percaya kalau mamanya sampai melakukan hal itu yang terkesan agak berlebihan. 

"Jadi kamu mau makan apa malam ini?" tanya Jeno dengan sikapnya yang manis.

"Terserah" balas Winter singkat, ia bahkan tidak berpikir.

Jeno pun mulai mencari ide, "teokbokki?" 

"Jangan, aku lagi nggak pengen makan yang kenyal-kenyal" jawab Winter dengan cepat. Jeno pun kembali berpikir, "Lalu bagaimana kalau bulgogi?"

"Lagi nggak pengen makan daging" balas gadis itu dengan santai.

"Terus pengen apa?" tanya Jeno sekali lagi.

"Terserah" Winter mengulangi jawabannya. Mendengar itu Jeno menghela napas, "Hm kalau begitu malatang aja, biasanya kan yang pedas itu enak" tawar Jeno tapi Winter langsung menggelengkan kepala, "Tidak, aku takut sakit perut"

"Oh ramyeon?" kata Jeno begitu bersemangat karena itu adalah makanan kesukaannya. Tetapi Winter kembali menolak dan memajukan bibirnya diikuti dahinya yang mengerut, "Em jangan, besok bakal bengkak mukaku" kata Winter sambil memegangi pipinya.

"Terus apa sayang?" Jeno mulai frutasi. Tapi melihat itu Winter malah merasa bahagia karena telah berhasil menggoda Jeno, ia tersenyum tipis sambil mengatakan, "Terserah"

Alhasil Jeno menarik napas dalam dan berkata, "Ya Tuhan" sambil mengelus dadanya. Mendengar itu Winter tak kuasa menahan tawanya lagi, meskipun tidak keras gadis itu terkekeh cukup lama dan diikuti tawa Jeno yang membuat suasana ruang tamu yang tadinya sepi menjadi ramai dan ceria.
.
.
"Jadi bulan depan kami sekeluarga akan kembali ke Indonesia" kata Winter.

Jeno menatap wajah Winter dengan raut muka bingung, perasaannya juga terkejut begitu mendengarnya. Di dalam mobil, Winter mengatakan sesuatu lagi.

"Haerin ternyata dibully, jadi makanya tadi dia bolos dan pergi ke rumah Renjun bersama adiknya" tambah pujaan hati Jeno.

Mendengar penjelasan Winter, Jeno agak mengerti situasinya sekarang meskipun dia masih dalam proses mencerna.

"Jadi kuliah kamu?" Tanya Jeno.

"Iya tanggung, habis ini kan KKN" balas Winter, dengan nada rendah.

Jeno kemudian mengelus kepala Winter, sambil membayangkan berhubungan jarak jauh dengan kekasihnya meskipun sebenarnya terlalu jauh sih. Karena Winter juga mengatakan kalau dia masih ragu atas keputusan mamanya.

"Apa aku bantu ngomong sama mama kamu. Kalau kamu tinggal sendirian disini, aku jagain" ucap Jeno yang kemudian memegang tangan kiri Winter.

"Benarkah?" Balas Winter.

"Aku akan berada disampingmu 24 jam" kata Jeno penuh percaya diri dan lantang.

"Bagaimana caranya?" Winter bingung.

Jeno melebarkan senyumnya, lalu mendekatkan kepalanya untuk berbisik ke telinga kiri Winter.

"Kita tinggal bersama heeheh" bisik Jeno yang seketika dibalas pukulan keras yang mendarat di pundak serta punggung laki-laki itu. Meskipun hanya berniat menggoda dan bercanda tapi Winter yang kesal menganggap itu serius, alhasil kini Jeno pun menjingkat kesakitan dan membuat kebisingan di dalam mobil.

Bersambung...
Kaka12ika
ㅋㅋㄹㅋ

EPISODE 7
SO, THIS IS LOVE???

3. So, THIS IS LOVE ?? [Jeno × Winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang