5. TIDAK TAHU DIRI SENDIRI

11 2 0
                                    

Detik per detik Winter memperhatikan jam dinding di kamarnya, sambil duduk di atas tempat tidurnya gadis itu melihat ke arah pintu yang ia buka, berharap ia dapat melihat Haerin melewati kamarnya lalu ia ingin menyapa dan membuat hatinya lebih baik.

Dari perkataan Haerin malam itu, membuat Winter merenung hingga detik ini. Ia seolah tidak tahu arah mana yang harus ia ikuti, yang harus ia pilih sampai cukup menghentikan penderitaan adiknya.

Ia bahkan tidak berani bertanya tentang apa yang Haerin alami, saking ia tak kuat jika mendengarnya sambil membayangkan adiknya disakiti.

Winter adalah seseorang yang sangat peduli pada keluarga ini.

Mendengar apa yang Haerin alami membuat hatinya tersayat, apalagi sampai menatap sepasang mata yang biasanya bersinar dan malam itu seolah diserang kabut dan derasnya hujan.

Semakin dipikirkan, semua ini mengerucut pada satu kata yaitu kembali. Haerin secara tidak langsung meminta mama dan kakaknya mau kembali ke Indonesia, meskipun luka sepeninggalan ayah belum kering juga.

Tapi...
Ada hal lain, ada seseorang yang baru menempati hatinya. Seseorang yang menarik perhatiannya selain Haerin dan mama, bahkan sekarang rasa bersalah Winter bertambah ketika Jeno datang ke dalam pikirannya.

"So, this is love??" Guman Winter, melakukan pembicaraan dengan dirinya sendiri.

Sepanjang di kelas tadi, jauh di lubuk hatinya ia ingin mengatakan suatu hal kepada Jeno. Tetapi karena belum terbiasa menyampaikan keluh kesahnya, ia menjadi berat. Padahal jika diingat dulu Winter pernah bercerita tentang kesedihannya atas rasa kehilangan papanya, tapi kenapa sekarang justru semakin dekat terasa semakin canggung.

"Apa ada yang salah?" Tanya Winter pada dirinya sendiri. Jika ia bisa menjawab pun, dirinya sendiri adalah jawabannya.

Bahkan Winter tidak mengerti atas sikap dirinya sendiri.

"Jeno terlalu baik untuk aku yang dingin" sambung Winter yang memang merasa kerepotan untuk mengimbangi Jeno.

Karena ini baru pertama kali untuknya, Winter jadi baru tahu bahwa cinta tidak sesederhana itu. Bahwa ternyata cinta bukan perkara suka sama suka, tapi memang harus saling mengerti, saling mengisi, saling mengimbangi, dan saling perhatian.

Jika ada yang berkeluh kesah, yang satunya harus bersedia menjadi pendengar.

Jika ada yang membuat lelucon, yang satunya harus bersedia memberikan reaksi.

Tapi Winter sadar tadi ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya, tapi ia tidak bisa mengatakan apapun ke Jeno. Dimana hal ini membuat keduanya salah paham.

Menunggu Haerin begitu lama. Membuat Winter lama kelamaan jadi bosan. Karena rasa bersalahnya terhadap Jeno yang masih tertinggal, ia pun bangkit dari duduknya dan bersiap pergi kerumah Jeno.

Tetapi...
Winter menghentikan langkahnya begitu tiba di depan pintu kamarnya.

Tiba-tiba ia ragu dan merasa  bahwa tindakannya berlebihan, seperti bukan dirinya yang biasa. Kenapa ia harus peduli dengan perasaan Jeno, ya ini bukan hal yang penting bagi Jeno, ini kan urusan keluarganya. Lagipula untuk apa bercerita kepada Jeno, itu hanya akan berbagi kesedihan dan Winter tidak ingin merengek lagi di depan Jeno.

Dalam lamunan Winter bergumam dalam hati, ia bingung tentang hubungan asmara. Ia yang tidak berpengalaman tak mengerti apa yang harus dan apa yang tidak perlu.

Winter menghela napas lalu berjalan masuk kembali sambil meletakkan tasnya, gadis itu pun berjalan dengan langkah malas keluar menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Sepertinya ia kurang minum karena pikirannya kemana-mana.

"Kalau ini demi kebaikan, biar Haerin dan mama pindah sementara aku menyelesaikan kuliahku disini" kata Winter yang lalu mengangguk dan mulai meminum air putih ditangan kanannya.

Karena bosan, Winter pun memutuskan keluar rumah untuk sekedar mencari angin segar. Ia berjalan dengan langkah pelan sambil merentangkan kedua tangannya, gadis itu menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Suasana sore hari ini tidak begitu terik dan angin cukup bisa dinikmati sepoinya, ia pun memutuskan masuk ke toserba dan mengambil beberapa cemilan kesukaan Haerin.

Dengan wajahnya yang datar seperti biasa, Winter yang mulai tenang pun memilih cemilan dengan bersemangat. Kira-kira Winter berakhir dengan satu kresek sedang, dengan isi sepuluh macam cemilan kesukaan Haerin.

"Tidak apa-apalah. Sekali-kali royal dengan adik sendiri" gumam Winter, yang berjalan dengan perasaan bangga.

Tak membutuhkan waktu yang lama Winter pun sudah tiba di dekat rumahnya, tapi tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatiannya hingga membuatnya mengerutkan dahi.

"Itu Renjun bukan sih?" Batin Winter yang bingung melihat salah satu sahabat Jeno berdiri di depan rumahnya.

Winter yang tidak mau menyapa hanya diam sambil berjalan menghampiri. Karena benar saja, begitu mereka berhadapan Renjun langsung menegurnya.

"Winter!" Panggilnya.

"Ada apa?" Sahut Winter singkat.

"Em begini...kamu tahu kan adikku dan adikmu ber.-- itu..." kata Renjun terdengar terbata-bata.

Tapi meski kalimatnya menggantung, Winter langsung memahaminya, "iya tahu"

Mendengar itu Renjun langsung membulatkan mata.

"Jadi gini, adik kamu..." jawab Renjun, penuh dengan jeda.

.
.
"Jeno!" Ucap Renjun di detik pertama saat menelepon Jeno.

"Hm" jawab Jeno singkat, yang masih sibuk mengeringkan rambutnya.

"Winter ada dirumahku, kamu kesini. Cepetan!" Sambung Renjun, tapi langsung mematikan teleponnya dan bising terdengar samar suara gaduh dari balik telepon sahabatnya itu.

Jeno yang mendengar nama pujaan hatinya pun mendelik dan langsung berlari pergi.

Bersambung...
Kaka12ika
ㅋㅋㄹㅋ

EPISODE 5
SO, THIS IS LOVE??

3. So, THIS IS LOVE ?? [Jeno × Winter]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang