Sore yang mulanya indah, tiba-tiba berubah menjadi hal yang membuat perasaan Winter campur aduk. Antara malu, kecewa, dan ah sudahlah.
"HAERIINN!!" teriak Winter yang murka begitu melihat adiknya berada di dalam kamar bersama adik Renjun.
"Apa yang kamu lakukan disini !??" lanjut Winter.
Rupanya Haerin tidak berangkat sekolah hari ini, melainkan malah pergi ke rumah kekasihnya yang merupakan adik Renjun dan berada di dalam kamar berduaan. Siapapun yang melihat dua anak SMP yang masih tidak tahu apa-apa ini pun berpikiran aneh, memiliki perasaan hawatir terhadap adiknya Winter pun langsung menarik tangan kiri adiknya.
Namun Haerin juga tidak melawan, karena ia tahu jelas bahwa ia salah.
Winter membawa adiknya keluar dari sana, segera. Winter juga tidak lupa meminta maaf kepada nenek Renjun dan Chenle yang pastinya direpotkan oleh kejadian ini. Tetapi baru beberapa langkah, tiba-tiba Chenle berjalan cepat untuk menghadang Winter dan adiknya.
"Nunna, jangan salah paham. Aku tidak melakukan apapun, kami hanya..." kata Chenle namun langsung di hentikan oleh Winter, "minggir!" kata anak pertama itu dengan tegas.
Winter pun lalu merangkul adiknya dan melangkah keluar dengan langkah lebih cepat. Tanpa mengatakan apapun lagi gadis itu kembali diam dan fokus berjalan ke rumah, meskipun perasaan marah serta malunya masih menguasai tapi dia tidak ingin memarahi adiknya lebih lagi di depan umum. Cukup diselesaikan dirumah saja.
"Wintah!!" panggil seseorang begitu Winter sudah hampir dekat dengan rumahnya.
Winter yang dalam keadaan marah pun langsung menjawab, "APA!!" bentaknya sambil berbalik ke seseorang yang memanggilnya, meskipun ia tahu itu jelas Jeno tapi justru karena itu Jeno maka Winter tidak bersikap manis.
"Ada apa? Renjun tadi meneleponku dan bilang kam...u" balas Jeno yang kemudian berlari menghampiri Winter dan berdiri di depannya.
Winter menatap Jeno dengan tatapan tajam lalu berkata, "bukan urusanmu, pergilah" ucap gadis yang katanya kekasih Jeno itu lalu beranjak pergi tanpa menghiraukan Jeno.
Sementara itu, hati Jeno terasa ditusuk dan tubuhnya bergetar ketika mendengar kata barusan. Dalam diamnya sambil memandangi punggung Winter yang mengabaikannya.
"Kenapa Winter lebih dingin saat berpacaran" katanya berbicara dalam hati.
Jeno hanya bisa menghela napas dengan wajah melasnya. Jika ia bisa menghilang sekarang, ia ingin melakukan itu karena meskipun dia berada di dekat kekasihnya Jeno pun tak dianggap dan bahkan tak berhak tau sebuah urusan yang mengganggu pujaan hatinya.
Namun...
"Haerin, masuklah dulu!" kata Winter dengan suara yang rendah begitu mereka tiba di depan gerbang rumah.
Haerin yang mendengar itu pun bingung dan hanya mengamati kakkanya yang tadi begitu marah kini pergi berlari meninggalkannya.
"Mau kemana kak Winter?" kata Haerin dalam benaknya.
Sementara itu Winter berlari untuk mencari Jeno yang mungkin belum pergi jauh dari sekitaran sini. Selagi ia mencari kekasihnya yang jelas ia sakiti tadi, Winter teralihkan perhatiannya ketika melihat segerombolan orang sana tengah berkumpul di tengah jalan. Seperti terjadi kecelakaan, ada beberapa kaca mobil yang berserak dijalanan dan percikan darah berwarna merah gelap.
Melihat itu seketika dada Winter terasa sesak, langkahnya pun berat karena ia pikirannya membawa ke sesuatu yang tak ingin ia alami. Winter yang penasaran terus melangkah lebih dekat hingga ia bisa melihat korban kecelakaan yang tergeletak disana, suara mobil ambulance yang bising tiba dan mulai mengangkut orang yang penuh dengan luka dan darah itu. Saking banyaknya Winter sampai tidak bisa melihat wajah orang tersebut, yang ia dapat ketahui hanya sepatu putihnya yang penuh darah serta kemeja hijau muda yang sangat kotor.
Sebentar...
Winter seperti pernah melihat seseorang dengan pakaian seperti itu.
Dada Winter semakin sesak begitu ia menyadari dan ingat bahwa Jeno tadi memakai kemeja dengan warna yang sama, "apakah itu Jeno? jangan! jangan!" batin gadis itu sambil terus melangkah dengan perasaan ragu disertai rasa penasarannya. Ia hanya ingin memastikan bahwa itu bukan Jeno.
Namun entah apa yang membuatnya berlari sekarang saat korban telah hampir dibopong masuk ke dalam mobil ambulance, "tunggu pak! tunggu!' teriak gadis itu dengan sepasang mata yang berkaca-kaca.
Kecelakaan tunggal dimana seorang pria ditabrak oleh mobil yang melaju pesat ini, membuat Winter bersedih.
"Pak saya ingin melihat korbannya pak" pinta Winter dengan suaranya yang rendah dan agak serak, karena setiap langkahnya air mata ini membendung dan membuatnya tersedu.
Namun sayangnya petugas ambulance melarang dan terus melakukan tugas mereka yakni membawa masuk sang korban untuk segera ditangani. Sementara itu Winter yang masih bersikeras ingin melihat wajah korban lebih jelas, agar ia dapat memastikan bahwa itu bukanlah kekasihnya yang ia abaikan seharian ini.
"Pak saya mohon, itu bukan Jeno kan pak? itu bukan Jeno kan?" Winter semakin memaksa dan histeris, bahkan suaranya yang tadi rendah kini mulai mengeras dimana membuat semua orang disekitar sana tampak kebingungan.
apa gadis itu kenal dengan korban?
oh mungkin itu temannya?
aduh kasihan sekali ya
Terdengar samar gumaman orang-orang yang tengah membicarakan Winter yang masih memaksa petugas ambulance untuk bersedia membuka kain putih yang menutupi tubuh korban.
Namun tiba-tiba entah darimana ada seseorang yang menarik tangan kanannya untuk menjauh dari mobil ambulance yang langsung tancap gas pergi meninggalkan Winter.
Gadis yang berlinang air mata tanpa sebab yang belum pasti ini pun tampak linglung dan melihat ke arah seseorang itu, yang ternyata.
"Jeno!" kata Winter, diikuti perasaan lega.
"Kamu kenapa nangis?" tanya Jeno dengan wajah hawatir.
"Terus ngapain kamu pengen lihat mayat orang itu?" tambah Jeno.
Melihat sesok Jeno di depan matanya, bahkan sangat dekat. Kedua tangan Jeno yang terasa nyata memegang kedua lengannya pun membuat Winter tersadar bahwa orang tersebut bukanlah kekasihnya. Entah pikiran apa yang membuat Winter tiba-tiba seperti ini tapi yang jelas perasaan lega itu membuatnya hilang kendali, dimana tanpa pikir panjang perasaan itu membawa Winter untuk menarik tubuh Jeno dan mulai memeluknya dengan erat. Tapi tangisnya masih belum berhenti, malah semakin menjadi saat ia merasakan hangatnya tubuh Jeno.
Sedangkan Jeno yang masih bingung pun hanya bisa pasrah menerima pelukan kekasihnya dengan senang hati.
.
.
Akhirnya Winter diantar Jeno pulang ke rumahnya, tapi di sepanjang perjalanan gadis itu tidak mengatakan apapun dan hanya memegang tangan kanan Jeno untuk menenangkannya. Tentu Jeno suka-suka saja, iapun berkata, "kamu cerita kalau kamu sudah siap" mendengar itu Winter pun mengangguk meskipun dalam hatinya ia bingung harus mulai darimana. Masalahnya ini masalah tentang adiknya yang sebenarnya menurut Winter tidak perlu Jeno tahu.
Setibanya dirumah Jeno tersenyum dan mencubit lembut pipi kiri Winter, "sudah jangan nangis lagi" kata laki-laki itu yang membuat Winter menarik tipis senyumnya.
Winter mengangguk lalu berkata, "makasih" yang disambut senyum lebar Jeno yang kemudian mengelus rambutnya.
Winter kemudian masuk ke rumah dan ingin lanjut mengintrogasi adiknya. Tapi begitu ia masuk, Winter sudah melihat mamanya yang terlihat sedih serta Haerin yang sedang menangis.
Melihat anak pertamanya datang, mama yang tadinya memeluk Haerin langsung bangkit dan berjalan menghampiri Winter. Dengan muka mama yang lembut itu terlihat kedua matanya berkaca-kaca hingga kemudian bersuara, "demi adikmu, kita pindah ya nak"
Bersambung...
Kaka12ika
ㅋㅋㄹㅋEPISODE 6
SO,THIS IS LOVE??
KAMU SEDANG MEMBACA
3. So, THIS IS LOVE ?? [Jeno × Winter]
Fiksi PenggemarBAGIAN KETIGA DARI I'M INTO YOU, BUT. . . Start:4 Mei 2024