iii. right where you left me

124 13 2
                                    

Sorenya, saat Ricky hendak keluar dari ruangan kelas Desain—mata pelajaran terakhirnya hari itu—matanya langsung membulat ketika dirinya menangkap figur seseorang yang baru ia kenal beberapa jam lalu berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada, menyandarkan tubuhnya di tembok yang menghadap ke arah kelasnya.

“Ricky, pulang ini free nggak?”

Adalah suara teman sekelasnya yang tiba-tiba menginterupsi dari belakang, si pirang menoleh ke arah pemuda berkacamata yang menatapnya penuh harap kemudian kembali melihat seseorang yang masih berdiri di depan kelasnya—menatapnya acuh tak acuh.

“Gue mau ngajak lo makan di luar sambil mau review sedikit soal mapel tadi, kalo lo nggak ada kesibukan sih.” Si kacamata menyadari ada seseorang yang berdiri memperhatikannya di depan sana. Tiba-tiba ia membungkukkan badannya, memberi salam.

Err, anu, Kam—”

“Kapan-kapan aja jalannya, Ricky sore ini ada pelantikan basket sampai malem. Biasanya sih jam sepuluh baru balik.”

Ricky melotot mendengar orang itu yang tiba-tiba menyela ucapannya, jalan apanya! Ia kemudian beralih ke teman sekelasnya yang kini menatapnya seakan meminta kebenaran dari mulutnya.

Si kacamata itu sudah jelas keheranan, karena Ricky dikenal sebagai anak pendiam yang tidak tertarik bergabung dengan klub apapun. Apalagi berteman dengan anak Teknik Mesin yang kini berdiri dengan tampang songongnya di depan kelas mereka.

“I-iya, Kamden. Mungkin besok sebelum kelas kita sama-sama review materinya lagi, ya. Sekarang aku nggak bisa.”

Ada rasa bersalah dalam hati Ricky setelah menolak ajakan teman sekelasnya itu. Kalian jangan berpikir bahwa si kacamata adalah anak cupu yang sering dirundung di kelas dan Ricky adalah penyelamatnya seperti yang kalian tonton di film-film.

Na Kamden adalah mahasiswa yang sama cerdas dan kutu bukunya seperti Ricky. Di kelas pun, ia menjadi yang terbaik kedua setelah Ricky. Mereka sering ditempatkan di kelompok yang sama dan sangat cocok ketika bekerjasama sebagai tim. Keduanya cukup dekat dan banyak menghabiskan waktu bersama untuk belajar.

 Keduanya cukup dekat dan banyak menghabiskan waktu bersama untuk belajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Oh, iya boleh. Kalo gitu gue duluan ya, Ricky.”

Kamden tersenyum kemudian setelah membungkukkan badannya di depan orang itu, Kamden lantas beranjak dari sana.

Ricky berjalan canggung sembari menyamankan tas gendongnya mendekat ke arah orang itu. Sang empu menatap Ricky dari atas sampai bawah. Dilihat dari penampilannya sekarang—dua kancing atas kemeja terbuka, rambut pirangnya yang mulai lepek karena keringat—pemuda itu pasti begitu kelelahan.

“Yang tadi apa?” Ricky bertanya ketus, berdiri di samping Jeonghyeon.

Iya, Lee Jeonghyeon. Kakak tingkat semester delapan yang baru ia kenal beberapa jam yang lalu dan langsung merekrutnya sebagai anggota baru di klub basketnya. Si pirang melirik sekilas menatap pahatan wajah pria Lee itu dari samping kemudian ikut menyandarkan punggungnya juga di tembok yang sama.

𝓑eautiful Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang