BAB 10

308 27 0
                                    

Perawat tak dikenal itu terus berlari hingga akhirnya ia masuk kedalam kereta kuda yang telah menantinya, itu adalah kereta kuda milik keluarga marquess.
Sehingga tak mungkin ada prajurit yang menyangka bahwa ia pesuruh yang diutus oleh pelayan Elora.

"Bukankah sudah ku katakan untuk tidak berbuat macam-macam? Mengapa kau mencoba membunuhnya?!".

Seru Elora pada pelayan pribadinya, yang kala itu duduk bersebelahan dengan perawat suruhannya.

"Aku ingin kau menyingkirkannya, bukan membunuhnya! Jika hal ini diketahui pihak kerajaan, aku akan dihukum mati! Dasar orang-orang tak berguna, enyahlah!".

Sembari melemparkan sebuah kantung berisi koin emas, ia memekik kedua orang itu.

Tak ada jawaban apapun dari kedua mulut wanita yang menjadi pelayan Elora, mereka menunduk diam sebagai perasaan bersalah.
Hingga akhirnya, dengan segera dua orang itu mengendap pergi meninggalkan Elora setelah memungut koin emas yang berceceran diluar kereta kuda.

Perasaan emosi yang dirasakan Elora membuat kepalanya sakit, hingga tanpa sadar ia menarik-narik rambut panjangnya.

Namun, tak berselang lama ia  kembali memusatkan pikirannya, kala mengingat nasib Maeryn yang ntah bagaimana.

Dada Elora terasa sesak, jantungnya memompa darah dengan kencang, ntah mengapa ia merasa cemas akan keadaan Maeryn, namun ia menyangkalnya dengan berpikir jika sesuatu terjadi pada Maeryn, ayahnya akan murka dan mencari pelaku yang membuat Maeryn celaka.

Dengan terburu-buru, Elora yang kala itu tak didampingi seorang pengawal, melangkah cepat memasuki pusat pengobatan dihadapannya.

Ia menyusuri tempat itu berharap menemukan kamar tempat Maeryn dirawat, waktu yang telah berlalu membuat kaki Elora perih karena sepatu hak tinggi yang dikenakannya.

"Elora? Kau kah itu?".

Tanya seorang pria yang berada dibelakang punggung Elora, ia yang menyadari suara ayahnya seketika membalikkan tubuhnya dan segera menghampiri sang Ayah.

"Apakah kau baik-baik saja nak? Mengapa tak mengirimi ayah surat agar ayah yang menjemputmu?".

Marquess yang tampak terkejut perlahan melangkah menuju putri sulungnya, ia sedikit bingung, karena sepengetahuannya putrinya itu sangat membeci adiknya.

"Aku hanya khawatir dengan keadaan Maeryn ayah".

Jawab Elora sembari tersenyum, sehingga membuat sang ayah tak jadi memikirkan hal buruk mengenai putrinya itu.

"Baiklah, mari kita pergi menemui adikmu."

Timpal Marquess seraya memberikan sikunya isyarat agar putrinya itu bergandengan dengannya.

Dengan segera Elora mengindahkan ucapan sang ayah dan bersama menuju kekamar Maeryn.

                               ***

Pikiran cemas Elora seketika luntur kala melihat pria yang pernah ditemuinya disebuah kedai sedang mengarahkan sendok berisi bubur kemulut Maeryn.

Wajah datarnya tak senang melihat Maeryn dikelilingi orang yang peduli dengannya.

"Yang mulia Putra mahkota?".

Seru Marquess dengan ekspresi terkejut, sehingga membuat Zedekiah berhenti, dan bangkit menghadap kearah Marquess yang sedang berdiri.

"Saya khawatir terhadap Maeryn, apalagi dengan kejadian yang baru saja menimpanya, membuat saya tak bisa meninggalkan orang yang saya kenal."

Seketika Marquess mengernyitkan keningnya, begitu juga dengan Elora.

When Love and Revenge Become One [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang